Friday 3 March 2017

Perjuangan dan terobosan di awal karir sebagai agen asuransi AIA - Career in Insurance


Nothing is impossible to a willing heart  

Dr. Junaedy Ganie


Pengantar - Seri 2: Memorable events in my insurance career.


Tulisan ini terbit pada urutan kedua walaupun sebenarnya urutan pertama dalam karir asuransi saya. Inisiatif penulisan dipicu oleh permintaan dari Leanne Duong, Regional Manager dari The Australian & New Zealand Institute of Insurance & Finance untuk berbicara tentang perjalanan karir asuransi saya sebagai topik materi yang akan saya sampaikan dalam pertemuan anggota pada awal April nanti yang diharapkan inspiratif bagi anggota-anggota yang lain.

Menoleh ke belakang, perjalanan karir saya, baik dalam bidang asuransi maupun bukan, memang penuh warna yang terus berlanjut dan memperkaya pengalaman kehidupan saya sebagai insan ciptaanNya. Suatu proses yang telah dimulai sejak awal karir asuransi sebagaimana yang saya tulis di bawah ini. Semoga bermanfaat dan bersifat inspiratif bagi sebagian pembaca dan lingkunganya.




MENJADI AGEN ASURANSI KETIKA ASURANSI MASIH DIANGGAP TIDAK PENTING


Salah satu hal yang berpengaruh besar dan memberi warna kepada kehidupan saya selanjutnya sewaktu saya tinggal di Australia selama sekitar 2 tahun pada pertengahan tahun 70an adalah lahirnya kekaguman saya terhadap kemajuan bisnis asuransi dan bagaimana perannya bagi masyarakat. Dengan latar belakang kehidupan sebelumnya sebagai seorang mahasiswa di Palembang dan pandangan masyarakat Indonesia pada umumnya ketika itu yang menghindari sosialisasi dengan agen asuransi sebab takut di “tawari” polis asuransi, pengalaman di Australia tersebut membuka wawasan baru bagi saya. Rasanya ketika itu senang sekali melihat gedung-gedung tinggi di Sydney yang ada nama-nama perusahaan asuransi di atasnya dan yang paling berbekas adalah Royal Insurance yang berasal dari Inggris.


Tanpa saya sadari setelah berdiam di Jakarta, iklan lowongan kerja yang paling saya cari adalah bidang asuransi dan iklan lowongan asuransi yang pertama saya lihat membawa saya bekerja pada suatu perusahaan baru yang bernama PT Asuransi Indonesia Amerika Baru (AIAB) yang merupakan joint venture dengan American International Assurance dari AS, selanjutnya saya singkat AIA(B). Ternyata AIA(B) merupakan sebuah perusahaan yang baru berdiri yang mencari agen asuransi. Sebagai seorang yang dari kecil dididik orang tua untuk berjualan dan bahkan semasa SMA telah diikutkan menjadi mitra kolega-kolega ayah melakukan jual beli mulai dari buah durian sampai kerbau hidup yang di jual ke kota, entah bagaimana, saya sangat percaya diri bahwa saya juga akan bisa menjual asuransi.


AIA(B) yang hanya memiliki dan menjual produk Asuransi Kecelakan Diri saja. Hal tersebut membuat saya semakin yakin bahwa produknya akan mudah dipelajari dan merupakan produk yang dibutuhkan masyarakat. Alhasil saya melalui pelatihan selama 1 minggu dan siap di kirim ke lapangan untuk berjualan. Apa yang kami jual? Tidak lebih dari produk asuransi kecelakaan lalu lintas yang harganya Rp 1.000.- per 6  bulan untuk produk yang bernama 202 dan Rp 2.000 untuk 404. Masing-masing memiliki manfaat santunan kematian sebesar Rp 1,000.000 dan Rp 2.000.000 dengan biaya pengobatan karena kecelakaan sebesar 10% nya. Dengan modal tersebut, kami para agen pemula digabungkan ke dalam beberapa sales team yang sudah ada. Masing-masing tim dipimpin oleh agen  senior dengan titel jabatan Sales Manager. Saya menjadi anggota tim yang dipimpin oleh Imam Sutopo yang biasa dipanggil Mandor.


Sebagai agen remunerasi kami adalah komisi, tidak menerima gaji kecuali tunjangan transportasi jika mencapai target penjualan minimum.

Berjualan di Tanjung Priok dan bertemu seorang Jenderal Polisi.

