Sunday 14 October 2018

Siapa Sanggup Memimpin BUMN ? - Kebijakan Publik



OPINI: Siapa Berani Duduk di Kursi Panas Bos BUMN?

07 Oktober2018
13:26 WIB
Oleh : Junaedy Ganie, Pemerhati Kebijakan Publik, Pakar Hukum & Praktisi Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Pergantian kepemimpinan BUMN lazim terjadi tetapi pergantian di tengah jalan tentu menimbulkan tanda tanya. Terkini terjadi pada jajaran pengurus Garuda dan Pertamina. Beberapa nama besar yang berhasil dan sempat dikagumi masyarakat tiba-tiba diganti atau bahkan menjadi tersangka. Penahanan Karen Agustiawan, mantan Dirut Pertamina, memperkuat rasa ingin tahu masyarakat.
Pada acara Executive Center for Global Leadership 4 Juli 2018, Meneg BUMN Rini Suwandi mengemukakan lima kompetensi utama yang harus dimiliki direksi BUMN.
Pertama, dapat membangun hubungan yang strategis bagi pemangku kepentingan. Kedua, tajam dalam melihat peluang bisnis. Ketiga, harus bisa menjadi agen perubahan. Keempat, dapat mengambil keputusan selaras dengan tujuan strategis organisasi. Kelima, berani melakukan investasi jangka panjang untuk kelangsungan perusahaan.
Tulisan ini mencoba membahas hubungan sikap pemerintah dan efektifitas kepemimpinan BUMN di era yang penuh tantangan ini, termasuk ancaman model bisnis Disruptive digital innovation berlandaskan inovasi teknologi yang memungkinkan pendatang baru dan usaha kecil mengalahkan korporasi besar yang telah mapan.
Kriteria pertama mungkin paling rumit mengingat pemangku kepentingan BUMN meluas sampai ranah birokrasi dan politik dan sulitnya menentukan ukuran keberhasilan. Ketajaman melihat peluang bisnis dapat diukur dari fokus bisnis, ekspansi, pertumbuhan dan prestasi keuangan. Kedudukan sebagai agen pembangunan adalah ciri khas yang membedakan BUMN dari swasta. Dampak keuangan yang timbul membuat pentingnya ukuran prestasi yang jelas. Pengambilan keputusan selaras dengan tujuan strategis organisasi antara pengurus BUMN dan pemerintah pada kriteria keempat merupakan keniscayaan. Ada tidaknya intervensi sangat berpengaruh. Komitmen dan konsitensi dituntut dari keduanya. Kriteria terakhir, keberanian melaksanakan investasi jangka panjang, termasuk dalam kesediaan menerapkan strategi jangka panjang, adalah komitmen untuk mencapai hasil berkelanjutan dari memproduksi barang atau jasa. Strategi tujuan berjangka pendek berisiko menimbulkan siklus usaha yang tidak stabil yang bisa menyulitkan era pemimpin pengganti. Pemimpin harus bersedia membangun legacy yang hasilnya mungkin tidak langsung jadi. Nilainya tidak kalah dari setoran dividen.
Secara umum, BUMN memerlukan pemimpin visioner, kesiapan memimpin transformasi korporasi, kemampuan membangun dan memberdayakan keunggulan dalam kecepatan, kreativitas, inovasi dan pemberdayaan SDM secara optimum serta mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan dengan baik.
Kepemilikan negara membuat BUMN yang dikelola dengan baik dapat berhasil. Sebaliknya, kepemilikan negara juga dapat berisiko membuatnya seolah-olah tanpa pemilik atau dimiliki kelompok tertentu saja.
Menurut pasal 1 UU No. 19/2003 tentang BUMN, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kedudukan dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris BUMN mutatis mutandis kurang lebih sama dengan UU PT, sebagai entitas tersendiri dan subyek hukum yang tunduk kepada UU PT. Namun, modal yang berasal dari kekayaaan negara menimbulkan irisan dan persinggungan antara UU PT dan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara (UU KN). Menurut UU KN, perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki pemerintah pusat. Tanpa batas minimum. Lalu, rezim KN kini masih menganut paham bahwa ‘kekayaan negara yang dipisahkan’ tetap merupakan ‘keuangan negara’.

