Thursday 15 December 2016

Quo Vadis AJB Bumiputera 1912 - Bisnis Indonesia 13 December 2016 - Insurance



  • Home



  • Opini & Analisis

  • Quo Vadis AJB Bumiputera 1912

    Junaedy Ganie* Selasa, 13/12/2016 07:44 WIB
    AJB Bumiputera 1912 (AJB) adalah perusahaan asuransi swasta tertua di Indonesia dan satu-satunya perusahaan yang berbentuk usaha bersama. Bentuk usaha ini selaras dengan isi Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. AJB lahir sebagai solusi dari keprihatinan atas kesejahteraan guru-guru pribumi di zaman penjajahan.
    AJB telah melalui berbagai krisis mulai dari krisis ekonomi zaman kolonial, Perang Dunia, perjuangan kemerdekaan, tiga kebijakan saneering dan krisis politik 1966. Badai krisis moneter 1998 tanpa pemerintah harus menggelontorkan dana besar seperti BLBI pada sektor perbankan. Walaupun sejak krisis tersebut dan akibat beberapa kebijakan manajemen perjalanan AJB selanjutnya melamban.
    Pemberitaan tentang restrukturisasi AJB melalui backdoor listing dalam prospektus Evergreen, 24 Oktober 2016 dengan rencana right issue sampai Rp40 triliun dapat menjadi yang terbesar kedua di Indonesia setelah right issue Bakrie pada Maret 2008. Masuknya Evergreen melalui skema restrukturisasi rumit dimulai dengan akuisisi 99% saham Bumiputera 1912, anak usaha AJB yang didirikan Juni 2016 perlu dibahas tersendiri dan wajarlah beberapa pemegang polis AJB ingin mengetahui lebih banyak.
    Dalam prinsip dasar asuransi jiwa, penanggung harus menyisihkan cadangan teknis  seimbang dengan kewajiban. Adanya beberapa versi kesenjangan antara aset dan kewajiban yang muncul di media mulai dari Rp2,7 triliun – Rp15 triliun, bahkan lebih menimbulkan pertanyaan tentang tertib administrasi AJB. Apapun skemanya, dana hasil right issue diperkirakan untuk menutup kesenjangan yang ada.
    Namun, terdapat argumentasi bahwa kewajiban AJB kini adalah untuk sampai 2077. AJB tidak terdesak untuk memperoleh dana sangat besar yang dibayar dengan perpindahan aset, yang penting adalah upaya penyehatan agar mampu memenuhi  kewajiban jangka pendek dimulai dengan klaim yang akan jatuh tempo pada 2017 dibanding proyeksi pendapatan yang katanya akan senjang.
    AJB didirikan dengan struktur tanpa modal dan pemegang polis (kecuali pemegang polis tertentu) adalah pemegang saham (anggota AJB). Anggota tidak memindahkan risiko seperti  asuransi pada umumnya tetapi sharing of risk, sharing of burden. Ancaman pencairan polis serentak oleh nasabah seharusnya tidak terjadi seperti pada perbankan atau perusahaan asuransi lainnya sebab AJB berutang kepada pemegang saham sendiri. Masalahnya, tidak terbukanya AJB selama ini membuat sebagian besar pemegang polis mungkin tidak menyadari bahwa mereka adalah pemegang saham.
    Penerapan RBC sebagai ukuran kesehatan usaha bersama dipertanyakan oleh pihak yang berpendapat bahwa ukuran yang wajar adalah tingkat likuiditas. Permasalahannya, AJB belum keluar dari kesulitan likuiditas, bahkan semakin parah walapun OJK telah terlibat dalam pemilihan pengurus sejak 2013. Terakhir, OJK mengambil langkah besar pada 21 Oktober 2016 berdasarkan Pasal 62 UU No. 40/2014 tentang Usaha Perasuransian, menonaktifkan direksi dan dewan komisaris dan menunjuk Pengelola Statuter (PS).
    Dalam Pasal 60 ayat (2) g, dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan, OJK berwenang menetapkan pengendali perusahaan asuransi dan Pasal 65 menyatakan bahwa PS wajib mempertanggugnjawabkan segala keputusan dan tindakan kepada OJK. Menurut Pasal 2 Per. OJK No. 41/POJK.05/2015, OJK dapat menunjuk dan menetapkan penggunaan PS untuk mengambil alih seluruh wewenang dan fungsi pengurus, sejalan dengan pernyataan pejabat OJK bahwa Badan Perwakilan Anggota (BPA) tidak lagi memiliki organ-organ di bawahnya, tidak dapat menyentuh PS, selain didasari UU tentang OJK No. 11/2011.
    Penunjukan PS diikuti dengan perikatan perjanjian penjualan 99% saham anak perusahaan kepada Evergreen sehari setelah pengangkatan PS. Apabila persetujuannya dari OJK, mungkinkah terdapat benturan dengan prinsip yang melekat pada kedudukan BPA sebagai perwakilan pemegang polis dan ketentuan Anggaran Dasar (AD) AJB mengingat tanggung jawab BPA adalah kepada pemegang polis yang tidak dimintai persetujuan atas kebijakan tersebut?
    Dalam hal terjadi kerugian yang tidak dapat ditutup oleh dana cadangan umum dan dana jaminan, menurut Pasal 38 AD AJB, Sidang Luar Biasa BPA akan memutuskan apakah AJB akan dilikuidasi atau dilanjutkan dengan bentuk usaha sama atau berubah menjadi bentuk lain. Apabila dilanjutkan, sisa kerugian dibagi secara prorata di antara anggota AJB sesuai cara yang ditetapkan BPA.

