Asuransi sebagai gaya hidup
masyarakat -
Kesadaran berasuransi dan peranan asuransi wajib
Kesadaran berasuransi dan peranan asuransi wajib
Dr. Junaedy
Ganie
Disadari atau tidak, untuk keperluan
pribadi, orang mengalihkan risiko atau berinvestasi dengan membeli asuransi
bertujuan untuk menjaga gaya hidup, untuk diri sendiri atau keluarganya atau untuk
meningkatkan gaya hidup mereka. Jika Anda belum termasuk kelompok yang telah
memiliki perlindungan asuransi, minimum untuk kebutuhan dasar seperti asuransi
kehidupan (jiwa), rumah, mobil dan pendidikan serta kesehatan, Anda tidak
sendirian, malah tergolong kelompok mayoritas.
Berbagai hal menjadi penyebabnya.
Misalnya, sebagian lapisan bangsa Indonesia tidak memiliki asuransi karena
pengetahuan tentang keberadaan dan peran asuransi belum sampai kepada mereka. Pada
sebagian lagi adalah karena citra atau persepsi asuransi di mata mereka masih
belum baik terutama dari aspek layanan klaim, terlepas dari bahwa sebagiannya
timbul karena pemahaman masyarakat tentang lingkup pertanggungan dan prosedur
klaim asuransi yang belum baik. Persepsi tentang biaya asuransi yang dianggap
tinggi merupakan salah satu lainnya.
Dari waktu ke waktu ketika menjadi pembicara
umum, pengajar atau instruktur di berbagai forum termasuk di depan mahasiswa
selama belasan tahun, saya memanfaatkan waktu yang tersedia untuk melakukan
riset sederhana untuk mengetahui tingkat kesadaran berasuransi masyarakat
Indonesia dan menjadikanya sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran
berasuransi masyarakat. Tergantung dari waktu yang tersedia, adakalanya hal
tersebut saya lakukan tidak lain dari sebagai ice breaker.
Pertanyaan standar pertama yang saya
ajukan antara lain adalah: “Apa harta yang paling berharga yang Anda
miliki selain diri Anda sendiri dan keluarga? Hampir dipastikan mereka
akan menjawab rumah atau kendaraan yang dimiliki sebagai harta yang paling
mahal.
Pertanyaan tersebut saya susulkan
dengan pertanyaan kedua: “Berapa premi asuransi kebakaran per tahun
atas rumah tinggal yang nilainya sebesar Rp 100,000,000? Jawaban yang
saya peroleh masih sering memprihatinkan karena tebakan yang saya terima masih
berkisar Rp 500,000.- sampai Rp 1,000,000.-. Bahkan dalam suatu forum besar yang dihadiri
guru-guru sekolah tingkat menengah atas di ibukota, saya pernah memperoleh
jawaban Rp 10,000,000 ! Bandingkan jauhnya perbedaan antara jawaban yang
diberikan dengan premi asuransi kebakaran per tahun yang hanya sebesar Rp
57,000.- untuk jaminan terhadap kebakaran, sambaran petir, ledakan dan tertimpa
pesawat terbang.
Saya selalu berharap sebagian dari
peserta pertemuan tersebut segera membeli polis asuransi untuk perlindungan rumah,
mobil dan kehidupan mereka, setelah mereka menyadari bahwa hanya dengan sekedar
kelipatan dari Rp 57,000.- untuk setiap Rp 100,000,000.- nilai bangunan rumah
tinggal, atau termasuk perabot dan isi lainnya yang mereka miliki, mereka akan
mendapat rasa tenang dan aman bahwa harta mereka yang berharga mendapat jaminan
asuransi. Namun, memang masih banyak pekerjaan rumah yang menunggu untuk
mengatasi tantangan sehingga kebutuhan terhadap perlindungan asuransi, baik
asuransi umum maupun asuransi kehidupan (jiwa) menjadi bagian dari gaya hidup
masyarakat Indonesia.
Sebagian besar masyarakat masih
membeli asuransi sebagai pemenuhan kewajiban dalam perjanjian kredit atau
pembiayaan yang mengharuskan mereka memiliki perlindungan asuransi atau rumah
atau kendaraan bermotor yang mereka beli. Perbankan dan lembaga pembiayaan
berperan besar dalam peneterasi asuransi di Indonesia.
