Dr. Junaedy Ganie
Seri: Memorable Experiences in my insurance
career
Pengantar
Sebagaimana telah diungkapkan dalam seri sebelumnya,
permintaan dari suatu lembaga pendidikan di Australia dan rangkaian peristiwa sebelumnya telah
melahirkan semangat yang tinggi kepada saya untuk menulis tentang riwayat hidup
saya. Semoga anda menikmati atau paling tidak melihat manfaat dari ungkapan
saya berikut di bawah ini.
A FULL AND COLOURFUL
LIFE
Pilihan saya memilih ilmu
dibanding uang sebagaimana saya ungkapkan dalam seri sebelumnya membawa saya
pada berbagai konsekuensi yang saya harus tanggung, sebagian tidak saya
antisipasi sebelumnya. Pencapaian dalam memenangkan nasabah secara group besar
seperti President Taxi tanpa saya sadari juga membawa pola pikir saya lebih
tertuju untuk berkonsentrasi pada upaya memperoleh nasabah group saja. Namun,
dengan hanya mengandalkan satu produk asuransi kecelakaan saja, pilihan menjadi
terbatas. Kehidupan agen-agen senior juga tidak memberikan keyakinan kepada
saya tentang masa depan sehingga saya telah memutuskan untuk meningkatkan pengetahuan
ilmu asuransi sementara timbul keinginan untuk menjual group insurance atau Employee
Benefits saja. Saya melihat bahwa
Group Department yang dipimpin oleh Mrs
Henny Budiman di gedung sebelah di perusahaan yang sama merupakan pilihan yang
tepat.
Untuk mendekati langsung Mrs
Budiman saya belum punya nyali. Saya memutuskan untuk melakukannya secara tidak
langsung melalui John Delhaye, akuntan di AIA yang telah mengenal saya dengan
baik. Alhasil, keinginan saya di terima oleh
Mrs Henny Budiman dan saya dapat mulai bekerja pada tanggal 25 Februari 1979,
persis 1 tahun dari awal saya bekerja sebagai agen. Ternyata, Mrs Henny Budiman
harus “membayar” cukup mahal. Captain Shane Miao tidak dapat menerima Group
Department memperkerjakan saya. Karena dianggap telah membajak saya, saya
mendengar dari Capt. Miao bahwa Mrs Budiman harus menandatangani surat
pernyataan untuk tidak akan pernah lagi merekrut orang yang bekerja sebagai
agen AIA(B).
Belajar displin
dan kerjasama tim
Selain
belajar tentang jenis asuransi baru, yaitu Asuransi Jiwa Kelompok, Asuransi Jaminan
Pensiun (Endowment) dan Asuransi
Kesehatan (Group Medical Insurance)
dan menjualnya, saya belajar tentang leadership,
salesmanship dan pengalaman menjual kepada orang-orang yang mengambil
keputusan untuk karyawan-karyawan, bukan untuk diri sendiri lagi, mentoring dan bekerja secara teratur rapi
berurutan. Disana saya juga menyadari saling ketergantungan masing-masing
karyawan terhadap rekan yang lain. Saya masih ingat Wicky Awuy yang bekerja di
bagian Underwriting akan menagih dan
meledek saya, “You are making me
unemployed if you do not bring me more prospects’ data to work on”. Dia bertugas
menghitung premi dan persyaratan penawaran untuk masing-masing prospek. Karyawan-karyawan
administrasi ikut mengejar orang sales
jika mereka menjadi tidak sibuk. Waktu itu saya orang sales representative kedua karena sebelum saya terdapat Johan Pitoy
telah beberapa tahun disana sebelum saya sebelum 3 rekan baru bergabung dan
Johan Pitoy keluar.
Mrs Budiman benar-benar mengelola department dengan rapi dan memberikan kepercayaan dan meletakan banyak harapan pada saya dan Richard Tan, Regional Manager yang datang dari Singapore sekali-sekali, mereka berdua memperkaya wawasan saya. Tapi yang saya hendak berbagi disini adalah tentang beberapa hal lain yang lebih menarik dari sekedar pekerjaan.
Skuter baru
saya
Sebagai
bagian dari paket employment saya,
saya mendapat inventaris sebuah skuter baru berwarna biru abu-abu yang
merupakan warna paling umum dari scooter. Pembeliannya persis ketika datang
model terbaru, yaitu skuter yang mempunyai lampu sen (sign), pertama di Indonesia. Bangga sekali rasanya mengendarai
kendaraan tersebut apalagi jika harus berbelok karena saya punya lampu sen
orang lain belum !
Sebagai
orang yang mengutamakan keselamatan, saya melengkapi diri dengan helm yang memiliki tutupan mata ketika orang-orang
lebih banyak yang tidak peduli dengan helm dan ketika peraturan “helm wajib” belum
terpikirkan, jaket tebal untuk menahan angin, cover depan motor untuk menahan terpaan angin dari depan, jas hujan
panjang. Cukup tempat di skuter menyimpan semuanya.