Mandor mengantar saya pada hari pertama ke lapangan dengan skuter nya. Ternyata saya di antar ke daerah perkantoran di Tanjung Priok, sebuah daerah baru bagi saya. Setelah melihat dia melakukan presentasi satu kali saya dilepas untuk memulai langkah yang kemudian menjadi awal yang baik bagi saya. Dengan teknik door to door dan bergerak dari meja ke meja dari kantor ke kantor dan sales talk yang diajari selama seminggu tersebut, rasanya saya gagah dan akan mampu menjual. Captain Shane Miao, seorang pensiunan mariner AS, warga negara Taiwan yang dikirim mengomandani AIA(B) memang memiliki kharisma dan kemampuan tinggi dalam memberi motivasi tinggi dan kepercayaan diri kepada para agen.

Setelah berhasil mengantongi penjualan sebanyak 2 polis 202 dan 1 polis 404 dengan success rate 60% pada pagi itu, keyakinan diri semakin mantap dan membawa saya mengetok sebuah pintu kantor yang bernama Samudera Perdana. Belakangan saya ketahui bergerak dalam bidang trucking atau pengangkutan darat Jakarta – Surabaya dan anak perusahaan dari Samudera Indonesia yang bergerak dalam bidang perkapalan. Belum berhasil menjual di lantai 1 saya naik ke lantai 2 yang ternyata merupakan lokasi kantor bos besarnya. Entah bagaimana kejadiannya, sekretaris yang saya temui di atas setelah mendengar tujuan saya mengatakan bahwa dia belum pernah mengizinkan agen asuransi menemui bos nya tapi dia akan memberikan saya kesempatan. Mungkin dia kasihan melihat saya yang kurus dengan raut muka sangat berharap. Di dalam, saya diterima oleh Bapak Koeswandi yang ternyata setelah melihat kartu namanya adalah seorang Brigadir Jenderal Polisi yang menjabat sebagai Deputi Operasi Kapolri. Setelah mendengar presentasi saya yang dengan “teganya” menawarkan nilai pertanggungan asuransi kecelakaan lalu lintas sebesar Rp 1.000.000 dengan alternatif Rp 2.000.000.- kepada seorang perwira tinggi polisi, Pak Koeswandi menanyakan apa ada produk yang bukan hanya menanggung kecelakaan lalu lintas saja. Dengan lugu saya menjawab bahwa saya masih harus melakukan penjualan 202 dan 404 selama 2 minggu baru berhak mengikuti pelatihan produk lain. Beliau dengan bijak mengatakan silahkan datang lagi nanti setelah selesai training produk baru. Saya keluar dengan rasa penuh syukur yang bahkan membuat mata saya berair tanpa bisa di tahan ketika menulis bagian ini sekarang. Terima kasih Pak Koeswandi.

Sekembalinya dari Australia dan memulai bekerja sebagai di AIA(B), saya menumpang tinggal di rumah kerabat di Kebayoran Baru, yaitu Ibu Siti Bambang Utoyo yang bersuamikan Major Jenderal (Purn) Bambang Utoyo, yang kemudian menjadi Letnan Jenderal anumerta, mantan KSAD dan sebelumnya Pangdam Sriwijaya. Saya kira lingkungan yang baik tersebut yang membuat saya terbiasa membantu melayani berbagai tokoh nasional seperti Bapak Ali Sadikin, Jend. Polisi Hasan, Bapak Emil Salim, Bapak Jaksa Agung Sugiharto dan lain-lain untuk berbagai keperluan dalam berbagai acara pertemuan yang rasanya memang sering dilakukan di rumah tempat saya menumpang tersebut membuat saya dapat melakukan interaksi yang baik dan dipercaya oleh Pak Koeswandi.

Hari itu saya pulang ke kantor AIA(B) yang terletak di Jalan Dr. Sahardjo, Tebet,  dengan 5 polis yang laku. Ternyata hari itu saya menjadi Top Producer urutan ke 2 atau ke 3. Seingat saya urutan pertama adalah Glen Muskita, yang rasanya tidak aneh jika melihat latar belakangnya dan satu lagi Ichsan Darmadi. Sore itu, Indradjit Sumarto, Department Manager setelah mengetahui hasil penjualan saya hari itu menyambut saya dengan mengatakan: Oi, ruponya kau ini pengen cepat kayo yo” dalam bahasa Palembang karena dia dan orang tuanya juga pernah tinggal di Palembang.


SAMUDERA PERDANA

Dua minggu kemudian saya mengikuti training lanjutan untuk asuransi kecelakaan diri yang lebih lengkap. Pada hari pertama setelah selesai training, dengan penuh semangat saya berangkat ke Tanjung Priok untuk menemui Pak Koeswandi. Ternyata yang beliau perlukan adalah penutupan asuransi kecelakaan atas semua supir-supir truk Samudera Perdana yang bolak balik Jakarta – Surabaya dengan syarat saya harus menjelaskan langsung kepada supir-supir tersebut dan premi ditanggung sendiri oleh masing-masing supir. Dimana pool truk-truk tersebut? Ternyata di Plumpang yang saat ini rasanya sangat jauh dan sepi. Saya menerima tantangan tersebut. Keesokan harinya pagi-pagi buta saya berhasil sampai di Plumpang, Dengan berdiri diatas meja, saya memulai aksi menawarkan asuransi kepada supir-supir di lingkungan pool kendaaraan mereka dalam cahaya temaram di alam terbuka dengan modal sebuah alat pengeras suara yang disediakan disana. Ternyata, banyak supir yang antusias mendengarkan dan kemudian mengikuti polis asuransi sukarela tersebut dan polis mereka terus berjalan bahkan setelah saya keluar kemudian dari keagenan. Sebuah modal awal yang besar bagi saya memperoleh fixed income setiap bulan dari komisi yang dihasilkan. Namun mengingat nilai premi yang sangat kecil, komisi bulanan juga masih sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan di Jakarta. Apalagi, selain dari premi dari Samudera Perdana, sifat perolehan nasabah baru yang tidak pasti di tengah masyarakat yang masih jauh dari memikirkan kebutuhan asuransi, sebagai agen dari perusahaan asuransi baru, tantangan yang kami hadapi di lapangan sangatlah berat.  


MEMBUAT TEROBOSAN BAGI PRESIDEN TAXI

Keberhasilan menutup asuransi kecelakaan untuk supir Samudera Perdana melahirkan inspirasi baru bagi saya untuk mencari kesempatan yang lebih besar. Perjalanan bolak balik ke Tanjung Priok dan Plumpang melalui Jalan By Pass A. Yani melahirkan ambisi untuk menutup asuransi kecelakaan atas supir-supir President Taxi yang pool armada dan kantor nya terletak di By Pass tersebut. Saya membayangkan besarnya fixed income saya nanti jika berhasil menutup asuransi seluruh supir-supir armada taxi terbesar di Indonesia tersebut.

Saya memulai dengan berkunjung ke kantor President Taxi untuk melakukan riset tentang program apa yang telah mereka miliki dan apa kesulitan-kesulitan mereka. Dalam kunjungan-kunjungan saya kesana, saya berkenalan dengan Andy Melkan yang merupakan staff administrasi Departemen Asuransi dan Albert Pitalis, supervisor pada departemen tersebut. Jauh kemudian hari, Andy Melkan menjadi sahabat akrab saya hingga kini sehingga kami memiliki hubungan seperti saudara dekat. Dari keduanya saya mengetahui bahwa mereka memiliki beban administrasi yang berat dalam program asuransi yang ada karena supir-supir selalu berganti dan bertambah dan jika terlambat dilaporkan ke penanggung, klaim akan ditolak. Asuransi kecelakan supir-supir President Taxi telah lama ditutup pada Asuransi Bumi Asih Jaya. Bagaimana caranya mengalahkan Bumi Asih Jaya?

Saya harus menemukan cara mengurangi beban adminstrasi mereka dan menawarkan program yang lebih kompetitif. Melalui beberapa diskusi dengan Indradjit Sumarto, Manager dan bos besar di AIA(B) di bawah Capt. Miao, kami menyimpukan bahwa administrasi penutupan tidak boleh lagi dengan mendaftarkan nama-nama supir tetapi cukup dengan nomor plat atau nomor polisi taxi saja. Siapapun yang mengemudi akan dijamin sepanjang memiliki KPP atau Kartu Pengenal Pengemudi. Hal ini berarti pertanggungan akan terbatas kepada kecelakaan kerja saja (work-related accident) termasuk selama supir pergi dan pulang kerja dan semua kegiatan terkait dengan operasional taxi. seperti ganti ban dan berhenti untuk makan siang atau sholat. Entah apakah program yang bernama Astek (kemudian berganti Jamsostek) sudah ada atau belum ketika itu. Dengan konsep tersebut, kami dapat menawarkan premi sekitar 20% - 30% dari yang mereka bayar ke Bumi Asih Jaya. Kekhawatiran Capt, Miao bahwa program tersebut akan merugikan AIA(B) berhasil kami atasi.

