Dr. Junaedy Ganie, SE,MH,ANZIIF (Fellow), AAIK(HC),CIP,ChFC, CLU, FCBArb, MCIArb, a practitioner in various kinds of alternative dispute resolution since 2007. Current profession as a seasoned professional, business leader, consultant and entrepreneur combined with past experiences in providing effective risk solutions to diverse businesses and in M&A have given him the advantages in his profession as an arbitrator. Author of Hukum Asuransi Indonesia (Indonesian Insurance Law) text book.
Friday, 21 April 2017
OJK & Pengawasan IKNB, Bisnis Indonesia 21 April 2017 - Public Policy
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Tuesday, 18 April 2017
Siapa (Berani) Mengawasi OJK ? Kontan, 17 April 2017 - Public Policy
Siapa
(berani) mengawasi OJK?
Bunyi lafal sumpah atau janji Dewan Komisioner OJK dalam pasal 16 UU No.
21/2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencerminkan tuntutan yang tinggi
terhadap sikap pejabat lembaga independen tersebut. Sesuai bunyi ketentuan
tersebut, Dewan Komisioner OJK bersumpah/berjanji untuk tidak akan memberikan
atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapapun, tidak akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam
bentuk apapun selain dari sumpah/janji untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung jawab.
Sebagai lembaga yang mengatur, mengawasi, memeriksa, menyidik, OJK memang
sebuah superbodi. Berdasarkan pasal 49 UU tentang OJK tersebut di atas, selain
pejabat penyidik Kepolisian Negara, pejabat PNS tertentu dapat diberi tugas dan
tanggung jawab bidang pengawasan sektor keuangan dan diperkerjakan di OJK
dengan wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sebagai lembaga yang mengatur, mengawasi, memeriksa, menyidik, siapa yang
mengawasi perilaku dan substansi pengaturan oleh OJK?
Salah satu asas yang menjadi landasan OJK dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya adalah asas profesionalitas, yakni mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang dengan berlandaskan pada kode etik dan ketentuan
perundangan-undangan dan asas integritas, yaitu berpegang teguh pada
nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.
Berdasarkan pasal 26 UU No.21/2011, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
fungsi, tugas dan wewenangnya, Dewan Komisioner membentuk organ pendukung yang
mencakup Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan organ lainnya sesuai
kebutuhan. Sebagai sebuah organ pendukung, organ-organ tersebut sepenuhnya
berada di bawah pengawasan Anggota Dewan Komisioner tertentu. Dewan Komisisoner
menetapkan dan menegakkan kode etik OJK.
Menurut Peraturan Dewan Komisioner No. 01/17/PDK/XII/2012 Tentang Kode
Etik, keanggotaan Komite Etik terdiri atas Ketua, Anggota dan Sekretariat.
Terdapat 2 Komite Etik, yaitu Komite Etik level Governance dan Komite Etik
level Manajemen. Komite Etik level Governance yang bertugas mengawasi kepatuhan
Anggota Dewan Komisioner terhadap kode etik OJK terdiri atas Wakil Ketua OJK
sebagai ketua, 2 anggota Dewan Komisioner OJK bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko sebagai anggota dan 3 orang unsur profesi/akademisi sebagai anggota dan
sekretariat.
Kata “2 anggota Dewan Komisioner bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko” tersebut menimbulkan tanda tanya sebab hanya ada 1 Ketua Anggota Dewan
Komisioner yang membawahi Dewan Audit. Mungkin maksudnya 2 orang di bawah Ketua
Anggota yang membawahi Dewan Audit. Selanjutnya, sebagai sebuah lembaga
independen yang mengenakan pungutan kepada lembaga jasa keuangan yang
diawasinya apakah pada tempatnya bila pembayar pungutan terwakili dalam Komite
Etik?
Komite Etik Manajemen yang bertugas mengawasi kepatuhan pejabat dan pegawai
OJK terhadap kode etik terdiri dari Wakil Ketua Dewan Komisioner sebagai ketua,
2 orang Deputi Manajemen Strategis sebagai anggota, dan 3 orang Direktur
sebagai anggota dan sekretariat. Pemeriksaan pejabat dan pegawai OJK yang
dilakukan oleh Komite Etik level Manajemen, bukan oleh atasan atau pemimpin
bidang terkait dapat menjadi contoh bentuk penerapan independensi.
