Tuesday 27 May 2014

Pembangunan Karakter Bangsa



Pembangunan Karakter Bangsa
Dalam gegap gempita persaingan menjelang 9 Juli 2014 ketika bangsa Indonesia akan memilih di antara dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden, salah satu hal yang menarik dari visi masing-masing pasangan adalah perhatian terhadap pembangunan karakter bangsa dengan cara masing-masing. Salah satu calon bahkan mengatakan akan menjadikan pencak silat sebagai mata pelajaran wajib jika terpilih.  Tak pelak lagi, pembangunan karakter bangsa merupakan kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing bangsa yang ditentukan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.
Mochtar Lubis dalam bukunya Manusia Indonesia mengatakan ciri manusia Indonesia antara lain munafik, enggan bertanggung jawab, feodal, percaya tahayul, artistik, watak lemah, boros, lebih suka tidak bekerja keras, cepat cemburu dan dengki, suka menggerutu, rakus dan tukang tiru. Gambaran yang sifatnya mengeneralisir seluruh lapisan bangsa dan suku tersebut terbuka untuk dipertentangkan pada kurun waktu masing-masing, terutama dalam kaitan dengan perubahan yang timbul seiring dengan adanya perubahan lingkungan sosial dan budaya, pengalaman hidup, pendidikan dan pembangunan karakter bangsa yang dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan pergaulan. Gambaran umum tersebut tampak memperihatinkan tetapi masih relevan sebagai batu pijakan menyadari bagaimana sikap mental yang melekat pada sebagian bangsa Indonesia yang  telah membebani daya saing bangsa Indonesia. Pemikiran tersebut dapat pula dijadikan sebuah acuan dalam pengembangan karakter bangsa.
Terhadap pendapat yang mengatakan bahwa kaitan masyarakat dengan masa lalunya tidak pernah mati sama sekali masih pula dapat dipertentangkan jika ditarik mundur ke masa lalu tentang bagian yang paling berpengaruh, misalnya apakah sebatas masa kolonial atau lebih lama lagi ke masa kejayaan berbagai kerajaan di Nusantara yang meninggalkan pengaruh yang berbeda-beda pada masing-masing daerah, suku  dan lapisan masyarakat. Kejayaan masa lalu yang diagung-agungkan dan deraan masa penjajahan memberikan dampak yang berbeda-beda tetapi masing-masing dapat memberikan pengaruh positif dan negatif tergantung dari bagaimana bangsa Indonesia mengelola dan memanfaatkannya. Hal tersebut juga memberikan dukungan tentang pentingnya pemahaman terhadap sejarah bangsa. “Jas merah” kata Soekarno. Pemahaman sejarah seyogyanya jangan lagi terpaku pada kewajiban mengingat pribadi, tempat dan waktu tetapi bagaimana menjadikan pelajaran sejarah memberikan pemahaman terhadap manfaat kejadian masa lalu dan dampaknya pada masa kini sehingga membentuk generasi muda Indonesia yang memiliki karakter dan mental yang kuat yang dapat membedakan yang baik dan yang buruk serta yakin dengan arah yang dicitakan. Adalah terasa menyejukan ketika pelajaran Sejarah menjadi mata pelajaran wajib pertama yang disebutkan seorang anak karena telah memahami pentingnya peranan sejarah pada bangsa-bangsa yang lebih maju.
Banyak hal dan contoh yang dapat menjadi modal dalam melakukan perbaikan. Semakin banyak bangsa Indonesia yang berkiprah dengan sukses memimpin atau mengembangkan karir di perusahaan-perusahaan asing di dalam dan di luar negeri. Padahal tantangan yang dihadapi dalam memimpin perusahaan asing bagi pemimpin Indonesia akan lebih besar dari tantangan yang dihadapi oleh orang asing sendiri karena pada umumnya bangsa Indonesia akan cenderung lebih penurut terhadap kepemimpinan bangsa asing sementara cenderung mempertanyakan otoritas bangsa sendiri. Tidak akan aneh jika menemukan pekerja Indonesia yang biasanya dapat mengemukakan pendapat dalam bahasa Inggris dengan lancar dan penuh percaya diri di depan sesama bangsa Indonesia yang akan tampak gugup, memperdengarkan tarikan nafas yang tertekan dan kesulitan merangkai kata ketika harus menjelaskan hal yang sama di hadapan orang asing. Padahal, kemampuan berbahasa Inggris orang-orang asing tersebut justru tidak lebih baik dari bahasa Inggris-nya. Contoh modal penting lain adalah mereka yang berhasil dengan baik dalam menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Semakin banyaknya pekerja Indonesia yang memiliki keahlian khusus bekerja di luar negeri juga menambah daftar kebanggaan. Hal tersebut membuktikan bahwa dari aspek bahan mentah, manusia Indonesia mampu bersaing dengan bangsa lain. Ini mungkin merupakan bukti bahwa faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap baik buruknya seseorang.
Keadaan ini dapat dipersulit oleh perilaku yang bertentangan dengan warisan budaya dari kejayaan masa lalu yang diagung-agungkan sebagai bagian dari ciri manusia Indonesia sehingga  bangsa yang  sebenarnya adalah pesaing yang tangguh terjebak dalam sikap hipokrit. Sangat disayangkan bahwa sifat yang merupakan modal dalam peningkatan daya saing bangsa tersebut terkungkung dalam pribadi-pribadi yang sangat menonjolkan kepentingan pribadi dan golongan dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, kepentingan nasional dan mengakibatkan perpecahan. Para pemimpin yang memperoleh giliran berkuasa cenderung melupakan idealisme mereka untuk kepentingan pribadi dan golongan sebagaimana pendapat Lord Acton pada 1887 bahwa power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Akibatnya, upaya penerapan aspek tata kelola yang baik (good governance) dan kepatuhan (compliance), yang secara otomatis dapat diterima sebagai norma umum dalam satu lingkungan, menjadi menjadi masalah besar di lingkungan yang lain. Bahkan, upaya penegakannya justru dapat menjadi sumber konflik yang tanpa ujung atau menjadi alasan untuk menafikan kinerja yang membanggakan demi kehendak yang tidak wajar. Hal ini menunjukan adanya hubungan budaya dan moral yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan menimbulkan kezaliman. Akan menjadi lebih parah lagi, jika lingkungan membentuk pribadi-pribadi yang membiarkan atau permisif terhadap kezaliman demi mempertahankan kedudukan atau melindungi kepentingan golongan.
Masayarakat Ekonomi Asean 2015 sudah di depan mata. Indonesia memerlukan peningkatan daya saing dari Sumber Daya Manusia yang tangguh untuk memenangkan persaingan dan menegakan martabat bangsa. Kita tentu berharap akan efektifitas kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemimpin-pemimpin bangsa yang akan terpilih nanti tetapi memberikan kontribusi sesuai bidang dan jangkauan masing-masing akan memberikan dorongan yang tidak ternilai pula. Mari membangun bersama.
Jakarta, 27 Mei 2014
Dr. Junaedy Ganie

