Thursday 28 May 2015

Sosok Arbiter Junaedy Ganie - Arbitrase / Wawancara


SOSOK ARBITER JUNAEDY GANIE

Berawal dari Melakukan Perjalanan

Bisnis Indonesia, 21 Mei 2015

Wan Ulfa Nur Zuhra


 

 

Di Palembang, Sumatra Selatan, seorang pemuda bernama Junaedy Ganie menyusun rencana untuk melakukan perjalanan ke negeri yang jauh. Usianya 19 tahun kala itu. Gagasan tentang perjalanan itu sudah dipikirkannya sejak tahun pertama menjadi mahasiswa. Menurutnya, melakukan perjalanan akan memberinya banyak pelajaran tentang banyak hal baru. Beruntung, dia punya seorang teman dengan ide yang sama. Keduanya saling menguatkan keinginan satu sama lain. Alhasil, berangkatlah mereka ke Sydney, Australia.

Di Sydney, mereka ikut berbagai kursus, keduanya belajar banyak hal mulai dari bahasa, budaya, hingga bisnis. Dua tahun kemudian, Junaedy memutuskan kembali ke Indonesia dan temannya menetap di Sydney hingga kini. Junaedy tidak pulang ke Palembang, melainkan ke Jakarta. Selama di Sydney, dia melihat betapa industri asuransi tumbuh dengan pesat. “Saya lihat perusahaan asuransi kantornya megah-megah, beda dengan di Indonesia waktu itu,” katanya. Dia pun memantapkan diri untuk berkarir di bidang asuransi. Waktu itu, karena belum menyelesaikan pendidikan sarjana, Junaedy hanya bisa menjadi door to door salesman atau agen asuransi. Namun kerja keras dan ke inginan untuk terus belajar membawanya sampai pada saat ini, seorang arbiter yang dengan bijak menjadi mediator atas berbagai sengketa.

Menjadi seorang arbiter bukanlah rencananya sejak awal. Pilihan itu berawal dari kegelisahan terkait banyaknya persengketaan yang ditangani oleh hakim dan pengacara yang kerap memiliki pengetahuan terbatas tentang kasus yang dipersengketakan. Lulusan S3 Hukum Bisnis Universitas Padjadjaran itu menunjukkan ketertarikannya terhadap penyelesaian sengketa melalui arbitrase jauh sebelum dia melanjutkan perndidikan S2-nya. Ketertarikan itu juga dibuktikannya dengan menyusun tesis tentang arbitrase dan memilih Prof. Priyatna Abdurrasyid sebagai ketua pembimbingnya.

 

PENGAKUAN KEPAKARAN

Priyatna yang merupakan Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pun melihat ketertarikan Junaedy dan meminangnya sebagai arbiter setahun setelah kelulusannya. Menjadi arbiter bukanlah suatu perkerjaan yang semua orang bisa melamar, sebab arbiter biasanya dilamar. Menurutnya hal itu merupakan pengakuan kepakaran seseorang dalam bidangnya dan atas nilai yang dianutnya.

Sebelum melanjutkan sekolah di Hukum Bisnis Unpad, Junaedy mengawali karirnya sebagai agen asuransi. Karirnya terus menanjak, pada 2011 hingga 2014 lalu, Junaedy menjabat sebagai pucuk pimpin an PT BNI Life Insurance. Kini dia juga menjabat sebagai komisaris independen di Allianz, perusahaan asuransi jiwa berbasis di jerman. Sepak terjang Junaedy di industri asuransi membuatnya di percaya menangani sengketa terkait asuransi dan penjaminan. Pada awalnya dua sektor itu saja yang ditanganinya sebagai arbiter. Namun, seiring pengalaman yang bertambah dan kepercayaan masyarakat yang meningkat, dia dipercaya menjadi arbiter untuk berbagai perkara non-asuransi seperti investasi, pertambangan, telekomunikasi, infrastruktur, dan sebagainya. Latar belakang sebagai pialang asuransi dan risk manager yang digelutinya selama puluhan tahun, menjadi modal berharga dalam memahami bisnis yang sedang dipersengketakan dalam perkara arbitrase. “Menjadi broker dan risk manager itu kan menangani berbagai perusahaan dari sekian banyak sektor, untuk menangani risikonya kan harus paham jenis bisnisnya, dari situlah saya memiliki pemahaman akan banyak sektor bisnis,” ungkapnya.