Imunitas Komite Etik
Keberadaan 3 anggota Komite Etik level Governance yang berasal dari unsur
profesi.akademisi memperkuat independensi Komite Etik. Namun, untuk menjaga
independensi dan mendukung keberanian Komite Etik mengingat sebagian yang
diawasi berkedudukan sebagai atasan, perlu dipertimbangkan agar UU No. 21/2011
Tentang OJK memuat ketentuan tambahan yang akan melindungi atau memberikan
imunitas kepada Komite Etik terhadap tekanan atau pengaruh yang mungkin timbul
dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugasnya termasuk jaminan kepastian masa
jabatan kecuali dalam hal dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari
tindakannya.
Sepatutnya, kepada Komite Etik level Manajemen juga diberikan perlindungan
yang sama mengingat sebagian berkedudukan sebagai bawahan. Sebagai
perbandingan, sesuai ketentuan pasal 17 UU Tentang OJK dan bagian Umum
Penjelasan atas UU tersebut, independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan dan
bahwa secara perorangan pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak
dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU
tersebut. Salah satu alasan pemberhentian adalah pelanggaran terhadap. Kode
Etik. Whistle blowing telah diperkenalkan OJK sebagai salah satu mekanisme
penerimaan masukan.
Menurut pasal 15 Peraturan Dewan Komisioner OJK tersebut, putusan Komite
Etik merupakan rekomendasi (bukan final) yang diberikan kepada Pejabat
Pemutus, yang didefinisikan sebagai Dewan Komisioner yang berwenang menetapkan
sanksi atas pelanggaran Kode Etik. Tampaknya yang dimaksud dengan Pejabat
Pemutus adalah Dewan Komisioner tidak termasuk Anggota Dewan Komisioner yang
diduga melakukan pelanggaran.
Sesuai dengan asas akuntabilitas, setiap kegiatan dan hasil akhir dari
setiap kegiatan penyelenggaraan harus dipertanggungjawakan kepada publik sesuai
dengan ketentuan pasal 38 tentang Pelaporan dan Akuntabilitas, UU No. 21/2011,
OJK menyusun laporan keuangan dan laporan kegiatan bulanan, triwulanan dan
tahunan. OJK wajib menyampaikan laporan apabila DPR memerlukan penjelasan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban ke masyarakat, OJK menyampaikan laporan
kegiatan triwulanan kepada DPR. Namun, apabila ketidakpuasan konsumen terhadap
kebijakan dan tindakan lembaga jasa keuangan dapat diajukan kepada bidang
terkait di OJK, kemana lembaga jasa keuangan dan masyarakat mengadu apabila
tidak puas dengan OJK? Pintu mana yang harus diketuk sekiranya terdapat
peraturan yang dianggap mengandung lebih banyak mudharatnya, apabila masukan
langsung ke OJK tidak berhasil? Tugas Komite Etik hanya mengawasi perilaku.
Apabila permasalahan diselesaikan oleh DPR, sesuai kodratnya, putusannya dapat
bersifat politis.
Saat ini adalah momentum untuk meninjau kembali dan membenahi kekurangan
yang ada, mengisi ruang yang kosong berdasarkan temuan dalam 5 tahun pertama
keberadaan OJK. Disesuaikan dengan kondisi industri keuangan Indonesia dan
kepentingan publik demi memajukan perekonomian Indonesia. Pemangku kepentingan
terutama DPR dapat memikirkan jawaban atas berbagai pemikiran dan pertanyaan di
atas.
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Wednesday, 15 March 2017
Gelar apakah FCBArb? - Arbitration
Gelar
apakah FCBArb itu?
Dr.
Junaedy Ganie
Seorang kolega dalam suatu pertemuan
pada 9 Maret 2017 lalu bertanya kepada saya gelar apakah FCBArb dan bagaimana
memperolehnya dan apa bedanya dengan MCIArb.
Secara kebetulan seorang kolega yang
lain menulis dalam suatu media sosial beberapa hari kemudian sesuatu yang sepintas dapat
diartikan seperti pandangan yang merendahkan terhadap arti gelar kualifikasi profesional.
Terhadap pandangan tersebut saya mencoba meluruskan dengan mengatakan bahwa
gelar kualifikasi profesional atau sertifikat keahlian yang dimiliki seseorang
adalah suatu yang berharga dan sangat berarti bagi kemajuan karir atau keahlian
pemegang gelar dan bagi kontribusi pemiliknya dalam dunia bisnis terkait sepanjang
dapat dibuktikan bahwa sertifikasi yang dimilikinya mencerminkan kemampuan atau
kompetensi yang bersangkutan. Ternyata yang dimaksudkannya adalah sama yaitu
sebagai kritik terhadap situasi apabila sertifikat keahlian dikeluarkan lebih
sekedar untuk keperluan pemenuhan persyaratan formal. Tentunya sertifikat
demikian tidak akan memberikan pengaruh besar bagi kemajuan industri atau
sektor terkait sebab yang diperlukan adalah keahlian, keterampilan yang sebenarnya
yang bahkan nilainya dapat lebih tinggi dari sekedar pembuktian melalui
perolehan sertifikat.
Menjawab pertanyaan kolega tersebut,
saya memulai dengan mengatakan bahwa FCBArb adalah singkatan dari Fellow Chartered BANI Arbitrator. Gelar FCBArb
merupakan gelar yang diberikan oleh BANI Arbitration Center kepada arbiter yang
terdaftar di BANI yang telah terbukti kemampuannya dalam menangani berbagai
jenis penyelesaian sengketa atau arbitrase yang diajukan ke BANI untuk
diperiksa dan diputus sebagai putusan tingkat pertama dan terakhir dan mengikat
Para Pihak. Selain itu, persyaratan pokok lainnya sesuai Surat Keputusan No. 10.006/I/SK-BANI/PA Tentang Perubahan Peraturan Tentang Sertifikasi Arbiter BANI tanggal 13 Januari 2002, dan tidak mudah diperoleh
adalah bahwa calon pemegang gelar tersebut telah terdaftar sebagai Arbiter di BANI sekurang-kurangnya selama 3 tahun, berpengalaman minimum sebanyak
10 kali bertindak sebagai Arbiter pada persidangan perkara arbitrase yang diselenggarakan BANI dan pernah menjadi Ketua Majelis Arbitrase di BANI sekurang-kurangnya 2 kali. Persyaratan ini
bukan merupakan persyaratan yang mudah karena telah membuktikan kepercayaan masyarakat atas kompetensi, kredibilitas dan integritasnya disamping mencerminkan telah adanya kepercayaan yang tinggi diantara rekan sesama Arbiter
kepada yang bersangkutan. Disamping itu, Arbiter yang bersangkutan telah membuat karya tulis tentang Arbitrase/ADR baik berupa buku, tesis/disertasi atau tulisan yang dimuat/diterbitkan minimum secara nasional. Persyaratan lainnya adalah bahwa Arbiter tersebut pernah menjadi pembicara/narasumber/panelis/instruktur dalam suatu seminar/pelatihan/workshop tentang Arbitrase/ADR. Dengan demikian, gelar FCBArb merupakan penghargaan
yang diberikan lembaga arbitrase BANI atas kemampuan yang teruji dari
arbiter-arbiter yang memperolehnya.
Gelar FCBArb bukan sesuatu yang
bersifat permanen karena BANI Arbitration Center dapat menarik kembali pemberian
gelar apabila dikemudian hari penerima penghargaan tersebut melakukan tindakan
yang dianggap tercela menurut standar BANI Arbitration Center atau melakukan
pelanggaran terhadap Kode Etik profesi Arbiter.
Lalu apa perbedaannya dengan MCIArb? Saya
katakan bahwa gelar MCIArb merupakan suatu gelar kualifikasi profesional bergengsi
yang diberikan oleh Chartered Institute of Arbitrators yang kantor pusat di
London. Gelar profesi tersebut diperoleh melalui ujian tertulis dan wawancara
yang juga tidak mudah. Terbukti terdapat sejumlah orang yang harus melaluinya
berkali-kali. MCIArb merupakan singkatan dari Member of Chartered Institute of
Arbitrators. MCIArb merupakan kualifikasi yang setingkat di atas Associate of Chartered
Institute of Arbitrators (ACIArb). Melalui ujian, pemegang gelar MCIArb dapat
meningkatkan kualifikasi profesi dalam bidang arbitrase menjadi Fellow of Chartered
Institute of Arbitrators (FCIArb).
Jadi, gelar yang pertama merupakan
penghargaan terhadap keahlian yang telah terbukti dalam jangka waktu yang panjang
dan penghargaan dari sesama kolega seprofesi sementara yang kedua melalui ujian
untuk membuktikan bahwa pengalaman yang dimiliki atau pengetahuan yang dimiliki
telah diukur melalui suatu standar internasional dalam bidang arbitrase
komersial.
