Sunday 5 October 2014

Kenyamanan musholah di tempat umum - Pembangunan Karakter Bangsa / Religion



Oleh Junaedy Ganie
Di tengah konflik di kancah politik nasional akhir-akhir ini yang mendapat beragam tanggapan masyarakat dan terlepas dari berbagai pandangan terhadap dampaknya bagi kesejahteraan bangsa, terinspirasi gema takbir yang berkumandang dalam suasana Idul Adha 1435 H, saya mencoba mengajak untuk memperhatikan hal-hal yang menarik dan menunjukan adanya perbaikan yang berkelanjutan dalam aspek kehidupan bangsa Indonesia.
Saya yakin sebagian besar masyarakat pengunjung mall di Jakarta dan kota-kota besar lainnya memperhatikan betapa besarnya perubahan pada fasilitas ibadah yang disediakan oleh pengelola gedung dewasa ini. Sebelumnya, secara umum, ruangan tempat ibadah yang disediakan sempit, gelap dan mungkin juga berdebu. Untuk di Jakarta, sepengetahuan saya Pasaraya yang menjadi pelopor penyediaan musholah yang luas dan bersih sebelum diikuti oleh sejumlah pusat perbelanjaan modern lainnya. Saat ini, Pasaraya telah melangkah lebih jauh meninggalkan pesaingnya dengan menggantikan musholah menjadi sebuah masjid yang luas dan megah di salah satu lantai pusat perbelanjaan tersebut. Tersedianya fasilitas ibadah yang nyaman bagi pengunjung tentu juga menimbulkan rasa nyaman bagi pengunjung dan menjadikan keberadaan faslitas ibadah yang nyaman sebagai salah satu pertimbangan pilihan mall yang akan dikunjungi. Saya yakin keberadaan musholah yang nyaman ikut meningkatkan jumlah pengunjung.
Saya masih ingat ketika dulu terdapat hotel-hotel mewah yang menyediakan musholah di tempat yang sempit atau jauh ke dalam atau ke bawah gedung. Bahkan saya ingat ketika harus sholat di ruang kecil di bawah tangga pada sebuah hotel bintang lima. Atau, adanya petugas hotel yang mengarahkan penggunaan ruang fasilitas klub pada hotel tersebut untuk memudahkan tamu menegakan sholat karena fasilitas untuk umum yang tersedia tidak nyaman. Saya juga pernah merasakan lantai musholah yang bergetar terus sepanjang sholat. Ternyata, musholah di hotel bintang lima tersebut persis terletak di atas ruang generating set (generator). Namun, hal tersebut pada sejumlah hotel telah menjadi sejarah karena sebagian besar pengelola hotel telah menyediakan musholah yang memadai. Bahkan, jika tidak tersedia ruangan yang cukup, hotel mengkonversi beberapa unit kamar hotel menjadi musholah permanen.
Apakah perkembangan tersebut merupakan buah dari pemahaman petugas pemberi ijin pendirian gedung yang semakin baik sehingga mempersyaratan musholah yang nyaman atau semata-mata karena meningkatnya kesadaran pengelola gedung tentang manfaat musholah dalam meningkatkan kunjungan tamu, membangun karakter bangsa menjadi warganegara yang baik atau buah dari kombinasi antar keduanya?
Perkembangan yang ada menunjukan tren yang bagus dan berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menegakan sholat atau mengurangi alasan untuk tidak sholat atau menunda sholat. Namun, masih terdapat beberapa tempat yang belum berubah dan perlu mendapat perhatian. Pada beberapa pusat perbelanjaan dan hotel, terutama pada gedung yang tergolong tua, tamu-tamu masih memerlukan perjuangan berat untuk mencapai lokasi musholah yang umumnya di basement atau di area parkir, jauh dan terpencil. Terdapat pula, musholah bahkan masjid yang bagus, bersih dan luas tetapi, sayangnya, terletak di lokasi yang sulit untuk dicapai. Bahkan lokasinya begitu sulit untuk diingat, terutama karena tidak adanya petunjuk arah yang jelas. Menyadari kesulitan yang akan dihadapi tamu-tamu yang datang yang mungkin bisa tersesat, petugas-petugas gedung yang saya maksud umumnya berbaik hati menawarkan mengantarkan tamu sampai ke tikungan tertentu.
Selanjutnya, dalam beberapa kunjungan saya ke daerah, baik ibukota provinsi maupun tingkat kabupaten atau kotamadya, baik di Indonesia Bagian Barat maupun di Indonesia Bagian Tengah, beberapa hotel, apalagi pada resort yang kecil, tidak menyediakan petunjuk arah kiblat di kamar hotel. Akibatnya, tamu harus menghubungi front office untuk memperoleh informasi. Hal ini tentu menimbulkan kesan yang kurang baik bagi hotel tersebut. Tidak semua tamu memiliki perangkat lunak petunjuk arah kiblat di telepon genggam mereka. Saya yakin, pemerintah daerah dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran atau tanggung jawab pengelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap petunjuk arah kiblat tersebut. Ketentuan tersebut, sekiranya belum ada atau belum tegas, sejogyanya dijadikan suatu ketentuan baku sejak tarap proses perijinan dan dijadikan salah satu faktor penting yang perlu diawasi ketika petugas melakukan pengawasan ke lapangan.
Akan menarik juga mengetahui temuan jika diteliti tentang seberapa banyak restoran besar, supermarket, pusat kebugaran yang telah menyediakan musholah yang pantas. Mungkin masih banyak yang bahkan untuk karyawannya sendiri tidak tersedia fasilitas tempat ibadah yang memadai.
 Hukumdapat ditempatkan di depan untuk menjadi pedoman dan alat pengawasan yang efektif. Alangkah baiknya jika lembaga pemeringkat juga menjadikan fasilitas atau petunjuk sejenis sebagai bahan pertimbangan. Semuanya akan memberikan manfaat bagi pembangunan manusia Indonesia menjadi warga negara yang membanggakan.
Jakarta, 5 Oktober 2014, diantara kumandang takbir Idul Adha 1435 H.

No comments:

Post a Comment