Oleh Dr. Junaedy Ganie
Pemerintah akan menambah 30 negara
asal turis yang bebas visa kunjungan ke Indonesia sehingga menjadi 45 negara.
Rencana yang sudah termasuk dalam salah satu dari 8 Paket Kebijakan Pemerintah yang diluncurkan bulan Maret 2015
mungkin harus melalui proses terkait asas resiprokal yang kita anut padahal tidak
semua negara diberikan kemudahan bebas visa masuk akan memberikan kemudahan
yang sama kepada warga negara Indonesia. Bagaimanapun, sebagai perbandingan, Malaysia
dan Thailand telah memberikan bebas visa
kunjungan masing-masing kepada 144 dan 56 negara dan mereka menerima kunjungan
wisatawan asing masing-masing 27.43 juta dan 24.77 juta orang pada tahun 2014. Indonesia hanya kedatangan 9.43 juta orang.
Sementara kebijakan bebas visa masuk
tentu akan meningkatkan jumlah turis tetapi untuk memperoleh jumlah yang
optimal diperlukan suatu kebijakan lanjutan yang berfokus pada kelancaran arus
informasi tentang daya tarik Indonesia, baik dari dari budaya, alam, wisata
belanja, pameran dan berbagai hal lainnya dan dukungan infrastruktur yang baik
mulai dari SDM, transportasi, hotel dari berbagai tingkatan, kebersihan dan
budaya melayani. Adanya fasilitas perawatan kesehatan yang baik tidak kalah
pentingnya dari sarana pendukung pokok lainnya. Demikian juga dengan faktor
keamanan dan kebersihan serta kesadaran terhadap kelestarian lingkungan. Di
atas semuanya, kebijakan tersebut harus dimulai dengan pemahaman yang baik
tentang dimana industri wisata Indonesia saat ini, kekurangan dan daya tarik
yang tidak dimiliki negara lain sehingga dipahami dengan baik langkah-langkah
yang akan diambil.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
diperlukan keterlibatan semua lapisan pemangku kepentingan dan masyarakat. Mengapa sulit menemukan brosur pariwisata di
hotel-hotel di Indonesia? Mengapa informasi di dunia maya tentang obyek
kunjungan yang menarik di Indonesia belum banyak dan kurang menarik? Kalau
industri pariwisata sendiri belum mampu, disinilah pemerintah harus berperan
untuk mengisi dan mengatasinya.
“Kita membanggakan diri sebagai
bangsa yang memiliki kreatifitas tinggi tapi sampai saat ini kita tidak
memiliki slogan pariwisata atau tagline
yang menggemakan dengan tepat daya tarik Indonesia di mata dunia untuk
berkunjung. Bandingkan cakupan dan bobot makna yang terasa dalam tagline Truly Asia nya Malaysia dengan Wondeful
Indonesia. Indonesia memang negara besar yang menawarkan banyak daya tarik.
Jika belum ada yang bersifat nasional secara tepat, mungkin yang lebih
dibutuhkan adalah tagline untuk
masing-masing sektor pariwisata seperti budaya, alam, belanja. Perlu dipelajari
apakah lebih baik promosi pariwisata dibagi dalam kluster-kluster sesuai sektor
atau berdasarkan potensi wilayah. Bukan dengan pendekatan “Ini Indonesia yang besar dan
memiliki semuanya. Datanglah” sehingga pesan menjadi sulit disampaikan
dan calon pengunjung sulit untuk mencerna
dan menentukan pilihan dan biaya menjadi mahal.
Peran masyarakat Bali atas pentingnya
melayani, memberi informasi dan menjaga turis
asing dan domestik sangat besar dalam menciptakan dan melestarikan daya
tarik pariwisata Bali. Pemerintah perlu membangkitkan kesadaran masyarakat di
berbagai daerah dengan kekayaan potensi pariwisata yang berharga untuk berperan
sama. Jika belum pernah dilakukan, upaya melibatkan masyarakat luas harus
dimulai secara tepat dari sekarang bersamaan dengan momentum bebas visa
kunjungan ini. Kita berupaya keras mendukung kejayaan Indonesia di berbagai
kompetisi kemampuan intelektual di tingkat dunia dan telah menorehkan prestasi,
misalnya, pada Olympiade Mathematika. Bagaimana jika kita juga memiliki, mulai
dari tingkat SD, SMP, SMA dan Universitas serta masyarakat umum, pemenang
kompetisi “Sekiranya saya Menteri Pariwisata” sebagai salah satu contoh
atau
“Peranku sebagai (Bupati/Walikota/Camat) dalam pariwisata daerahku”. Hasil
kompetisi tersebut akan memberikan beragam masukan berharga bagi pemerintah dan
pelaku usaha pariwisata dan sektor pendukung disamping buah dalam peningkatan
kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan masyarakat dalam pengembangan
dunia pariwisata dan multiplier effect
yang yang dihasilkannya. Termasuk
kesadaran akan pilihan karir dalam bidang pariwisata. Memang tidak banyak yang
dapat dilakukan dengan biaya promosi
pariwisata yang sebesar Rp 300 milyar pada 2014. Kenaikan menjadi Rp 1.2
triliun pada tahun 2015 harus menunjukan perbedaan yang nyata.
Salah satu kekurangan sektor
pariwisata adalah kadangkala terdapat perbedaan perlakuan antara wisatawan
domestik dan asing, sementara wisatawan Indonesia diperlakukan tanpa perbedaan
dalam kunjungan wisata ke luar negeri. Wisatawan asing akan mendatangkan devisa
dan memperbaiki defisit neraca perdagangan Indonesia tetapi jumlah wisatawan
domestik yang besar akan memberikan dampak positif yang besar pula, bahkan mungkin
lebih besar, bagi penyebaran dan pemerataan pendapatan nasional. Jangan pula disampingkan
peranan wisata domestik dalam merajut keutuhan persatuan Nusantara.
Persepsi bahwa wisata lokal itu mahal
perlu diatasi, bukan dengan penghalusan kata meskipun tetap mahal tetapi dengan
melahirkan sinergi dan pemahaman bahwa wisata lokal menjadi mahal karena
pendatang masih kecil dan biaya yang mahal membuat jumlah wisatawan tidak
meningkat. Pemerintah perlu mengatur strategi, menemukan terobosan untuk
mengatasinya dan bahkan harus siap membiayainya terutama pada musim atau event tertentu sehingga biaya menjadi
murah karena jumlah wisatawan yang besar termasuk jika perlu penyediaan sarana
transportasi umum pada musim-musim tersebut karena biaya transportasi, selain
sepeda motor, merupakan komponen biaya yang tinggi pada kunjungan ke daerah
yang jumlah wisatawan masih terbatas. Demikian juga dengan adanya sinergi dalam
pengaturan jadwal penerbangan, misalnya bagaimana membuat jadwal penerbangan
lanjutan yang baik sehingga wisatawan tidak harus menginap di tempat transit
agar bisa mengambil jadwal penerbangan pagi keesokan harinya. Untuk itu diperlukan peta wisata (road map) yang saling mendukung sesuai
dengan sektor, minat dan kluster-kluster yang dibentuk sesuai dengan potensi
daerah masing-masing. Tuntutan dan kebutuhan wisatawan asing dan domestik sudah
sama. Terpenuhi salah satu akan bermanfaat bagi semua.
Besaran biaya adakalanya bisa disiasati.
Di meja resepsionis sebuah hotel besar tempat kami menginap minggu lalu di
Labuan Bajo terdapat pamplet “Penginapan
khusus bule, Rp 100,000, per malam. Bersih, air panas” dan entah apalagi
yang tertulis disana menujukan wisatawan asing pun datang dari berbagai kelas
dan latar belakang dan semuanya memberikan kontribusi positif bagi Indonesia.
Dalam kunjungan kami ke Flores belum
lama ini kami berkenalan dengan mereka yang datang dari Perancis, Belanda, Itali,
Swiss, Denmark, bahkan perempuan Polandia yang datang karena daya tarik danau
Kelimutu, Labuan Bajo, Komodo dan sekitarnya. Pengunjung terbanyak ke Kelimutu
menurut guide kami adalah bangsa
Perancis. Potensi wisatawan asing memang tidak terbatas. Potensi wisatawan
domestik mungkin tidak kalah.
Nusantara memiliki daya tarik bagi
Anda yang selama ini berwisata ke berbagai negara di Asean, Hongkong, Cina, Jepang
dan Australia untuk menikmati perbedaan budaya dan memperoleh pengalaman baru.
Juga bagi mereka yang melakukan perjalanan ke Timur Tengah, Mesir dan Istanbul.
Masih ada tempat bagi Anda yang selama
ini berwisata ke London, Paris, Roma, New York dan kota-kota besar dunia
lainnya untuk mengisi keseimbangan jiwa. Bahkan, jika Anda selama ini telah
melangkah mengejar eksotisme dan
romatisme pulau pulau atau kota-kota kecil seperti Annecy di Perancis,
Portofino di Italia, Santorini di Yunani, mengapa tidak mencoba menjelajahi dan
menikmati ombak, pantai, untaian pulau-pulau indah dan alam bawah laut
Nusantara, misalnya di Labuan Bajo dan sekitarnya selain dari kunjungan ke
Pulau Komodo. Mungkin pernah mendengar pink
beach atau mendaki ke puncak pulau Gili Lawa disana? It’s magnificent. Selamat
berwisata domestik.
Jakarta, 26 Maret 2015
No comments:
Post a Comment