Friday 26 June 2015

Klaim Asuransi Adalah Utang - Hukum Bisnis / Asuransi


 
’Klaim Asuransi Adalah Utang’

JAKARTA, Bisnis Indonesia,  23 Juni 2015 — Belum lama ini, permohonan pailit yang diajukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap PT Bumi Asih Jaya ditolak Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Majelis hakim menilai permohonan kasasi yang diajukan oleh perusahaan asuransi jiwa tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membuat utang dalam perkara ini menjadi tidak sederhana. Padahal, utang adalah syarat dari kepailitan. Seperti apa sebenarnya definisi utang dalam perusahaan asuransi?

Berikut petikan wawancara Bisnis dengan Junaedy Ganie, lulusan S3 Hukum Bisnis Universitas Padjajaran yang lama bergelut di industri asuransi.

Apakah sebenarnya definisi utang?

Secara sederhana, pengertian utang adalah kewajiban yang sudah atau akan jatuh tempo untuk mengembalikan kewajiban dalam bentuk uang atau dapat dinilai dengan uang kepada pihak lain yang timbul akibat suatu perjanjian atau ketentuan perundang-undangan. Lebih jauh dapat dilihat pada pasal 1 ayat 6 UU No. 37/2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.

Dalam bisnis asuransi, apa saja yang tergolong dalam utang?
Berrbagai kewajiban yang tergolong dalam pengertian utang tadi. Sebagai perusahaan yang bergerak dalam pengumpulan dana masyarakat dalam bentuk premi yang menimbulkan kewajiban kepada pihak lainya, selain dari utang yang lazim terjadi pada berbagai bentuk usaha lainnya, yang paling menonjol pada bisnis asuransi adalah adanya utang klaim, utang pengembalian premi ke nasabah, utang premi reasuransi dan utang komisi.


Apakah klaim asuransi yang belum dibayarkan adalah utang?

Ya, klaim yang belum dibayarkan adalah utang. Perusahaan asuransi melakukan pengakuan kewajiban dengan melakukan pencatatan atas kewajiban tersebut pada pembukuan perusahaan asuransi atau mengakui adanya kewajiban dalam bentuk penyediaan cadangan teknis. Bahkan, perusahaan asuransi umum sudah mulai mencatatkan cadangan klaim sewaktu timbul klaim walaupun jumlahnya masih berdasarkan perkiraan saja sampai diketahui jumlah yang sebenarnya dan masih tergantung pada keabsahan klaim yang timbul.
 
Apakah perusahaan asuransi bisa dipailitkan karena banyaknya klaim jatuh tempo yang belum dibayarkan?

Bisa dipailitkan berdasarkan prosedur yang berlaku dan oleh pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan upaya tersebut karena klaim yang sudah jatuh tempo tetapi belum dibayarkan adalah utang.

Apakah perusahaan asuransi yang belum dicabut izinnya bisa dipailitkan?

Dapat dipailitkan jika syarat-syaratnya terpenuhi.

Apakah perusahaan asuransi yang sudah dicabut izinnya, lalu ia mengajukan kasasi ke MA atas pencabutan izin itu juga bisa dipailitkan?

Secara umum, suatu izin usaha adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan untuk menjalankan bisnis sesuai bidang usahanya. Perusahaan yang telah dicabut izinnya tetap berdiri sebagai badan hukum sehingga upaya pemailitan atas perusahaan dalam kondisi tersebut dapat saja dilakukan oleh kreditur yang berhak.

Pada perusahaan asuransi terdapat kekhususan karena upaya pemailitan hanya dapat dilakukan oleh otoritas, bukan secara langsung oleh masing-masing kreditur. Saya tidak melihat larangan upaya mempailitkan perusahaan asuransi yang sudah dicabut izinnya karena secara badan hukum perusahaan masih berdiri.

Pewawancara: Wan Ulfa N.Z.

Akuisisi Makin Menjadi-jadi - Asuransi






Akuisisi Makin Menjadi-jadi

JAKARTA, Bisnis Indonesia, 23 Juni 2015 _ Meski literasi keuangan masyarakat Indonesia tercatat minim, pertumbuhan industri perasuransian diyakini bakal signifikan. Salah satunya melalui aksi akuisisi sejumlah pemain besar.