Persimpangan Pemahaman 
Akibat hukumnya, kerugian pada ‘keuangan negara’ akan terkait dengan UU Tipikor. Disini tampak persimpangan pemahaman ‘kerugian korporasi’. Dalam perpektif UU BUMN, ia sebagai entitas yang melakukan tindakan keperdataan yang mengandung ‘risiko bisnis’.
Namun bagi UU KN adalah ‘kerugian keuangan negara’ yang mengganggu kepentingan publik, sehingga termasuk lingkup tindak pidana meski mungkin penyebabnya bersifat prosedural. Padahal, negara tidak bertanggung jawab atas kerugian pihak ketiga akibat tindakan BUMN yang bertindak sebagai subyek hukum perdata. Contoh lain, menurut pasal 4 UU BUMN, pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi berdasarkan sistem APBN tetapi pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Namun menurut UU KN, Menteri Keuangan membina dan mengawasi perusahaan negara.
Perbedaan logika hukum antar UU telah menyebabkan beberapa sisi dari pengelolaan BUMN kita berbeda dengan best practice di negara lain, seperti pada Temasek, dan mungkin juga Khasanah, yang dikelola layaknya suatu korporasi an sich tanpa melihat unsur kepemilikan negara. Kekhawatiran atas ketidakjelasan dan hambatan birokrasi mendorong pemimpin bersikap risk averse, menjaga status quo, tanpa terobosan berarti.
Tantangan besar dan risiko berhenti di tengah jalan perlu diimbangi penjaminan finansial seperti Asuransi Jabatan bagi Pengurus jika dihentikan sebelum masa jabatan berakhir dan Directors & Officers Insurance untuk melindungi dari risiko tuntutan hukum akibat tindakan dalam pengelolaan BUMN. Jaminan tersebut akan memperkuat kemandirian pengelolaan BUMN dan meningkatkan daya tarik BUMN bagi profesional yang kompeten.
Melihat tantangan dan risiko yang ada, berapa banyak yang sanggup mengemban tugas tersebut? Yang diperlukan bukan sekadar kompetensi dan integritas tetapi tekad dan tujuan yang jelas, menjadikannya tujuan dan tanggung jawab bersama, keteladanan, sikap yang tegas, konsistensi dan kepedulian untuk memberdayakan dan memanusiakan bawahan.
Jika betul kini banyak CEO BUMN orang keuangan mengingatkan ketika mereka yang berlatar belakang teknik, lalu orang pemasaran berkesempatan lebih besar menjadi CEO.
Pergeseran menunjukan adanya nilai-nilai yang berperan. Bandingkan dengan praktik organisasi tertentu di Jepang dimana CEO harus pernah memimpin SDM, karena dianggap aspek yang sangat penting.
Latar belakang harus selaras dengan target pencapaian tujuan organisasi, jangka pendek atau panjang. Tim manajemen tangguh memiliki kemampuan saling mengisi dan shared vision yang kuat dan kinerjanya tidak terganjal konflik internal. Keberhasilan kepemimpinan sudah tampak pada kinerja yang bagus dan keberhasilan sejumlah BUMN. Target akhir tentu From Good to Great.
Sangat manusiawi mengutamakan calon yang dikenal baik. Promosi orang dalam mengindikasikan proses suksesi yang baik. Tanpa succession plan dan sistem seleksi yang baik, kepengurusan BUMN dapat rawan konflik. Rekrutmen terbuka akan memperbanyak pilihan tetapi hanya akan menambah mata rantai, biaya dan merusak moral bangsa jika mekanisme seleksi salah. Hasil seleksi yang tidak pas dapat mengindikasikan perlunya meninjau keselarasan materi tes dengan kriteria calon, tujuan dan kebutuhan masing-masing BUMN dan apakah ada intervensi. Pencapaian kepemimpinan kuat Robby Djohan dengan kharisma menonjol ketika mentransformasi Garuda dan merger empat bank BUMN menjadi Bank Mandiri dan transformasi PT KAI di bawah Ignasius Jonan adalah contoh sukses yang dapat diulang. Terakhir, diperlukan kesinabungan penerapan kunci sukses agar keberhasilan berlanjut di kepemimpinan berikutnya.
*) Artikel dimuat di koran cetak  Bisnis Indonesia edisi Jumat (5/10/2018)


Monday 6 August 2018

BUMN Sebagai Lokomotif Ekonomi Nasional - Public Policy

Menyusul tulisan saya berjudul BUMN Sebagai Pemain Global yang dimuat di Harian Kompas pada 5 Juli 2018, pada 31 Juli 2018 telah diterbitkan pula oleh Harian Kontan tulisan saya berjudul BUMN Sebagai Lokomotif Nasional. Mudah-mudahan anda tertarik. Kedua tulisan tersebut saling melengkapi. Berikut adalah artikel yang dimaksud:

Add caption

Di tengah pusaran paradoks globalisasi yang kadang dianggap lebih bermanfaat bagi kepentingan modal transnasional ketimbang penduduk setempat, ada sejumlah kekhawatiran yang patut jadi perhatian. Yakni pelambatan ekonomi China, perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), kebijakan Trump, plus perkembangan ekonomi digital.

Catatan lain: harga komoditi yang anjlok di tengah penguatan dollar AS. Situasi itu juga tak menguntungkan di tengah melonjaknya defisit neraca perdagangan. Pertumbuhan ekonomi 5,2% ditengarai belum mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai. Indikator itu meningkatkan tekanan politik tahun ini dan 2019. Selamat datang di era volatility, uncertainty, complexity, ambiguity (VUCA).

Salah satu solusi: mengoptimalkan aset kekuatan ekonomi, seperti BUMN, menjadi lokomotif ekonomi nasional. Kinerja sejumlah BUMN dan daya saingnya menembus pasar global menunjukkan potensi BUMN.

Namun, kinerja keuangan BUMN seperti Garuda Indonesia yang mengecewakan mencerminkan besarnya tantangan pengelolaan BUMN. Apalagi, Garuda usaha penerbangan tertua, punya rute terbaik, didukung pemerintah, kursinya penuh, go public, dan maskapai bintang lima.

Padahal, Garuda sejatinya sedikit BUMN yang bisa membanggakan nasional. Menurut Michael E. Potter dalam The Competitive Advantage of Nations, daya saing suatu bangsa terletak di kekuatan korporasi yang dimilikinya.

Kajian atas kunci sukses dan penyebab kegagalan termasuk dampak intervensi berbagai stakeholders bisa mereplikasi kesuksesan atau menghindari kegagalan. Isu seputar Pertamina akhir-akhir ini melahirkan tantangan baru. Jika tanpa pesaing, SPBU Pertamina kualitasnya mungkin tak sebaik sekarang. Persaingan juga melahirkan inovasi seperti layanan Pertamina selama mudik Lebaran. Sebaliknya, tanpa faktor persaingan, KAI dalam waktu singkat sukses bertransformasi jadi penyedia layanan kereta api yang dibanggakan.

BUMN sendiri punya tugas penting. Mulai menggarap proyek infrastruktur yang masih di berbagai daerah, membangun jaringan telekomunikasi di pulau terluar, memperluas layanan bank dan pos di desa-desa, atau menyelesaikan proyek tol mangkrak.

Agenda nasional

Namun, untuk mengoptimalkan peran BUMN bagi kemandirian ekonomi nasional, ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yakni memenuhi kecukupan pangan dan energi nasional. Ketergantungan kebutuhan rakyat mulai beras, jagung, kedelai, daging, garam, gula dan BBM terhadap impor menuntut BUMN memiliki strategi dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

Negara berkembang, seperti Indonesia, juga menghadapi tekanan global dalam perdagangan dunia. Kita dituntut bisa menciptakan iklim investasi yang menarik bagi investor asing. Pada awal orde baru, Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk dengan modal, pengalaman, teknologi dan tenaga ahli dengan cepat menciptakan lapangan kerja. Lalu, mendidik tenaga lokal, yang dengan risiko investasi rendah jadi bagian penting pertumbuhan Indonesia.

