Monday 8 December 2014

Asuransi sebagai gaya hidup masyarakat - Insurance


Asuransi sebagai gaya hidup masyarakat -
Kesadaran berasuransi dan peranan asuransi wajib

Dr. Junaedy Ganie
Disadari atau tidak, untuk keperluan pribadi, orang mengalihkan risiko atau berinvestasi dengan membeli asuransi bertujuan untuk menjaga gaya hidup, untuk diri sendiri atau keluarganya atau untuk meningkatkan gaya hidup mereka. Jika Anda belum termasuk kelompok yang telah memiliki perlindungan asuransi, minimum untuk kebutuhan dasar seperti asuransi kehidupan (jiwa), rumah, mobil dan pendidikan serta kesehatan, Anda tidak sendirian, malah tergolong kelompok mayoritas.
Berbagai hal menjadi penyebabnya. Misalnya, sebagian lapisan bangsa Indonesia tidak memiliki asuransi karena pengetahuan tentang keberadaan dan peran asuransi belum sampai kepada mereka. Pada sebagian lagi adalah karena citra atau persepsi asuransi di mata mereka masih belum baik terutama dari aspek layanan klaim, terlepas dari bahwa sebagiannya timbul karena pemahaman masyarakat tentang lingkup pertanggungan dan prosedur klaim asuransi yang belum baik. Persepsi tentang biaya asuransi yang dianggap tinggi merupakan salah satu lainnya.
Dari waktu ke waktu ketika menjadi pembicara umum, pengajar atau instruktur di berbagai forum termasuk di depan mahasiswa selama belasan tahun, saya memanfaatkan waktu yang tersedia untuk melakukan riset sederhana untuk mengetahui tingkat kesadaran berasuransi masyarakat Indonesia dan menjadikanya sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran berasuransi masyarakat. Tergantung dari waktu yang tersedia, adakalanya hal tersebut saya lakukan tidak lain dari sebagai ice breaker. 
Pertanyaan standar pertama yang saya ajukan antara lain adalah: “Apa harta yang paling berharga yang Anda miliki selain diri Anda sendiri dan keluarga? Hampir dipastikan mereka akan menjawab rumah atau kendaraan yang dimiliki sebagai harta yang paling mahal.
Pertanyaan tersebut saya susulkan dengan pertanyaan kedua: “Berapa premi asuransi kebakaran per tahun atas rumah tinggal yang nilainya sebesar Rp 100,000,000? Jawaban yang saya peroleh masih sering memprihatinkan karena tebakan yang saya terima masih berkisar Rp 500,000.- sampai Rp 1,000,000.-. Bahkan  dalam suatu forum besar yang dihadiri guru-guru sekolah tingkat menengah atas di ibukota, saya pernah memperoleh jawaban Rp 10,000,000 ! Bandingkan jauhnya perbedaan antara jawaban yang diberikan dengan premi asuransi kebakaran per tahun yang hanya sebesar Rp 57,000.- untuk jaminan terhadap kebakaran, sambaran petir, ledakan dan tertimpa pesawat terbang.
Saya selalu berharap sebagian dari peserta pertemuan tersebut segera membeli polis asuransi untuk perlindungan rumah, mobil dan kehidupan mereka, setelah mereka menyadari bahwa hanya dengan sekedar kelipatan dari Rp 57,000.- untuk setiap Rp 100,000,000.- nilai bangunan rumah tinggal, atau termasuk perabot dan isi lainnya yang mereka miliki, mereka akan mendapat rasa tenang dan aman bahwa harta mereka yang berharga mendapat jaminan asuransi. Namun, memang masih banyak pekerjaan rumah yang menunggu untuk mengatasi tantangan sehingga kebutuhan terhadap perlindungan asuransi, baik asuransi umum maupun asuransi kehidupan (jiwa) menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia.
Sebagian besar masyarakat masih membeli asuransi sebagai pemenuhan kewajiban dalam perjanjian kredit atau pembiayaan yang mengharuskan mereka memiliki perlindungan asuransi atau rumah atau kendaraan bermotor yang mereka beli. Perbankan dan lembaga pembiayaan berperan besar dalam peneterasi asuransi di Indonesia.
Temuan tersebut di dukung oleh hasil survei nasional literasi keuangan yang dilakukan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013 bahwa peneterasi asuransi atau jumlah mereka yang telah menjadi pemegang polis asuransi di negara kita masih sebesar 11.81%.  Angka tersebut sebenarnya sudah mulai menggembirakan walaupun pasti belum merata. Dari sumber yang sama disebutkan bahwa masyarakat Indonesia yang paham tentang manfaat asuransi  baru mencapai 17.84%.  Sementara itu, kontribusi premi asuransi terhadap PDB adalah hanya sebesar 2.16% pada tahun 2012, naik dari 1.82% pada 2008.  Data ini mungkin juga kurang akurat sebab masih terdapat  kemungkinan penghitungan dua kali (double counting) pada premi reasuransi yang dihitung ulang pada jumlah premi keseluruhan. Meskipun demikian, bonus demografi dan besarnya populasi kelas menengah Indonesia yang terus berkembang pesat memberikan optimisme yang tinggi terhadap pertumbuhan industri asuransi di Indonesia. Hal ini terbukti pula dengan tingginya minat pelaku asing untuk mengembangkan usaha asuransi di Indonesia, baik bagi yang sudah ada maupun bagi pendatang baru.
Kita dapat mengharapkan peranan BPJS Kesehatan yang menjadi asuransi wajib sejak 2015 nanti terhadap peningkatan kesadaran masyarakat terhadap keberadaan jasa perlindungan asuransi terhadap risiko yang mereka hadapi. Dari aspek kesadaran untuk membeli asuransi, BPJS akan berpengaruh positif jika layanan yang diberikan memuaskan masyarakat. Sebaliknya, BPJS dapat berpengaruh negatif jika citra dan persepsi masyarakat terhadap layanan yang diberikan tidak menggembirakan. Momentum keberadaan BPJS dapat dijadikan titik tolak bagi semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran berasuransi masyarakat Indonesia. Pelaku bisnis asuransi dan bisnis pendukung dan asosiasi terkait, pemerintah atau regulator, media masa, lembaga perlindungan konsumen dan nasabah sendiri berkepentingan untuk mengambil peran penting.
Kemampuan pelaku asuransi meningkatkan citra dan persepsi masyarakat terutama melalui layanan klaim yang diberikan memiliki pengaruh yang sangat tinggi. Dari peranan pemerintah atau regulator, salah satu bentuk yang upaya yang perlu ditempuh untuk meningkatkan kesadaran berasuransi masyarakat adalah dengan menerapkan sejumlah asuransi wajib yang penting dimiliki masyarakat. Sebagai contoh adalah penerapan Asuransi Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga  yang bersifat wajib terhadap setiap pemilik kendaraan bermotor. Polis asuransi tersebut bukan saja akan meningkatkan kesadaran berasuransi tetapi akan berpengaruh besar sebagai sarana menjaga kesejahteraan masyarakat dan mengurangi dampak ekonomis yang tinggi akibat kecelakaan lalu lintas, baik terhadap kerugian harta benda maupun terhadap kehilangan jiwa dan biaya pengobatan atas luka-luka yang diderita korban kecelakaan lalu lintas. Keberadaan polis asuransi tersebut juga akan meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat dan berkurangnya korban tabrak lari yang umum terjadi.  
Pelaku bisnis asuransi komersial tentu berharap penerapannya sebagai asuransi wajib akan terbuka bagi semua perusahaan asuransi, tanpa pemerintah perlu mencadangkan modal untuk membuat perusahaan asuransi BUMN baru. Kebijakan tersebut sekaligus akan memperbesar kue asuransi nasional.
Keberadaan Asuransi Asuransi Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga tersebut telah diwacanakan sejak tahun 1970an tapi Indonesia belum melangkah dari titik yang sama. Sementara itu, sejumlah negara Asean termasuk Filipina dan Vietnam telah menerapkannya! Kita mungkin sering atau terbiasa tertinggal sehingga ketertinggalkan mungkin pula tidak lagi menjadi beban tetapi menyusul  atau meniru walaupun belum dapat mendahului akan selalu lebih baik.

Karawang, 6 Desember 2014.

No comments:

Post a Comment