Dr. Junaedy Ganie, SE,MH,ANZIIF (Fellow), AAIK(HC),CIP,ChFC, CLU, FCBArb, MCIArb, a practitioner in various kinds of alternative dispute resolution since 2007. Current profession as a seasoned professional, business leader, consultant and entrepreneur combined with past experiences in providing effective risk solutions to diverse businesses and in M&A have given him the advantages in his profession as an arbitrator. Author of Hukum Asuransi Indonesia (Indonesian Insurance Law) text book.
Friday, 21 April 2017
OJK & Pengawasan IKNB, Bisnis Indonesia 21 April 2017 - Public Policy
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Tuesday, 18 April 2017
Siapa (Berani) Mengawasi OJK ? Kontan, 17 April 2017 - Public Policy
Siapa
(berani) mengawasi OJK?
Bunyi lafal sumpah atau janji Dewan Komisioner OJK dalam pasal 16 UU No.
21/2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencerminkan tuntutan yang tinggi
terhadap sikap pejabat lembaga independen tersebut. Sesuai bunyi ketentuan
tersebut, Dewan Komisioner OJK bersumpah/berjanji untuk tidak akan memberikan
atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapapun, tidak akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam
bentuk apapun selain dari sumpah/janji untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung jawab.
Sebagai lembaga yang mengatur, mengawasi, memeriksa, menyidik, OJK memang
sebuah superbodi. Berdasarkan pasal 49 UU tentang OJK tersebut di atas, selain
pejabat penyidik Kepolisian Negara, pejabat PNS tertentu dapat diberi tugas dan
tanggung jawab bidang pengawasan sektor keuangan dan diperkerjakan di OJK
dengan wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sebagai lembaga yang mengatur, mengawasi, memeriksa, menyidik, siapa yang
mengawasi perilaku dan substansi pengaturan oleh OJK?
Salah satu asas yang menjadi landasan OJK dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya adalah asas profesionalitas, yakni mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang dengan berlandaskan pada kode etik dan ketentuan
perundangan-undangan dan asas integritas, yaitu berpegang teguh pada
nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.
Berdasarkan pasal 26 UU No.21/2011, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
fungsi, tugas dan wewenangnya, Dewan Komisioner membentuk organ pendukung yang
mencakup Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan organ lainnya sesuai
kebutuhan. Sebagai sebuah organ pendukung, organ-organ tersebut sepenuhnya
berada di bawah pengawasan Anggota Dewan Komisioner tertentu. Dewan Komisisoner
menetapkan dan menegakkan kode etik OJK.
Menurut Peraturan Dewan Komisioner No. 01/17/PDK/XII/2012 Tentang Kode
Etik, keanggotaan Komite Etik terdiri atas Ketua, Anggota dan Sekretariat.
Terdapat 2 Komite Etik, yaitu Komite Etik level Governance dan Komite Etik
level Manajemen. Komite Etik level Governance yang bertugas mengawasi kepatuhan
Anggota Dewan Komisioner terhadap kode etik OJK terdiri atas Wakil Ketua OJK
sebagai ketua, 2 anggota Dewan Komisioner OJK bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko sebagai anggota dan 3 orang unsur profesi/akademisi sebagai anggota dan
sekretariat.
Kata “2 anggota Dewan Komisioner bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko” tersebut menimbulkan tanda tanya sebab hanya ada 1 Ketua Anggota Dewan
Komisioner yang membawahi Dewan Audit. Mungkin maksudnya 2 orang di bawah Ketua
Anggota yang membawahi Dewan Audit. Selanjutnya, sebagai sebuah lembaga
independen yang mengenakan pungutan kepada lembaga jasa keuangan yang
diawasinya apakah pada tempatnya bila pembayar pungutan terwakili dalam Komite
Etik?
Komite Etik Manajemen yang bertugas mengawasi kepatuhan pejabat dan pegawai
OJK terhadap kode etik terdiri dari Wakil Ketua Dewan Komisioner sebagai ketua,
2 orang Deputi Manajemen Strategis sebagai anggota, dan 3 orang Direktur
sebagai anggota dan sekretariat. Pemeriksaan pejabat dan pegawai OJK yang
dilakukan oleh Komite Etik level Manajemen, bukan oleh atasan atau pemimpin
bidang terkait dapat menjadi contoh bentuk penerapan independensi.
Imunitas Komite Etik
Keberadaan 3 anggota Komite Etik level Governance yang berasal dari unsur
profesi.akademisi memperkuat independensi Komite Etik. Namun, untuk menjaga
independensi dan mendukung keberanian Komite Etik mengingat sebagian yang
diawasi berkedudukan sebagai atasan, perlu dipertimbangkan agar UU No. 21/2011
Tentang OJK memuat ketentuan tambahan yang akan melindungi atau memberikan
imunitas kepada Komite Etik terhadap tekanan atau pengaruh yang mungkin timbul
dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugasnya termasuk jaminan kepastian masa
jabatan kecuali dalam hal dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari
tindakannya.
Sepatutnya, kepada Komite Etik level Manajemen juga diberikan perlindungan
yang sama mengingat sebagian berkedudukan sebagai bawahan. Sebagai
perbandingan, sesuai ketentuan pasal 17 UU Tentang OJK dan bagian Umum
Penjelasan atas UU tersebut, independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan dan
bahwa secara perorangan pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak
dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU
tersebut. Salah satu alasan pemberhentian adalah pelanggaran terhadap. Kode
Etik. Whistle blowing telah diperkenalkan OJK sebagai salah satu mekanisme
penerimaan masukan.
Menurut pasal 15 Peraturan Dewan Komisioner OJK tersebut, putusan Komite
Etik merupakan rekomendasi (bukan final) yang diberikan kepada Pejabat
Pemutus, yang didefinisikan sebagai Dewan Komisioner yang berwenang menetapkan
sanksi atas pelanggaran Kode Etik. Tampaknya yang dimaksud dengan Pejabat
Pemutus adalah Dewan Komisioner tidak termasuk Anggota Dewan Komisioner yang
diduga melakukan pelanggaran.
Sesuai dengan asas akuntabilitas, setiap kegiatan dan hasil akhir dari
setiap kegiatan penyelenggaraan harus dipertanggungjawakan kepada publik sesuai
dengan ketentuan pasal 38 tentang Pelaporan dan Akuntabilitas, UU No. 21/2011,
OJK menyusun laporan keuangan dan laporan kegiatan bulanan, triwulanan dan
tahunan. OJK wajib menyampaikan laporan apabila DPR memerlukan penjelasan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban ke masyarakat, OJK menyampaikan laporan
kegiatan triwulanan kepada DPR. Namun, apabila ketidakpuasan konsumen terhadap
kebijakan dan tindakan lembaga jasa keuangan dapat diajukan kepada bidang
terkait di OJK, kemana lembaga jasa keuangan dan masyarakat mengadu apabila
tidak puas dengan OJK? Pintu mana yang harus diketuk sekiranya terdapat
peraturan yang dianggap mengandung lebih banyak mudharatnya, apabila masukan
langsung ke OJK tidak berhasil? Tugas Komite Etik hanya mengawasi perilaku.
Apabila permasalahan diselesaikan oleh DPR, sesuai kodratnya, putusannya dapat
bersifat politis.
Saat ini adalah momentum untuk meninjau kembali dan membenahi kekurangan
yang ada, mengisi ruang yang kosong berdasarkan temuan dalam 5 tahun pertama
keberadaan OJK. Disesuaikan dengan kondisi industri keuangan Indonesia dan
kepentingan publik demi memajukan perekonomian Indonesia. Pemangku kepentingan
terutama DPR dapat memikirkan jawaban atas berbagai pemikiran dan pertanyaan di
atas.
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Subscribe to:
Posts (Atom)