Namun PMA dipengaruhi faktor seperti biaya buruh, potensi pasar lokal dan keamanan. Mereka dapat dengan mudah merelokasi asetjika kondisi tidak mendukung.

Yang menarik ekspansi global sejumlah BUMN, misalnya produsen semen, usaha telekomunikasi, minyak pelumas, pembangunan tol, gerbong kereta api, bahkan pesawat terbang telah menembus pasar global. Baik di bentuk operasional maupun ekspor. Prestasi ini menunjukkan BUMN bisa unggul di global.

Terkait fenomena di atas, seharusnya dilakukan kajian khusus untuk mengakselerasi agenda BUMN berkelas global, kompetitif dan mampu menjawab dynamic capability di era ekonomi disrupted-digital innovation ini.

Kinerja 143 BUMN dari 2014 ke 2017 cukup mengesankan, baik dalam kenaikan setoran pajak, peningkatan jumlah aset, maupun jumlah BUMN yang merugi. Bagaimanapun, perlu dikaji pencapaian yang berasal dari peningkatan produksi, dan akibat restrukturisasi keuangan. Ini penting karena membawa pengaruh beda bagi masyarakat dan kepentingan jangka panjang.

Sebagai agen pembangunan, tak semua BUMN dituntut mencetak laba tinggi. Sepanjang memberikan nilai tambah bagi masyarakat, seperti BBM satu harga, asas manfaat dan konsekuensinya bisa dipahami. Selanjutnya, kinerja 143 BUMN itu mesti di-benchmark-kan dengan bisnis sejenis di Indonesia dan pemain global guna menentukan cetak biru daya saing BUMN ke depan.

Pemerintah tentu berharap semua pelaku usaha, bisa jadi penyedia lapangan kerja, pemicu pertumbuhan ekonomi, serta pencetak pajak dan devisa. BUMN dan pelaku usaha swasta adalah mitra untuk saling memperkuat satu sama lain. Untuk bisa berkompetisi sekaligus berkolaborasi untuk kepentingan nasional.

Kesuksesan BUMN yang dibayar dengan kejatuhan usaha swasta bukan kesuksesan nasional. Dampak daya saing harus tecermin dalam peran aktif BUMN bagi pertumbuhan bisnis pendukung dan masyarakat. Penempatan kantor pusat di lokasi kegiatan utama meningkatkan efektivitas manajemen dan mempercepat pemerataan kemakmuran.

Problem efisiensi dan produktivitas adalah isu sentral yang harus terus dikikis. Efektivitas upaya seperti holding BUMN, kemitraan strategis antarBUMN, atau BUMN dan swasta, perlu diuji.

Kajian pihak independen yang kredibel akan memberi masukan guna menyusun agenda nasional seputar BUMN. Tidak mengejutkan jika dalam kajian ditemukan adanya intervensi banyak pihak, hambatan kapabilitas, kekosongan hukum, peraturan dan budaya korporat yang sudah usang bagi daya saing BUMN. Di sinilah perlunya program transformasi dalam kerangka hukum yang aspiratif, responsif, dan bottom-up. Sesuai kebutuhan sebagai alas politik nasional, pedoman kebijakan semua pihak.

Kemajuan negara dan kemakmuran rakyat berbanding lurus dengan konsistensi pelaksanaan rencana strategis jangka panjang. Hukum yang adil harus berperan sentral dan efektif menghindarkan penyalahgunaan.

Sesuai konsepsi teori pembangunan, hukum dapat berperan merancang masyarakat ke bentuk yang dikehendaki berdasar skala prioritas sesuai tingkat kesiapan masyarakat. Komitmen atas agenda nasional akan optimalkan potensi BUMN menarik gerbong ekonomi nasional perlu dukungan semua pihak.•

Junaedy Ganie
Pemerhati Kebijakan Publik, Pakar Hukum dan Praktisi Bisnis

Thursday 5 July 2018

BUMN sebagai Pemain Global, Kompas 5 Juli 2018 - Public Policy


Sunday 27 May 2018

DISTRIBUSI BBM: Simalakama Kebijakan Distribusi BBM Pertamina - Public Policy



Bisnis.com, JAKARTA — Terkait dengan rencana penyediaan kembali BBM jenis Premium di Jawa, Madura, Bali (Jamali), Kementerian Keuangan diberitakan sedang menunggu hasil revisi Perpres No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Eceran BBM untuk menghitung alokasi anggarannya.
Menoleh kebelakang, pada awal pemerintahannya, Presiden Jokowi mengambil kebijakan yang sangat berani ketika menghapus subsidi BBM saat harga BBM dunia justru turun tajam. Subsidi hanya tersisa untuk BBM jenis Biosolar dalam nominal tetap.
Penghematan subsidi besar puluhan tahun bak membakar uang akan dapat dialokasikan untuk keperluan pembangunan. Bahkan pada 2015 dikatakan bahwa ruang fiskal yang terbentuk dari penghapusan subsidi BBM mencapai Rp275 triliun!
Proses penyapihan BBM Premium dan keberlanjutan subsidi terbatas memberikan waktu kepada masyarakat untuk menyesuaikan kemampuan dan bagi Pertamina untuk mempercepat kesiapan bersaing. Harga BBM yang tinggi diharapkan akan mendorong masyarakat beralih ke sarana transportasi publik.
Bahwa Pertamina telah berhasil berbenah dari aspek penampakan, layanan konsumen dan kualitas BBM yang disediakan, hal ini mungkin tidak akan terjadi tanpa tekanan persaingan. BBM jenis Pertalite adalah terobosan yang terpuji sebagai produk antara sebelum benar-benar siap dengan produk yang memenuhi standar internasional.
Kewajiban bagi SPBU Pertamina untuk menyediakan jalur khusus bebas antrian bagi pelanggan Pertamax berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat BBM berkualitas tinggi. Terbukti dengan besarnya pengguna sepeda motor yang telah beralih ke Pertamax.
Namun, keunggulan Pertalite terhadap pesaing kini hilang sejak Shell dan Total telah ikut menjual BBM dengan RON 90 tanpa menanggung beban edukasi masyarakat seperti yang dilakukan Pertamina.
Selama ini di wilayah Jamali, penyediaan Premium tidak bersifat wajib. Aturan yang mewajibkan semua SPBU di Jamali menyediakan Premium merupakan kemunduran besar. Apalagi jika akan disubsidi. Kondisi langit Jakarta pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor menunjukan korelasi langsung dampak BBM pada tingkat polusi.
Polusi dari Premium yang mengandung RON 88 di Jamali yang padat akan mengganggu kesehatan masyarakat dan meningkatkan beban biaya kesehatan. Pada akhirnya akan menjadi beban pemerintah.
Di luar dampak bagi Pertamina yang harus memanggul beban yang tidak dialami pesaing, kembalinya Premium di Jamali akan menimbulkan paling tidak empat hal. Pertama, polusi udara yang meningkat akan megganggu kesehatan rakyat. Kedua, bagi pemilik kendaraan yang 50% diantaranya telah beralih ke Pertalite yang akan kembali ke BBM kualitas rendah akan menanggung beban ekonomi dari daya mesin yang berkurang, percepatan keausan mesin kendaraan, meningkatkannya biaya perawatan, dan berkurangnya usia kendaraan.
Ketiga, BBM murah tidak mendorong sasaran pemerintah agar masyarakat beralih ke transportasi publik. Keempat, ancaman beban berat bagi pengusaha SPBU milik swasta. Mereka adalah ujung tombak yang menentukan baik buruknya Pertamina di mata masyarakat.
Pemerintah mencanangkan kepada masyarakat tentang pentingnya beralih ke BBM ramah lingkungan. Kampanye peningkatan kualitas udara dengan BBM standar Euro 4 di Jakarta, Palembang, dan Bali menjelang Asian Games 2018 dapat menimbulkan tanda tanya tentang apa maunya pemerintah.
Jika serius menerapkan standar Euro 4, mungkin hanya kilang Balongan yang siap memproduksinya. Lalu, apakah kilang-kilang lainnya akan tidur dan jenis BBM lain akan dihilangkan? Jika pengusaha SPBU wajib menjual kembali produk RON 88 di Jamali, tidak semua SPBU memiliki dana atau sisa lahan, perlu waktu dan tidak dapat selesai sebelum Lebaran ini.
Adalah kemunduran besar jika produk Pertalite harus disisihkan agar Premium tersedia. Apalagi ketika Shell dan Total mulai ikut menjual produk RON 90 yang dirintis Pertamina. Bila lahan tersedia, pengusaha harus mengeluarkan investasi besar untuk menyediakan bangunan tambahan, mesin dispenser, tangki pendam dan infrastruktur lainnya tanpa tambahan volume, karena akan terjadi kanibalisme atas volume penjualan Pertalite.
Akan lebih parah jika dalam waktu singkat terjadi perubahan lagi dan tanpa jaminan iklim investasi. Dengan segala dampaknya, memperluas wilayah subsidi produk Premium ke Jamali akan memberi label buruk bahwa pemerintah tidak konsisten dan tidak memiliki visi serta perencanaan yang baik sejak awal atau Pertamina tidak menjalankan tugas dengan baik.
Harga BBM yang tinggi akan memaksa rakyat memilih sarana tranportasi umum, sehingga lebih pantas alat angkut publik yang diperbanyak dan diperbesar subsidinya, termasuk sebagai alokasi cadangan dana Public Service Obligation .
Jika Premium dipaksakan tersedia kembali, jangan bersifat wajib bagi pengusaha SPBU dan jika tujuannya untuk meringankan beban usaha dan masyarakat, sebaiknya hanya dijual pada jalur khusus untuk angkutan umum (pelat kuning), angkutan pedesaan, keperluan pertanian dan nelayan dan sepeda motor agar mudah diawasi.
Strategi Lain
Cara yang lebih efisien, Pertamina menyediakan Premium dalam kemasan sehingga pengusaha SPBU tak perlu investasi tambahan yang mengandung risiko tinggi. Bahkan daripada subsidi diberikan kembali untuk produk yang merusak kesehatan, akan lebih pantas diberikan bagi angkutan komersial sebab akan menurunkan harga pokok, sehingga menurunkan harga jual barang dan mengurangi tekanan inflasi!
Pertamina juga perlu menata kembali distribusi Premium di luar Jamali sesuai tingkat daya beli masyarakat. Misalnya, apakah tepat di desa-desa tertentu di pedalaman Sumatera, SPBU Pertamina tidak lagi menyediakan produk Premium? Apakah ini bukan akibat mengejar keuntungan komersial semata dengan membuat masyarakat tidak memiliki pilihan lain? Apakah mungkin jumlah target penyaluran Premium yang ditugaskan pemerintah akan dapat terpenuhi jika distribusi di luar Jamali di tata kembali?
Sebagai negara net importer BBM adalah penting untuk menemukan terobosan dan melaksanakannya secara konsisten. Misalnya, sebagai penghasil sawit terbesar di dunia, apakah penggunaan volume komponen CPO dalam Biosolar telah mencapai target 20%? Selain akan meningkatkan kesejahteraan petani sawit, hal itu secara jangka panjang akan meningkatkan kemandirian energi nasional.
Sekiranya harus disubsidi, komponen Biosolar yang berasal hasil tanaman dalam negeri dan dikonsumsi angkutan komersial, lebih pantas disubsidi daripada produk impor. Selain itu, promosi menggugah masyarakat tentang pentingnya beralih ke BBM berkualitas agar terus dilanjutkan.
Kuncinya adalah konsistensi dan untuk jangka panjang, pembuatan kebijakan memperhatikan keseimbangan kepentingan antara sasaran pemerintah akan BBM murah, program langit biru, kesehatan rakyat, iklim investasi yang sehat dan setoran dividen besar dari Pertamina yang kuat.
Keselarasan visi pemerintah dengan direksi Pertamina dan kebijakan yang berlandaskan pemahaman atas masalah yang dihadapi akan membuahkan hasil yang baik dan tahan terhadap tuduhan adanya motif-motif lain.
*) Artikel dimuat di koran Bisnis Indonesia edisi Selasa 23 Mei 2018