 
Amanda Kusuma Wardhani


 
Akuisisi dinilai masih menjadi pilihan menarik bagi sejumlah perusahaan asuransi besar yang berniat masuk ke Indonesia. Seperti diketahui, sejumlah asuransi lokal telah menjalin kesepakatan bisnis dengan beberapa perusahaan multinasional, misalnya perusahaan asuransi asal Malaysia, Tune Insurance Holding Bhd dengan PT Asuransi Staco Mandiri, dan PT Asuransi Parolamas yang telah diakuisi Insurance Asustalia Group.

Beberapa perusahaan asuransi tersebut me mang mengalami kesulitan modal sehingga akuisisi menjadi pilihan bagi para pemegang sahamnya. Namun, aksi akuisisi tidak hanya dilakukan untuk mencari tambahan modal saja, tetapi juga strategi investor terkait untuk berekspansi.

PT Astra Aviva Life (Astra Life), dan PT Fairfax Insurance Indonesia (Fairfax Indonesia) tercatat telah melakukan aksi korporasi pada tahun lalu.

Aviva International Holding Limited membeli saham PT Astra International Tbk. dengan porsi hingga 50%, sedangkan Fairfax Financial Holdings Limited (Fairfax Financial) mengakuisisi saham yang sebelumnya dimiliki PT Batavia Mitratama Insurance hingga 80%.

“Memang lebih baik memilih jalan akuisisi jika mereka [perusahaan asing] ingin menjajal pasar Indonesia.

Setidaknya, me reka tidak perlu mulai dari nol,” kata pengamat asuransi yang juga menjabat Komisaris Independen

Allianz Indonesia, Junaedy Ganie kepada Bisnis belum lama ini.

Dia menilai para pemain besar itu memiliki keunggulan lebih lantaran kapasitas permodalan yang kuat, pengalaman di sektor asuransi, dan teknologi yang mumpuni.

Merger dan akuisisi tidak melulu dilakukan investor asing, tetapi juga dalam negeri. Sejumlah bank belakangan berencana menggelar usaha patungan dengan perusahaan asuransi, sedangkan lainnya mempertimbangkan untuk mengakuisisi perusahaan asuransi yang sudah ada.

PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN) dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) dikabarkan bakal membentuk usaha pa tungan asuransi jiwa. Kendati demikian, belum ada keterangan resmi terkait waktu pembentukan asuransi jiwa itu. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) sebelumnya juga telah ancang-ancang untuk mengakuisi salah satu perusahaan asuransi jiwa, meski belum ada realisasi hingga kini. Junaedy mengungkapkan, opsi akuisisi masih menjadi pilihan utama bagi perusahaan asuransi untuk menambah modal dan melakukan transfer ilmu.

Tentu saja selain akuisisi, perusahaan asuransi juga dapat berekspansi dan menambah permodalan dengan mencatatkan perusahaannya di pasar modal alias initial public offering (IPO).

 

LISTING

Hingga kini, baru 10 perusahaan asuransi yang telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dan kesemuanya merupakan perusahaan asuransi umum. “Wajar saja jika appetite perusahaan asuransi belum memandang listing sebagai salah satu peluang bisnis karena investornya saja juga belum menilai sector asuransi sebagai pilihan yang menarik,” kata Wiyono Sutioso, Wakil Presiden Direktur PT Asuransi Allianz Utama Indonesia.

Menurutnya, sektor asuransi masih dipandang sebagai sektor yang rapuh terhadap kondisi perekonomian nasional, terutama asuransi umum. Adapun asuransi jiwa, katanya, kebanyakan telah memiliki kapasitas permodalan yang kuat sehingga opsi listing tidak menjadi prioritas.

“Indonesia hanya butuh waktu dan contoh saja. Ketika nanti sudah ada satu perusahaan asuransi jiwa saja yang listing di bursa saham, saya yakin semua akan mengikuti,” katanya.

 


 

Reguler Premium Terus Dipacu - Asuransi



Premi Reguler Terus Dipacu
 
JAKARTA, Bisnis Indonesia, 19 Juni 2015 — Pelaku industri asuransi jiwa diyakini bakal terus memangkas premi tunggal demi mengejar sumber dana jangka panjang.
 
Amanda Kusuma Wardhani
amanda.kusumawardhani@bisnis.com
Pasalnya, secara nominal, premi tunggal lebih besar ketimbang premi reguler, tetapi premi tunggal tidak mendukung skema berkelanjutan yang biasanya dianut industri asuransi jiwa.
“Untuk pemain baru, biasanya mereka lebih banyak bergantung kepada premi tunggal karena belum banyak premi reguler yang masuk. Tetapi, dengan berjalannya waktu, mereka harus segera beralih untuk menggenjot premi reguler,” kata Junaedy Ganie, pengamat asuransi yang juga menjabat Komisaris Independen Allianz Indonesia kepada Bisnis belum lama ini.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), sepanjang Januari-Maret 2015 total premi tunggal tercatat Rp12,87 triliun, sedangkan premi reguler Rp20,08 triliun.
PT Equity Life Indonesia juga berencana untuk mengurangi kontribusi premi tunggal, dan beralih memacu kinerja premi reguler. Samuel Setiawan, Presiden Direktur PT Equity Life Indonesia (Equity Life), mengatakan dominasi premi tunggal di perusahaannya akan membuat skema keberlanjutan tidak  berkembang.
“Memang besar itu [premi tunggal]. Tapi, itu tidak sesuai dengan visi dan misi perusahaan kami. Dulu, karena baru, makanya kami ingin genjot premi tunggal,” katanya. Menurutnya, Equity Life sedang
melakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan kontribusi premi reguler, salah satunya melalui
berbagai kerja sama dengan supermarket atau minimarket.
Pada tahun depan, Equity Life juga berambisi untuk memacu jumlah nasabahnya melalui kanal distribusi alternatif yakni perusahaan ritel. “Pada tahun lalu, jumlah nasabah kami mencapai 3 juta. Jadi, saya kira, kerja sama dengan menggaet perusahaan ritel seperti Lotte Mart sangat signifikan untuk menambah jumlah nasabah kami,” ujarnya.
 
KERJA SAMA
Tidak hanya itu, Equity Life juga berniat untuk menjalin kerja sama dengan bank pembangunan daerah (BPD) dan koperasi untuk memperluas jangkauan bisnisnya.
Sesuai dengan pangsa pasar Equity Life selama ini, perusahaan asuransi jiwa ini mengklaim telah memiliki mitra institusi keuangan sebanyak 150 lembaga, di mana sebagian besar merupakan BPD.
“Ada juga beberapa di antaranya yang merupakan bank BUMN, dan sisanya adalah koperasi. Kami akan konsisten untuk memperbanyak mitra di bank daerah dan koperasi untuk menarik lebih banyak nasabah dengan segmen kelas menengah ke bawah,” katanya.
Rinaldi Mudahar, Presiden Direktur PT Prudential Life Assurance (Prudential), mengatakan kontribusi premi reguler masih lebih dominan ketimbang premi tunggal. “Masih lebih banyak premi reguler, dan akan terus seperti itu karena premi reguler lebih sustain,” katanya. Mengutip data AAJI, pada kuartal I/2015 produk unit linked masih menjadi kontributor terbesar hingga 53,9% dari total pendapatan premi, sedangkan produk tradisional hanya menyumbang 46,1%.
Sampai dengan akhir kuartal I/2015, total pendapatan premi yang diperoleh dari produk unit linked tercatat naik 24,4%, dan produk tradisional naik 33,6%.
“Saya kira, pemerintah dan kalangan industri asuransi jiwa harus terus melakukan edukasi kepada masyarakat. Sejauh ini, dana yang di kumpulkan industri masih bersifat jangka pendek yakni unit linked,” kata Evelina F. Pietruschka, Presiden Komisaris PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha.