Pembangunan Karakter Bangsa
Dalam gegap gempita
persaingan menjelang 9 Juli 2014 ketika bangsa Indonesia akan memilih di antara
dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden, salah satu hal yang menarik dari
visi masing-masing pasangan adalah perhatian terhadap pembangunan karakter
bangsa dengan cara masing-masing. Salah satu calon bahkan mengatakan akan
menjadikan pencak silat sebagai mata pelajaran wajib jika terpilih. Tak pelak lagi, pembangunan karakter bangsa
merupakan kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing bangsa yang
ditentukan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.
Mochtar Lubis dalam
bukunya Manusia Indonesia mengatakan
ciri manusia Indonesia antara lain munafik, enggan bertanggung jawab, feodal,
percaya tahayul, artistik, watak lemah, boros, lebih suka tidak bekerja keras,
cepat cemburu dan dengki, suka menggerutu, rakus dan tukang tiru. Gambaran yang
sifatnya mengeneralisir seluruh lapisan bangsa dan suku tersebut terbuka untuk
dipertentangkan pada kurun waktu masing-masing, terutama dalam kaitan dengan
perubahan yang timbul seiring dengan adanya perubahan lingkungan sosial dan
budaya, pengalaman hidup, pendidikan dan pembangunan karakter bangsa yang
dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan pergaulan. Gambaran umum tersebut
tampak memperihatinkan tetapi masih relevan sebagai batu pijakan menyadari
bagaimana sikap mental yang melekat pada sebagian bangsa Indonesia yang telah membebani daya saing bangsa Indonesia.
Pemikiran tersebut dapat pula dijadikan sebuah acuan dalam pengembangan
karakter bangsa.
Terhadap pendapat yang
mengatakan bahwa kaitan masyarakat dengan masa lalunya tidak pernah mati sama
sekali masih pula dapat dipertentangkan jika ditarik mundur ke masa lalu tentang
bagian yang paling berpengaruh, misalnya apakah sebatas masa kolonial atau
lebih lama lagi ke masa kejayaan berbagai kerajaan di Nusantara yang
meninggalkan pengaruh yang berbeda-beda pada masing-masing daerah, suku dan lapisan masyarakat. Kejayaan masa lalu
yang diagung-agungkan dan deraan masa penjajahan memberikan dampak yang
berbeda-beda tetapi masing-masing dapat memberikan pengaruh positif dan negatif
tergantung dari bagaimana bangsa Indonesia mengelola dan memanfaatkannya. Hal
tersebut juga memberikan dukungan tentang pentingnya pemahaman terhadap sejarah
bangsa. “Jas merah” kata Soekarno. Pemahaman sejarah seyogyanya jangan lagi
terpaku pada kewajiban mengingat pribadi, tempat dan waktu tetapi bagaimana
menjadikan pelajaran sejarah memberikan pemahaman terhadap manfaat kejadian
masa lalu dan dampaknya pada masa kini sehingga membentuk generasi muda
Indonesia yang memiliki karakter dan mental yang kuat yang dapat membedakan yang
baik dan yang buruk serta yakin dengan arah yang dicitakan. Adalah terasa menyejukan
ketika pelajaran Sejarah menjadi mata pelajaran wajib pertama yang disebutkan
seorang anak karena telah memahami pentingnya peranan sejarah pada
bangsa-bangsa yang lebih maju.
Banyak hal dan contoh yang
dapat menjadi modal dalam melakukan perbaikan. Semakin banyak bangsa Indonesia
yang berkiprah dengan sukses memimpin atau mengembangkan karir di
perusahaan-perusahaan asing di dalam dan di luar negeri. Padahal tantangan yang
dihadapi dalam memimpin perusahaan asing bagi pemimpin Indonesia akan lebih
besar dari tantangan yang dihadapi oleh orang asing sendiri karena pada umumnya
bangsa Indonesia akan cenderung lebih penurut terhadap kepemimpinan bangsa
asing sementara cenderung mempertanyakan otoritas bangsa sendiri. Tidak akan
aneh jika menemukan pekerja Indonesia yang biasanya dapat mengemukakan pendapat
dalam bahasa Inggris dengan lancar dan penuh percaya diri di depan sesama
bangsa Indonesia yang akan tampak gugup, memperdengarkan tarikan nafas yang
tertekan dan kesulitan merangkai kata ketika harus menjelaskan hal yang sama di
hadapan orang asing. Padahal, kemampuan berbahasa Inggris orang-orang asing
tersebut justru tidak lebih baik dari bahasa Inggris-nya. Contoh modal penting lain
adalah mereka yang berhasil dengan baik dalam menyelesaikan pendidikan di luar
negeri. Semakin banyaknya pekerja Indonesia yang memiliki keahlian khusus
bekerja di luar negeri juga menambah daftar kebanggaan. Hal tersebut
membuktikan bahwa dari aspek bahan mentah, manusia Indonesia mampu bersaing
dengan bangsa lain. Ini mungkin merupakan bukti bahwa faktor lingkungan
berpengaruh besar terhadap baik buruknya seseorang.
Keadaan ini dapat
dipersulit oleh perilaku yang bertentangan dengan warisan budaya dari kejayaan
masa lalu yang diagung-agungkan sebagai bagian dari ciri manusia Indonesia
sehingga bangsa yang sebenarnya adalah pesaing yang tangguh terjebak
dalam sikap hipokrit. Sangat disayangkan bahwa sifat yang merupakan modal dalam
peningkatan daya saing bangsa tersebut terkungkung dalam pribadi-pribadi yang
sangat menonjolkan kepentingan pribadi dan golongan dengan mengorbankan
kepentingan orang banyak, kepentingan nasional dan mengakibatkan perpecahan.
Para pemimpin yang memperoleh giliran berkuasa cenderung melupakan idealisme
mereka untuk kepentingan pribadi dan golongan sebagaimana pendapat Lord Acton
pada 1887 bahwa power tends to corrupt
and absolute power corrupts absolutely. Akibatnya, upaya penerapan aspek
tata kelola yang baik (good governance) dan kepatuhan (compliance), yang secara otomatis dapat
diterima sebagai norma umum dalam satu lingkungan, menjadi menjadi masalah
besar di lingkungan yang lain. Bahkan, upaya penegakannya justru dapat menjadi
sumber konflik yang tanpa ujung atau menjadi alasan untuk menafikan kinerja
yang membanggakan demi kehendak yang tidak wajar. Hal ini menunjukan adanya hubungan
budaya dan moral yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan menimbulkan
kezaliman. Akan menjadi lebih parah lagi, jika lingkungan membentuk
pribadi-pribadi yang membiarkan atau permisif terhadap kezaliman demi
mempertahankan kedudukan atau melindungi kepentingan golongan.
Masayarakat Ekonomi Asean
2015 sudah di depan mata. Indonesia memerlukan peningkatan daya saing dari
Sumber Daya Manusia yang tangguh untuk memenangkan persaingan dan menegakan
martabat bangsa. Kita tentu berharap akan efektifitas kebijakan-kebijakan yang
akan diambil oleh pemimpin-pemimpin bangsa yang akan terpilih nanti tetapi
memberikan kontribusi sesuai bidang dan jangkauan masing-masing akan memberikan
dorongan yang tidak ternilai pula. Mari
membangun bersama.
Jakarta, 27 Mei 2014
Dr. Junaedy
Ganie
No comments:
Post a Comment