Suatu
hari, menjelang lampu merah Kuningan dari arah Pancoran saya ragu antara berhenti
atau terus karena lampu mungkin masih kuning. Di tengah perempatan, saya
menyadari adanya polisi di pos nya sehingga saya gugup dan terjatuh sendiri
dari skuter saya. Malunya itu lho. Pak polisi mungkin karena tahu saya sudah
menyadari kesalahan sendiri membiarkan saya berlalu. Ternyata sikut saya
berdarah dan saya memutuskan untuk berobat ke RS Jakarta. Begitulah sejarah
bekas luka di sikut yang sedikit menonjol. Kejadian tersebut sering menjadi bahan
cerita berulang-ulang setiap kali anak-anak kami meminta cerita tentang
bagaimana ayah mereka mendapat bekas luka di sikut.
Skuter
tersebut juga berjasa untuk mengajak jalan-jalan, Hendarwan mantan room mate saya sewaktu di Sydney jika
dia datang ke Jakarta. Bahkan, Ridu, seorang teman sekampung yang kemudian
menjadi walikota Lubuk Linggau 2 masa jabatan, masih bernostalgia belum sebulan
lalu sewaktu berkunjung ke rumah tentang jasa skuter tersebut sewaktu dipinjamnya
membawa calon isteri jalan-jalan di Jakarta atau tentang bagaimana kendaraan
tersebut mogok pada malam hari sepulangnya saya menemani dia mengunjungi seorang
kerabat yang telah menjadi direksi BUMN besar. Masalahnya, kerabat tersebut
tidak bersedia keluar menemui kami dan lalu skuter yang masih baru tersebut
mogok pula di jalan gelap……
Honda Life
Sebagaimana
manusia biasa kita tidak pernah puas. Setelah berbahagia dengn sebuah skuter
baru, timbul tuntutan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Saya mengharapkan
sebuah kendaraan yang dapat melindungi kepada dan badan dari teriknya matahari
dan curahan hujan. Singkat cerita, setelah melalui proses lumayan alot, Mrs
Budiman mengizinkan saya mengambil pinjaman untuk membeli sebuah kendaraan
kecil, Terima kasih, Bu. Honda Life bekas yang memiliki kapasitas 500 cc
terbeli sudah.
Saya punya berbagai cerita menarik
tentang kehidupan dengan Honda Life yang saya beri nama Hoya tersebut yang akan saya tulis pada kesempatan yang lain. Yang pasti, ketika itu saya tidak berani mengendarai Hoya melalui jalan tol Jagorawi karena saya khawatir mobil saya akan terhempas oleh angin kencang dari bis-bis besar yang ngebut di jalur sebelahku.
Financial
Perubahan
dari kehidupan sebagai agen yang banyak uang, perpindahan menjadi karyawan
membawa konsekuensi yang saya harus jalani. Sebagai sales representative saya menerima gaji bulanan sebesar Rp 150.000
dipotong pajak Rp 9.000 sehingga memiliki take
home pay sebesar Rp 141.000.- Adalah merupakan gaji yang tergolong tinggi
karena Roland Mirsjah, underwriter di
PA Department bilang gaji net nya Rp 95.000 padahal dia bekerja dengan
kualifikasi sebagai sarjana muda dan hampir memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Permasalahannya, saya harus
membayar biaya kos termasuk sarapan dan makan malam sebesar Rp 40.000.- per
bulan dan yang paling berat adalah angsuran Honda Life Rp 100.000 sebulan
sementara bonus produksi diterima 3 bulan sekali. Jadi, pada tanggal gajian
saya hanya memiliki sisa uang Rp 1.000, sekedar cukup untuk membeli gado-gado
untuk makan siang. Bagaimana saya menjalani kehidupan di hari-hari selanjutnya?
Dari mana uang untuk makan siang, sabun, odol dan macam-macam lainnya? Ternyata dimana ada keinginan disana ada jalan yang bisa sangat menarik dan
menantang dan memperkaya warna kehidupan dan menimbulkan rasa syukur yang mendalam. Saya akan
menulisnya pada kesempatan yang lain. Nothing
is impossible to a willing heart.
Berpikir keluar
dari Group Department
Sebelum memperoleh kesempatan
untuk menawarkan diri kepada Manny Juarez, karena tidak berhasil mendapat
promosi di Group Department seperti yang telah saya ceritakan dalam episode
sebelumnya, saya mencoba melakukan pendekatan dan negosiasi dengan Asuransi
Nugra Pacific, Asuransi Multi Arta Guna di awal pendiriannya dan bahkan dengan
Asuransi Ikrar Lloyd. Namun karena hal-hal yang akan saya kemukakan di
kesempatan yang akan datang, saya tetap di Group Department.
Namun pemicu yang membuat
keinginan untuk mencari tempat baru memuncak, the straw that broke the camel’s back, adalah tertunda lalu
batalnya rencana training saya di
Singapore. Sehingga saya merasa kesempatan menimba ilmu tertunda.
Jakarta, 3
Maret 2017
Dr. Junaedy
Ganie
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete