Oleh Junaedy Ganie
Di tengah konflik di
kancah politik nasional akhir-akhir ini yang mendapat beragam tanggapan masyarakat dan terlepas dari berbagai pandangan
terhadap dampaknya bagi kesejahteraan bangsa, terinspirasi gema takbir yang
berkumandang dalam suasana Idul Adha 1435 H, saya mencoba mengajak
untuk memperhatikan hal-hal yang menarik dan menunjukan adanya perbaikan yang
berkelanjutan dalam aspek kehidupan bangsa Indonesia.
Saya yakin sebagian besar
masyarakat pengunjung mall di Jakarta
dan kota-kota besar lainnya memperhatikan betapa besarnya perubahan pada
fasilitas ibadah yang disediakan oleh pengelola gedung dewasa ini. Sebelumnya, secara
umum, ruangan tempat ibadah yang disediakan sempit, gelap dan mungkin juga
berdebu. Untuk di Jakarta, sepengetahuan saya Pasaraya yang menjadi pelopor
penyediaan musholah yang luas dan bersih sebelum diikuti oleh sejumlah pusat
perbelanjaan modern lainnya. Saat ini, Pasaraya telah melangkah lebih jauh meninggalkan
pesaingnya dengan menggantikan musholah menjadi sebuah masjid yang luas dan
megah di salah satu lantai pusat perbelanjaan tersebut. Tersedianya fasilitas
ibadah yang nyaman bagi pengunjung tentu juga menimbulkan rasa nyaman bagi
pengunjung dan menjadikan keberadaan faslitas ibadah yang nyaman sebagai salah
satu pertimbangan pilihan mall yang
akan dikunjungi. Saya yakin keberadaan musholah yang nyaman ikut meningkatkan
jumlah pengunjung.
Saya masih ingat ketika
dulu terdapat hotel-hotel mewah yang menyediakan musholah di tempat yang sempit
atau jauh ke dalam atau ke bawah gedung. Bahkan saya ingat ketika harus sholat
di ruang kecil di bawah tangga pada sebuah hotel bintang lima. Atau, adanya petugas
hotel yang mengarahkan penggunaan ruang fasilitas klub pada hotel tersebut
untuk memudahkan tamu menegakan sholat karena fasilitas untuk umum yang
tersedia tidak nyaman. Saya juga pernah merasakan lantai musholah yang bergetar
terus sepanjang sholat. Ternyata, musholah di hotel bintang lima tersebut
persis terletak di atas ruang generating
set (generator). Namun, hal tersebut pada sejumlah hotel telah menjadi
sejarah karena sebagian besar pengelola hotel telah menyediakan musholah yang
memadai. Bahkan, jika tidak tersedia ruangan yang cukup, hotel mengkonversi beberapa
unit kamar hotel menjadi musholah permanen.
Apakah perkembangan
tersebut merupakan buah dari pemahaman petugas pemberi ijin pendirian gedung
yang semakin baik sehingga mempersyaratan musholah yang nyaman atau semata-mata
karena meningkatnya kesadaran pengelola gedung tentang manfaat musholah dalam
meningkatkan kunjungan tamu, membangun karakter bangsa menjadi warganegara yang
baik atau buah dari kombinasi antar keduanya?
Perkembangan yang ada menunjukan
tren yang bagus dan berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menegakan sholat atau mengurangi alasan untuk tidak sholat atau menunda sholat.
Namun, masih terdapat beberapa tempat yang belum berubah dan perlu mendapat
perhatian. Pada beberapa pusat perbelanjaan dan hotel, terutama pada gedung
yang tergolong tua, tamu-tamu masih memerlukan perjuangan berat untuk mencapai
lokasi musholah yang umumnya di basement
atau di area parkir, jauh dan terpencil. Terdapat pula, musholah bahkan masjid yang
bagus, bersih dan luas tetapi, sayangnya, terletak di lokasi yang sulit untuk
dicapai. Bahkan lokasinya begitu sulit untuk diingat, terutama karena tidak
adanya petunjuk arah yang jelas. Menyadari kesulitan yang akan dihadapi
tamu-tamu yang datang yang mungkin bisa tersesat, petugas-petugas gedung yang
saya maksud umumnya berbaik hati menawarkan mengantarkan tamu sampai ke
tikungan tertentu.
Selanjutnya, dalam
beberapa kunjungan saya ke daerah, baik ibukota provinsi maupun tingkat
kabupaten atau kotamadya, baik di Indonesia Bagian Barat maupun di Indonesia
Bagian Tengah, beberapa hotel, apalagi pada resort
yang kecil, tidak menyediakan petunjuk arah kiblat di kamar hotel. Akibatnya,
tamu harus menghubungi front office
untuk memperoleh informasi. Hal ini tentu menimbulkan kesan yang kurang baik
bagi hotel tersebut. Tidak semua tamu memiliki perangkat lunak petunjuk arah
kiblat di telepon genggam mereka. Saya yakin, pemerintah daerah dapat berperan
dalam meningkatkan kesadaran atau tanggung jawab pengelola untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap petunjuk arah kiblat tersebut. Ketentuan
tersebut, sekiranya belum ada atau belum tegas, sejogyanya dijadikan suatu
ketentuan baku sejak tarap proses perijinan dan dijadikan salah satu faktor
penting yang perlu diawasi ketika petugas melakukan pengawasan ke lapangan.
Akan menarik juga
mengetahui temuan jika diteliti tentang seberapa banyak restoran besar,
supermarket, pusat kebugaran yang telah menyediakan musholah yang pantas.
Mungkin masih banyak yang bahkan untuk karyawannya sendiri tidak tersedia
fasilitas tempat ibadah yang memadai.
Hukumdapat ditempatkan di depan untuk menjadi
pedoman dan alat pengawasan yang efektif. Alangkah baiknya jika lembaga
pemeringkat juga menjadikan fasilitas atau petunjuk sejenis sebagai bahan
pertimbangan. Semuanya akan memberikan manfaat bagi pembangunan manusia
Indonesia menjadi warga negara yang membanggakan.
Jakarta, 5 Oktober 2014, diantara kumandang takbir Idul Adha 1435 H.
Jakarta, 5 Oktober 2014, diantara kumandang takbir Idul Adha 1435 H.
No comments:
Post a Comment