Wednesday 21 May 2014

Do you speak "Bahasa"? - Pembangunan Karakter Bangsa



Do you speak "Bahasa"?

Dari waktu ke waktu terdengar seseorang (bangsa Indonesia) mengeluarkan kalimat yang menjadi judul tulisan ini kepada orang asing di Indonesia. Atau, kalimat sejenis "I am sorry I have to speak in "Bahasa" to my colleague to explain it" jika harus menjelaskan kepada rekan sesama orang Indonesia, jika diperlukan.

Saya dapat mengerti jika kesalahan penerjemahan dilakukan oleh orang asing tetapi mengapa kita bangsa Indonesia sendiri mengadopsi salah kaprah tersebut. Meneruskan mengadopsi salah kaprah ini bak orang tua yang mengikuti tata bahasa dan nada bicara bayi yang baru belajar berbicara atau masih "pelo" sehingga bayi tersebut tidak pernah tahu kata dan nada yang benar.

Mengapa kita tidak melakukan kesalahan yang sama dengan menerjemahkan English atau English language menjadi "Bahasa" atau "Language". Mungkin orang Inggris akan bingung ketika kita mengatakan "I don't speak "Language" padahal yang kita maksudkan kita tidak dapat berbicara dalam Bahasa Inggris.

Beberapa bulan yang lalu  saya membaca sebuah artikel dalam harian terkemuka yang menyebutkan bahwa dalam suatu kelas universitas di luar negeri, kalau tidak salah ingat di Amerika Serikat, mahasiswa Indonesia menerjemahkan Indonesian language menjadi "Bahasa". Tampaknya semakin parah ya. Belum lama ini pula, perusahaan tempat saya bekerja membeli kendaraan operasional yang dilengkapi dengan petunjuk/peta jalan pada monitor di dash board.  Mau tahu apa pilihan bahasa yang dicantumkan pada saat alat tersebut mulai diaktifkan? Pilihan bahasa yang pertama adalah "English" dan pilihan bahasa berikutnya adalah "Bahasa" ! Mustinya pilihan bahasa yang pertama adalah "Language" ya.....supaya seimbang dan sama-sama salah kaprah.

Sikap hormat kepada bahasa sendiri merupakan salah satu refleksi dari rasa hormat kita pada bahasa kita yang menjadi salah satu media pemersatu bangsa Indonesia. Lebih jauh lagi, upaya menjaga bahasa kita adalah salah satu cara menunjukan upaya kita menjaga martabat bangsa Indonesia. Ayo, mari kita berbenah walaupun sekecil apapun untuk menaikan harkat dan membangun karakter bangsa Indonesia.

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menafikan pentingnya bagi bangsa Indonesia untuk menguasai bahasa asing.


Jakarta, 21 Mei 2014