OPINI: Siapa Berani Duduk di Kursi Panas Bos BUMN?
07 Oktober2018
13:26 WIB
Bisnis.com, JAKARTA –
Pergantian kepemimpinan BUMN lazim terjadi tetapi pergantian di tengah jalan
tentu menimbulkan tanda tanya. Terkini terjadi pada jajaran pengurus Garuda dan
Pertamina. Beberapa nama besar yang berhasil dan sempat dikagumi masyarakat
tiba-tiba diganti atau bahkan menjadi tersangka. Penahanan Karen Agustiawan,
mantan Dirut Pertamina, memperkuat rasa ingin tahu masyarakat.
Pada acara Executive Center for Global Leadership 4
Juli 2018, Meneg BUMN Rini Suwandi mengemukakan lima kompetensi utama yang
harus dimiliki direksi BUMN.
Pertama,
dapat membangun hubungan yang strategis bagi pemangku kepentingan. Kedua, tajam
dalam melihat peluang bisnis. Ketiga, harus bisa menjadi agen perubahan.
Keempat, dapat mengambil keputusan selaras dengan tujuan strategis organisasi.
Kelima, berani melakukan investasi jangka panjang untuk kelangsungan
perusahaan.
Tulisan ini mencoba membahas hubungan sikap pemerintah dan
efektifitas kepemimpinan BUMN di era yang penuh tantangan ini, termasuk ancaman
model bisnis Disruptive digital innovation berlandaskan inovasi teknologi yang
memungkinkan pendatang baru dan usaha kecil mengalahkan korporasi besar yang
telah mapan.
Kriteria pertama mungkin paling rumit mengingat pemangku
kepentingan BUMN meluas sampai ranah birokrasi dan politik dan sulitnya
menentukan ukuran keberhasilan. Ketajaman melihat peluang bisnis dapat diukur
dari fokus bisnis, ekspansi, pertumbuhan dan prestasi keuangan. Kedudukan sebagai
agen pembangunan adalah ciri khas yang membedakan BUMN dari swasta. Dampak
keuangan yang timbul membuat pentingnya ukuran prestasi yang jelas. Pengambilan
keputusan selaras dengan tujuan strategis organisasi antara pengurus BUMN dan
pemerintah pada kriteria keempat merupakan keniscayaan. Ada tidaknya intervensi
sangat berpengaruh. Komitmen dan konsitensi dituntut dari keduanya. Kriteria
terakhir, keberanian melaksanakan investasi jangka panjang, termasuk dalam
kesediaan menerapkan strategi jangka panjang, adalah komitmen untuk mencapai
hasil berkelanjutan dari memproduksi barang atau jasa. Strategi tujuan
berjangka pendek berisiko menimbulkan siklus usaha yang tidak stabil yang bisa
menyulitkan era pemimpin pengganti. Pemimpin harus bersedia membangun legacy
yang hasilnya mungkin tidak langsung jadi. Nilainya tidak kalah dari setoran
dividen.
Secara umum, BUMN memerlukan pemimpin visioner, kesiapan
memimpin transformasi korporasi, kemampuan membangun dan memberdayakan
keunggulan dalam kecepatan, kreativitas, inovasi dan pemberdayaan SDM secara
optimum serta mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan dengan baik.
Kepemilikan negara membuat BUMN yang dikelola dengan baik
dapat berhasil. Sebaliknya, kepemilikan negara juga dapat berisiko membuatnya seolah-olah
tanpa pemilik atau dimiliki kelompok tertentu saja.
Menurut pasal 1 UU No. 19/2003 tentang BUMN, BUMN adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui
penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Kedudukan dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris BUMN mutatis mutandis
kurang lebih sama dengan UU PT, sebagai entitas tersendiri dan subyek hukum
yang tunduk kepada UU PT. Namun, modal yang berasal dari kekayaaan negara
menimbulkan irisan dan persinggungan antara UU PT dan UU No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara (UU KN). Menurut UU KN, perusahaan negara adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki pemerintah pusat. Tanpa batas
minimum. Lalu, rezim KN kini masih menganut paham bahwa ‘kekayaan negara yang
dipisahkan’ tetap merupakan ‘keuangan negara’.