    PAYUNG HUKUM
    Isu vital lainnya adalah belum adanya payung hukum menaungi usaha bersama. Menurut Pasal 7 ayat (3) UU No. 2/1992 tentang Usaha Perasuransian, usaha bersama akan diatur dalam UU tersendiri. Terhadap judicial review diajukan tim advokasi AJB, Mahkamah Konstitusi (MK) pada April 2014 memutuskan bahwa UU tentang usaha bersama harus dibuat paling lambat 2 Oktober 2016.
    Menurut Pasal 6 ayat (3) UU No. 40/2014, usaha bersama akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). Terakhir, pada 21 November 2016, Kemenkeu menyatakan bahwa PP sedang dalam proses. Apabila usaha bersama diatur dalam PP, apakah pemerintah tidak menyimpangi ketentuan Pasal 10 (1) UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa tindak lanjut atas putusan MK harus diatur dengan UU.
    Keberhasilan OJK membangkitkan AJB sangat dinanti, apapun bentuknya. Ikhtiar OJK yang katanya melibatkan Kemeneg BUMN dan Kemenkeu dalam melakukan restrukturisasi AJB patut dipuji termasuk upaya mendorong partisipasi berbagai BUMN seperti melalui kerjasama bancassurance. Dimana mereka dalam skema Evergreen? Jika benar AJB yang sedang kesulitan keuangan duduk sebagai stand by buyer, apakah berarti bila right issue gagal, semua kembali ke titik nol lagi? Siapa yang siap? Transparansi akan menjernihkan banyak hal.
    Belum lama ini diberitakan bahwa rencana right issue, yang semula akan tuntas akhir tahun ini, ditunda ke awal 2017 disebabkan dinamika dunia keuangan setelah kemenangan Trump. Apakah terdapat opsi lain yang dapat ditempuh untuk membangkitkan raksasa ini dan bagaimana urutannya?
    Dengan sejarah panjang, 3.000 karyawan, 30.000 agen, 5 juta pemegang polis, AJB adalah aset nasional yang perlu didukung untuk berada di garda depan bisnis asuransi nasional yang memiliki potensi sangat besar sebagaimana keberhasilan investasi asing di Indonesia. Namun, semua benturan ketentuan perundang-undangan perlu diatasi lebih dahulu agar terdapat payung hukum yang pasti.
    Selain kebijakan right issue, perlu dipertimbangkan upaya memperbaiki kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek melalui struktur dan bisnis model yang kuat, pengurus yang tepat bersamaan dengan mobilisasi kekuatan bersama untuk mempertahankan agar AJB dapat tetap menjadi usaha yang monumental.
    Kegagalan usaha terkait erat dengan kegagalan dalam manajemen perusahaan, pengawasan, pengendalian dan efektifitas peraturan. Ke depan adalah vital untuk mendudukan pertanggungjawaban pengelolaan dan pengawasan secara proporsional dan memastikan berjalannya GCG secara baik. Terpenting adalah bagaimana perlindungan kepentingan pemegang polis dapat dipenuhi.

    *) Junaedy Ganie, Pakar asuransi, manajemen, dan hukum bisnis