Dengan program yang segitu bagus, siapa yang tidak akan tertarik? Namun, tunggu dulu…. Departemen  Asuransi President Taxi dikepalai oleh M. O. Sihombing sebagai Manager Asuransi dan Direktur Operasional nya adalah Ernest Siahaan sedangkan Bumi Asih Jaya dipimpin dan dimiliki oleh Sinaga. Bagaimana mungkin saya dapat mengalahkan koneksi tersebut? Saya khawatir kalau penawaran yang baik tersebut saya serahkan, maka dengan mudahnya diberikan dan dikopi oleh Bumi Asih Jaya seperti cerita telur Columbus.


Saya harus menemukan cara membuat saya sejajar dengan mereka dalam tingkat koneksi. Pemikiran yang muncul adalah saya harus mengajak agen lain yang berasal dari suku Batak untuk menjadi mitra saya. Lebih baik berbagi daripada tidak dapat. Begitu pemikiran saya dan kebetulan di AIA(B) terdapat seorang agen wanita yang berasal dari suku Batak, yaitu Netty Herawaty. Dia tidak pernah mempergunakan nama marganya sehingga saya lupa apa marganya. Saya menawarkan kepada Netty untuk menjadi mitra saya dan berbagi 50/50 dari pendapatan yang ada dan tentunya berbagi pekerjaan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, kami maju bertemu Pak Ernest Siahaan dan Pak Sihombing melakukan presentasi dan akhirnya kami menang!    Jika pada  Samudera Perdana saya menutup pada puncaknya sekitar 200 orang supir, sekarang 2.500 orang supir President Taxi dan akan terus bertambah.

Bangga sekali rasanya ketika diundang ke ruang kantor Pak Harry Diah, pemilik dan Presiden Direktur AIA(B) menandatangani polis asuransi untuk President Taxi di depan saya sementara sebelumnya
mungkin beliau tidak pernah turun tangan menandatangani sendiri polis asuransi.

MEMILIH ILMU DIBANDING UANG

Baru sekitar 8 bulan sebagai agen asuransi, berusia 20 tahun saya telah memperoleh komisi tetap perbulan sekitar Rp 550.000 per bulan ditambah kesempatan memperoleh klien-klien individu. Pada waktu itu seingat saya kurs USD 1.-  adalah Rp 300 sebelum Indonesia melakukan devaluasi beberapa tahun kemudian menjadi Rp 415. Artinya, pendapatan saya mencapai sekitar sekitar USD 1.800.- per bulan.

Saya juga memenangkan hati sejumlah nama besar yang ketika itu saya tidak tahu bahwa mereka orang besar seperti bos besar Dharmala Group, Hendro Santoso Gondokusumo dan Pak Tohir, tokoh bisnis Indonesia yang anak-anaknya sekarang merupakan pebinis global. Hal lain yang mengesankan, beberapa nasabah meminta saya mengantar polis ke rumahnya dan menjelaskan isi dan manfaat polis di depan isteri dan anak mereka,

Captain Miao melihat potensi saya, baik dari salesmanship maupun keilmuan yang kemudian memang terbukti dan mulai berbicara tentang wawasan ilmu asuransi dan menyarankan saya menabung untuk mengikuti pendidikan Chartered Insurance Institute (CII) dari London yang katanya dapat diikuti secara distance learning dan akan sangat bermanfaat untuk masa  depan saya.  Pemikiran tentang pengembangan ilmu asuransi akhirnya membawa saya pada suatu kesimpulan bahwa saya akan memiliki kesempatan mengembangkan diri lebih baik jika saya bekerja sebagai seorang karyawan. Ketika itu kehidupan rekan-rekan agen senior memang belum menggembirakan seperti sekarang. Itu adalah awal pemikiran yang membawa saya setelah setahun berprofesi sebagai agen berubah menjadi karyawan di perusahaan yang sama. Padahal ketika itu gaji seorang sarjana seingat saya hanya sekitar Rp 100.000 – Rp 150.000.- per bulan apalagi bagi seorang yang ijazah tertingginya hanya tingkat SLA seperti saya. Selanjutnya akan saya tulis dalam episode yang lain.

Jakarta, Jum at, 3 Maret 2017
Dr. Junaedy Ganie



1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete