Oleh-oleh
dari Bali - Jati diri dan martabat bangsa
Oleh Junaedy
Ganie
Rasanya hampir selalu ada
hal-hal baru yang menarik perhatian saya setiap melakukan kunjungan ke Bali,
baik hal-hal atau kejadian yang ringan dan lucu maupun hal-hal yang membangkitkan
inspirasi atau semangat yang besar. Saya dan isteri dan anak bungsu kami
melalui perjalanan diri yang menarik dalam liburan singkat keluarga menjelang
bulan Ramadan 1435 H tahun ini.
Di Jakarta, kami tinggal
di perumahan yang memberikan kami kebanggaan akan riuhnya kicauan burung-burung
liar di pohon-pohon di sekitar kami terutama ketika fajar menyingsing. Sewaktu kami
kembali menginap di sebuah hotel di kawasan Nusa Dua kami menemukan sesuatu yang
baru. Mungkin hal ini luput dari perhatian sebagian tamu hotel tapi keberadaan
beberapa ekor tupai (anak kami menyebutnya chipmunks,
mengikuti karakter komik anak-anak), yang mendekat, berlompatan dan menjuntai dari
pohon-pohon sekitar restoran menemani kami sarapan memberikan perasaan
berbahagia kepada kami. Sebagian dari tupai-tupai tersebut menjadi begitu jinak
sehingga bolak balik memakan biji kacang langsung dari tangan kami. Ada
beberapa keluarga lain yang melakukan kegiatan yang sama. Kami semakin
terperangah dan menikmati kebersamaan dengan para chipmunks lain yang menunjukan sikap dan keramahan yang sama
sewaktu kami menikmati keindahan laut dan pantai pada pagi itu di bangku-bangku
tempat berbaring di pantai. Terdapat perkembangan dalam perhatian terhadap
lingkungan hidup yang memberikan rasa nyaman dan memperkuat identitas hotel
tersebut. Keramahan terhadap lingkungan yang meningkat juga dapat kita temukan
di beberapa komplek perumahan dan lapangan golf di Jakarta dan sekitarnya yang
telah menjadi habitat yang nyaman bagi sejumlah satwa terutama burung atau jenis dan
unggas lainnya, walaupun mungkin masih harus disertai upaya penjagaan yang ketat.
Ketika menikmati sarapan
pagi setelah kami pindah menginap di sebuah hotel lain di daerah Jimbaran, kami
secara tidak sengaja memperhatikan 3 anak-anak perempuan bule yang mungkin
berusia 3 tahun sampai 6 tahun sedang memberi makan ikan-ikan koi yang jinak di
kolam. Anak-anak itu tampaknya kakak beradik. Beberapa waktu kemudian, kami
memperhatikan ketiganya seperti kebingungan mengatasi sesuatu yang terjadi di
kolam. Kami melihat mereka memanggil seorang wanita yang kami yakin adalah ibu
mereka untuk membantu tetapi tidak berhasil sehingga dia memanggil suaminya
untuk datang agar ikut membantu. Si ayah yang datang tidak berhasil mengatasi masalah
yang sedang terjadi di pinggir kolam tersebut sehingga memanggil petugas pembersih
kolam yang sedang bekerja untuk meminjam tongkat gagang pembersih lantai yang
sedang dipergunakannya. Apa yang kami lihat kemudian? Ternyata si ayah berhasil
mengeluarkan sebuah kotak kertas kecil berbentuk segi tiga berwarna putih yang
tidak lain adalah kotak makanan ikan yang tadinya dipergunakan salah satu dari
ketiga anak-anak tersebut. Kejadian itu mengesankan kami dan melahirkan
pertanyaan seberapa banyak keluarga muda Indonesia dari kelas menengah atas
akan bersikap sama?
Kejadian tersebut
menimbulkan rasa hormat kami yang tinggi kepada keluarga tersebut atas buah
dari pendidikan yang diberikan dan dipraktikan dalam keluarga kecil tersebut.
Kami menyimpulkan bahwa kesadaran dan sikap bertanggung jawab terhadap
lingkungan yang secara tidak sengaja terlihat di depan kami merupakan sebuah
refleksi dari proses pendidikan yang membentuk jati diri pada masing-masing
individu dalam keluarga tersebut tentang bagaimana mereka bersikap dan cara mereka
menempatkan diri. Rasa hormat kami
terhadap sikap mereka menempatkan mereka sebagai pribadi-pribadi yang
bermartabat dan secara langsung juga
mengangkat harkat mereka sebagai anggota bangsa yang bermartabat tinggi. Mudah-mudahan
upaya berbagi pengalaman dan pandangan ini dapat pula menimbulkan hasrat untuk
bersama-sama membangun lingkungan dan saling mengingatkan melalui pembentukan
jati diri dan meningkatkan martabat bangsa Indonesia. Apalagi, ada kalanya kita
masih menemukan pemandangan sampah yang dilemparkan ke jalan raya dari
mobil-mobil yang melintas di depan kita, termasuk di Jalan Sudirman dan M.H.
Thamrin!
Pencarian dan pembentukan
jati diri sejak dini dan sejak dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga
masing-masing, sehingga kita menemukan identitas bangsa yang kuat yang akan menjadi modal penting dalam
meningkatkan martabat bangsa Indonesia. Identitas tersebut akan berperan
penting dalam menggapai kemajuan Indonesia yang beretika dan terhormat.
Indonesia yang memiliki budaya, sejarah masa lalu yang membanggakan, memiliki
bukti-bukti sejarah yang agung yang sayangnya masih belum dapat memberikan
nilai tambah setinggi tingkat keberhasilan negara-negara tetangga yang memiliki
budaya, sejarah dan warisan keagungan yang lebih sedikit, walaupun terus
membaik.
Pilihan saya atas tayangan
film singkat Dewa Ruci dalam
penerbangan Garuda pulang ke Jakarta yang
menceritakan tempaan yang dilalui
para pelaut Indonesia dalam mencari jati diri dan membangun identitas bangsa di
atas kapal layar yang memiliki sejarah yang membanggakan, telah memberi
inspirasi pada banyak orang dan telah mengelilingi dunia sebanyak 2 kali serta
menjadi satu-satunya wakil Asia dalam OpSail
di Amerika Serikat pada tahun 2012. Sebuah lagi bukti bahwa kita bisa !
Niat berbagi tentang
pentingnya jati diri dan identitas bangsa dan nilai-nilai untuk menjunjung martabat
bangsa ini juga didorong oleh celotehan Made, supir mobil sewaan yang kami
pergunakan dalam satu perjalanan liburan tersebut, “Pak, kalau dulu, yang ada adalah karma pala, Kita bekerja baru
kemudian memperoleh hasilnya, sekarang pala karma. Dulu air hujan jatuh ke
jalan lalu mengalir ke got, sekarang hujan mengalir dari got ke jalan. Dulu
pejuang masuk penjara dan baru menjadi pejabat selepas dari penjara. Sekarang, banyak
yang memegang jabatan tinggi dulu, lalu masuk penjara !”.
Jakarta, 29 Juni 2014, Puasa hari
pertama, 1 Ramadan 1435H
No comments:
Post a Comment