SOSOK ARBITER JUNAEDY GANIE
Berawal dari Melakukan Perjalanan
Bisnis Indonesia, 21 Mei 2015
Wan Ulfa Nur Zuhra
Di Palembang, Sumatra Selatan,
seorang pemuda bernama Junaedy Ganie menyusun rencana untuk melakukan
perjalanan ke negeri yang jauh. Usianya 19 tahun kala itu. Gagasan tentang perjalanan
itu sudah dipikirkannya sejak tahun pertama menjadi mahasiswa. Menurutnya,
melakukan perjalanan akan memberinya banyak pelajaran tentang banyak hal baru.
Beruntung, dia punya seorang teman dengan ide yang sama. Keduanya saling
menguatkan keinginan satu sama lain. Alhasil, berangkatlah mereka ke Sydney,
Australia.
Di Sydney, mereka ikut berbagai
kursus, keduanya belajar banyak hal mulai dari bahasa, budaya, hingga bisnis.
Dua tahun kemudian, Junaedy memutuskan kembali ke Indonesia dan temannya
menetap di Sydney hingga kini. Junaedy tidak pulang ke Palembang, melainkan ke
Jakarta. Selama di Sydney, dia melihat betapa industri asuransi tumbuh dengan
pesat. “Saya lihat perusahaan asuransi kantornya megah-megah, beda dengan di
Indonesia waktu itu,” katanya. Dia pun memantapkan diri untuk berkarir di
bidang asuransi. Waktu itu, karena belum menyelesaikan pendidikan sarjana, Junaedy
hanya bisa menjadi door to door salesman atau agen asuransi. Namun kerja keras dan ke inginan
untuk terus belajar membawanya sampai pada saat ini, seorang arbiter yang
dengan bijak menjadi mediator atas berbagai sengketa.
Menjadi seorang arbiter
bukanlah rencananya sejak awal. Pilihan itu berawal dari kegelisahan terkait
banyaknya persengketaan yang ditangani oleh hakim dan pengacara yang kerap
memiliki pengetahuan terbatas tentang kasus yang dipersengketakan. Lulusan S3
Hukum Bisnis Universitas Padjadjaran itu menunjukkan ketertarikannya terhadap
penyelesaian sengketa melalui arbitrase jauh sebelum dia melanjutkan
perndidikan S2-nya. Ketertarikan itu juga dibuktikannya dengan menyusun tesis
tentang arbitrase dan memilih Prof. Priyatna Abdurrasyid sebagai ketua
pembimbingnya.
PENGAKUAN KEPAKARAN
Priyatna yang merupakan Ketua
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pun melihat ketertarikan Junaedy dan
meminangnya sebagai arbiter setahun setelah kelulusannya. Menjadi arbiter
bukanlah suatu perkerjaan yang semua orang bisa melamar, sebab arbiter biasanya
dilamar. Menurutnya hal itu merupakan pengakuan kepakaran seseorang dalam bidangnya
dan atas nilai yang dianutnya.
Sebelum melanjutkan sekolah di
Hukum Bisnis Unpad, Junaedy mengawali karirnya sebagai agen asuransi. Karirnya
terus menanjak, pada 2011 hingga 2014 lalu, Junaedy menjabat sebagai pucuk pimpin
an PT BNI Life Insurance. Kini dia juga menjabat sebagai komisaris independen
di Allianz, perusahaan asuransi jiwa berbasis di jerman. Sepak terjang Junaedy
di industri asuransi membuatnya di percaya menangani sengketa terkait asuransi dan
penjaminan. Pada awalnya dua sektor itu saja yang ditanganinya sebagai arbiter.
Namun, seiring pengalaman yang bertambah dan kepercayaan masyarakat yang
meningkat, dia dipercaya menjadi arbiter untuk berbagai perkara non-asuransi seperti
investasi, pertambangan, telekomunikasi, infrastruktur, dan sebagainya. Latar
belakang sebagai pialang asuransi dan risk manager yang digelutinya
selama puluhan tahun, menjadi modal berharga dalam memahami bisnis yang sedang
dipersengketakan dalam perkara arbitrase. “Menjadi broker dan risk manager itu kan menangani berbagai perusahaan
dari sekian banyak sektor, untuk menangani risikonya kan harus paham jenis bisnisnya, dari situlah saya memiliki pemahaman
akan banyak sektor bisnis,” ungkapnya.
Kegemaran Junaedy melakukan perjalanan
tidak luntur hingga sekarang. Jika ada waktu luang, dia kerap menyisihkannya untuk
melakukan perjalanan bersama keluarga. “Kebetulan istri dan anak-anak saya juga
senang jalan,” katanya. Tiap ada perjalanan bisnis pun, Junaedy kerap
menyempatkan untuk mengunjungi tempat-tempat yang menurutnya menarik. Saat ke Medan,
misalnya, di tengah-tengah kesibukan, dia menyempatkan diri ke kediaman Tjong A
Fie, seorang saudagar Tiongkok yang cukup berjasa dalam pembangunan
perekonomian kota Medan. Atau saat dia ke Tasikmalaya untuk perjalanan bisnis,
dalam perjalanan pulang, Junaedy menyempatkan singgah ke Kampung Naga, sebuah kampong
yang penduduknya masih bertahan dalam kehidupan tanpa listrik dan selalu
menjaga kelestarian alam. Junaedy memang enggan mengunjungi tempat-tempat yang terlalu
biasa dikunjungi. Dalam melakukan perjalanan, dia kerap mencari keunikan budaya
dan sejarah, selain sekadar keindahan alamnya.