Persimpangan
Pemahaman
Akibat hukumnya, kerugian pada ‘keuangan negara’ akan
terkait dengan UU Tipikor. Disini tampak persimpangan pemahaman ‘kerugian
korporasi’. Dalam perpektif UU BUMN, ia sebagai entitas yang melakukan tindakan
keperdataan yang mengandung ‘risiko bisnis’.
Namun
bagi UU KN adalah ‘kerugian keuangan negara’ yang mengganggu kepentingan
publik, sehingga termasuk lingkup tindak pidana meski mungkin penyebabnya
bersifat prosedural. Padahal, negara tidak bertanggung jawab atas kerugian
pihak ketiga akibat tindakan BUMN yang bertindak sebagai subyek hukum perdata.
Contoh lain, menurut pasal 4 UU BUMN, pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi
berdasarkan sistem APBN tetapi pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Namun menurut UU KN, Menteri Keuangan membina dan mengawasi perusahaan negara.
Perbedaan logika hukum antar UU telah menyebabkan beberapa
sisi dari pengelolaan BUMN kita berbeda dengan best practice di negara
lain, seperti pada Temasek, dan mungkin juga Khasanah, yang dikelola layaknya
suatu korporasi an sich tanpa melihat unsur kepemilikan negara. Kekhawatiran
atas ketidakjelasan dan hambatan birokrasi mendorong pemimpin bersikap risk
averse, menjaga status quo, tanpa terobosan berarti.
Tantangan besar dan risiko berhenti di tengah jalan perlu
diimbangi penjaminan finansial seperti Asuransi Jabatan bagi Pengurus jika
dihentikan sebelum masa jabatan berakhir dan Directors & Officers Insurance untuk melindungi dari risiko
tuntutan hukum akibat tindakan dalam pengelolaan BUMN. Jaminan tersebut akan
memperkuat kemandirian pengelolaan BUMN dan meningkatkan daya tarik BUMN bagi
profesional yang kompeten.
Melihat tantangan dan risiko yang ada, berapa banyak yang
sanggup mengemban tugas tersebut? Yang diperlukan bukan sekadar kompetensi dan
integritas tetapi tekad dan tujuan yang jelas, menjadikannya tujuan dan
tanggung jawab bersama, keteladanan, sikap yang tegas, konsistensi dan
kepedulian untuk memberdayakan dan memanusiakan bawahan.
Jika betul kini banyak CEO BUMN orang keuangan mengingatkan
ketika mereka yang berlatar belakang teknik, lalu orang pemasaran berkesempatan
lebih besar menjadi CEO.
Pergeseran
menunjukan adanya nilai-nilai yang berperan. Bandingkan dengan praktik
organisasi tertentu di Jepang dimana CEO harus pernah memimpin SDM, karena
dianggap aspek yang sangat penting.
Latar belakang harus selaras dengan target pencapaian
tujuan organisasi, jangka pendek atau panjang. Tim manajemen tangguh memiliki
kemampuan saling mengisi dan shared vision yang kuat dan kinerjanya tidak
terganjal konflik internal. Keberhasilan kepemimpinan sudah tampak pada kinerja
yang bagus dan keberhasilan sejumlah BUMN. Target akhir tentu From Good to Great.
Sangat manusiawi mengutamakan calon yang dikenal baik.
Promosi orang dalam mengindikasikan proses suksesi yang baik. Tanpa succession plan dan sistem seleksi yang
baik, kepengurusan BUMN dapat rawan konflik. Rekrutmen terbuka akan
memperbanyak pilihan tetapi hanya akan menambah mata rantai, biaya dan merusak
moral bangsa jika mekanisme seleksi salah. Hasil seleksi yang tidak pas dapat
mengindikasikan perlunya meninjau keselarasan materi tes dengan kriteria calon,
tujuan dan kebutuhan masing-masing BUMN dan apakah ada intervensi. Pencapaian
kepemimpinan kuat Robby Djohan dengan kharisma menonjol ketika mentransformasi
Garuda dan merger empat bank BUMN menjadi Bank Mandiri dan transformasi PT KAI
di bawah Ignasius Jonan adalah contoh sukses yang dapat diulang. Terakhir,
diperlukan kesinabungan penerapan kunci sukses agar keberhasilan berlanjut di
kepemimpinan berikutnya.
*)
Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Jumat (5/10/2018)