Temuan tersebut di dukung oleh hasil survei
nasional literasi keuangan yang dilakukan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun
2013 bahwa peneterasi asuransi atau jumlah mereka yang telah menjadi pemegang
polis asuransi di negara kita masih sebesar 11.81%. Angka tersebut sebenarnya sudah mulai
menggembirakan walaupun pasti belum merata. Dari sumber yang sama disebutkan
bahwa masyarakat Indonesia yang paham tentang manfaat asuransi baru mencapai 17.84%. Sementara itu, kontribusi premi asuransi
terhadap PDB adalah hanya sebesar 2.16% pada tahun 2012, naik dari 1.82% pada
2008. Data ini mungkin juga kurang
akurat sebab masih terdapat kemungkinan penghitungan dua kali (double counting) pada premi reasuransi
yang dihitung ulang pada jumlah premi keseluruhan. Meskipun demikian, bonus
demografi dan besarnya populasi kelas menengah Indonesia yang terus berkembang
pesat memberikan optimisme yang tinggi terhadap pertumbuhan industri asuransi
di Indonesia. Hal ini terbukti pula dengan tingginya minat pelaku asing untuk
mengembangkan usaha asuransi di Indonesia, baik bagi yang sudah ada maupun bagi
pendatang baru.
Kita dapat mengharapkan peranan BPJS
Kesehatan yang menjadi asuransi wajib sejak 2015 nanti terhadap peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap keberadaan jasa perlindungan asuransi terhadap
risiko yang mereka hadapi. Dari aspek kesadaran untuk membeli asuransi, BPJS
akan berpengaruh positif jika layanan yang diberikan memuaskan masyarakat.
Sebaliknya, BPJS dapat berpengaruh negatif jika citra dan persepsi masyarakat
terhadap layanan yang diberikan tidak menggembirakan. Momentum keberadaan BPJS
dapat dijadikan titik tolak bagi semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan
kesadaran berasuransi masyarakat Indonesia. Pelaku bisnis asuransi dan bisnis
pendukung dan asosiasi terkait, pemerintah atau regulator, media masa, lembaga
perlindungan konsumen dan nasabah sendiri berkepentingan untuk mengambil peran
penting.
Kemampuan pelaku asuransi
meningkatkan citra dan persepsi masyarakat terutama melalui layanan klaim yang
diberikan memiliki pengaruh yang sangat tinggi. Dari peranan pemerintah atau
regulator, salah satu bentuk yang upaya yang perlu ditempuh untuk meningkatkan
kesadaran berasuransi masyarakat adalah dengan menerapkan sejumlah asuransi
wajib yang penting dimiliki masyarakat. Sebagai contoh adalah penerapan Asuransi
Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga yang bersifat wajib terhadap setiap pemilik
kendaraan bermotor. Polis asuransi tersebut bukan saja akan meningkatkan
kesadaran berasuransi tetapi akan berpengaruh besar sebagai sarana menjaga
kesejahteraan masyarakat dan mengurangi dampak ekonomis yang tinggi akibat
kecelakaan lalu lintas, baik terhadap kerugian harta benda maupun terhadap
kehilangan jiwa dan biaya pengobatan atas luka-luka yang diderita korban
kecelakaan lalu lintas. Keberadaan polis asuransi tersebut juga akan
meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat dan berkurangnya korban tabrak lari
yang umum terjadi.
Pelaku bisnis asuransi komersial
tentu berharap penerapannya sebagai asuransi wajib akan terbuka bagi semua
perusahaan asuransi, tanpa pemerintah perlu mencadangkan modal untuk membuat perusahaan
asuransi BUMN baru. Kebijakan tersebut sekaligus akan memperbesar kue asuransi
nasional.
Keberadaan Asuransi Asuransi
Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pihak Ketiga tersebut telah diwacanakan sejak tahun 1970an tapi
Indonesia belum melangkah dari titik yang sama. Sementara itu, sejumlah negara
Asean termasuk Filipina dan Vietnam telah menerapkannya! Kita mungkin sering
atau terbiasa tertinggal sehingga ketertinggalkan mungkin pula tidak lagi
menjadi beban tetapi menyusul atau
meniru walaupun belum dapat mendahului akan selalu lebih baik.
Karawang, 6 Desember
2014.
No comments:
Post a Comment