Kegemaran Junaedy melakukan perjalanan tidak luntur hingga sekarang. Jika ada waktu luang, dia kerap menyisihkannya untuk melakukan perjalanan bersama keluarga. “Kebetulan istri dan anak-anak saya juga senang jalan,” katanya. Tiap ada perjalanan bisnis pun, Junaedy kerap menyempatkan untuk mengunjungi tempat-tempat yang menurutnya menarik. Saat ke Medan, misalnya, di tengah-tengah kesibukan, dia menyempatkan diri ke kediaman Tjong A Fie, seorang saudagar Tiongkok yang cukup berjasa dalam pembangunan perekonomian kota Medan. Atau saat dia ke Tasikmalaya untuk perjalanan bisnis, dalam perjalanan pulang, Junaedy menyempatkan singgah ke Kampung Naga, sebuah kampong yang penduduknya masih bertahan dalam kehidupan tanpa listrik dan selalu menjaga kelestarian alam. Junaedy memang enggan mengunjungi tempat-tempat yang terlalu biasa dikunjungi. Dalam melakukan perjalanan, dia kerap mencari keunikan budaya dan sejarah, selain sekadar keindahan alamnya.

Tuesday 5 May 2015

Penyelesaian Sengketa Lewat Arbitrase Meningkat - Arbitrase


SENGKETA BISNIS

Penyelesaian Lewat Arbitrase Meningkat
(Bisnis Indonesia, Senin, 4 Mei 2015)

 JAKARTA — Penyelesaian sengketa bisnis lewat arbitrase terus meningkat.  Hal itu ditunjukkan terus bertambahnya jumlah perkara yang masuk ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Sekretaris Jenderal BANI N. Krisnawenda menyatakan sepanjang tahun lalu jumlah perkara yang terdaftar di BANI 88 kasus. “Untuk tahun ini, dari Januari sampai Maret saja sudah ada 37 perkara,” ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Menurutnya, meningkatnya minat para pelaku bisnis menyelesaikan sengketa melalui arbitrase disebabkan oleh diundangkannya Undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pada 1999. Selain itu, Krisnawenda menyatakan pihaknya juga kian gencar melakukan sosialisasi melalui seminar dan workshop.

Junaedy Ganie, salah satu arbiter BANI mengatakan meningkatnya kepercayaan pelaku bisnis menyelesaikan sengketa melalui arbitrase karena sifatnya yang lebih tertutup dibandingkan pengadilan. “Kerahasiaan dari yang bersengketa harus dijaga ketat,” ungkapnya.

Selain karakteristik cepat, efisien dan tuntas, lanjutnya arbitrase juga menganut prinsip win-win solution, dan tidak bertele-tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat.

Keunggulan lain arbitrase adalah putusannya yang final dan mengikat, selain sifatnya yang rahasia di mana proses persidangan dan putusan arbitrase tidak dipublikasikan.

Selain itu, arbiter yang menangani perkara juga biasanya paham akan sektor bisnis yang dipersengketakan. “Ini berbeda dengan majelis hakim pengadilan yang hanya mengerti hukumnya tetapi seringnya tidak memahami sektor bisnis tertentu secara detil,” kata Junaedy.

Sepanjang 2010 sampai 2014, BANI telah menangani sekitar 310 kasus sengketa bisnis. Menurut data yang dirilis BANI, dalam lima tahun terakhir, sengketa yang paling banyak terdaftar di BANI adalah sengketa di sektor konstruksi, porsinya mencapai 30,8% dari total sengketa.

Sektor lainnya yang juga cukup sering ditangani BANI adalah dari sektor leasing, yakni mencapai 20,8%. Selebihnya merupakan perkara dari sektor pertambangan dan energi, investasi, keagenan, transportasi, asuransi, dan lain sebagainya. (Wan Ulfa N.Z.)