Saya selalu memberi semangat kepada
generasi muda untuk melengkapi diri dengan keahlian profesi dengan menempuh
pendidikan sehingga dapat mencapai standar kemampuan yang teruji dan dapat
membuktikannya dalam kehidupan nyata. Sebaliknya, bagi yang telah berpengalaman,
tentunya akan lebih baik apabila memiliki gelar profesi yang dapat pula meningkatkan
keyakinan publik dengan adanya pembuktian keahlian seseorang oleh lembaga
pendidikan ternama dan adanya standar etika yang harus selalu dipatuhinya.
Jakarta, 15
March 2017 (updated 30 March 2017)
Dr. Junaedy
Ganie
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Saturday, 11 March 2017
Peran pialang asuransi bagi nasabah dalam klaim asuransi besar akibat bencana nasional - Career in Insurance
Dr. Junaedy Ganie
Dalam kehidupan mungkin kita melalui berbagai
pengalaman yang membanggakan yang mungkin menjadi suatu kebanggaan pribadi.
Sebagian dari pengalaman tersebut merupakan hal yang baik untuk diketahui umum
dan menjadi bagian dari sejarah yang akan memberikan inspirasi bagi masyarakat
terutama dari generasi muda.
Dari pengalaman saya pribadi selama
menjalankan profesi dalam bidang usaha perasuransian, terdapat sejumlah
pengalaman yang mungkin termasuk peristiwa penting walaupun sejalan dengan perubahan sikap dan kematangan
pribadi, kita cenderung menyimpannya sehingga terdapat hal-hal penting yang
menjadi tersimpan dalam diri pribadi. Akibatnya, jika di hadapkan dengan
pertanyaan tentang pengalaman pribadi yang membanggakan dalam profesi kita, hal-hal
penting dapat saja tetap terpendam dan diperlukan pemicu tertentu untuk
menggalinya ke permukaan. Apalagi dalam masyarakat yang hetrogen dengan
berbagai sikap dan pandangan serta kepentingan, pemaparan mengenai hal-hal seperti
itu akan dianggap sebagai keangkuhan, sikap membanggakan diri. Tidak heran jika
terdapat hal-hal yang sepatutnya diketahui umum atau menjadi bagian dari sejarah
dan referensi dalam sektor bisnis terkait, tetap terpendam.
Penulisan tentang pengalaman atau kontribusi pribadi tidak luput dari dinamika pertentangan perasaan yang dipicu kekhawatiran timbulnya sifat riak dan takabur.
Dipicu oleh artikel-artikel yang saya
tulis belum lama ini tentang perjalanan karir asuransi saya, Dr. Kornelius
Simanjuntak, salah seorang tokoh asuransi Indonesia, sebagai ice breaker menjelang pembukaan rapat
Majelis Arbitrase Ad hoc pada 9 Maret 2017 dimana kami masing-masing bertindak
sebagai arbiter pertama dan kedua, mengemukakan suatu situasi yang sudah sempat
terlupakan oleh saya yaitu ketika saya mengemukakan hasrat yang muncul untuk
memperdalam pengetahuan tentang ilmu hukum. Hal tersebut terjadi dalam suatu
forum diskusi formal dalam upaya mencari solusi penyelesaian klaim kematian dan
kerugian harta benda yang sangat besar akibat tsunami di Aceh yang terjadi pada
26 Desember 2004.
Pembicaraan di atas membawa pikiran saya
kepada beberapa peristiwa penting dalam bisnis asuransi Indonesia yang layak
diketahui umum selain dari solusi penyelesaian klaim asuransi atas bencana
tsunami Aceh. Hal-hal tersebut antara lain adalah proses pengakuan keabsahan
klaim kerugian akibat peristiwa Kerusuhan 13 – 14 Mei 1998 dan dampaknya bagi
Neraca Pembayaran Indonesia, peran Asosiasi Broker Asuransi Indonesia (ABAI)
yang sekarang bernama APPARINDO dan perannya dalam membantu pemerintah
menemukan solusi administrasif sehingga dapat membuat suatu kebijakan perpajakan
yang efektif dalam pembebanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bisnis
asuransi yang terbukti telah belasan
tahun berjalan dengan baik dan memberikan sumbangan berarti bagi pendapatan
negara.
Saya sekarang juga ingat bahwa Anie
Herawati, yang pernah aktif di ABAI, pada sekitar 2 tahun lalu, dalam salah
satu kunjungannya dari Singapura, mendorong saya untuk menulis tentang peran
ABAI dalam membela kepentingan nasabah sehingga klaim yang sangat besar
tersebut akhirnya diakui sebagai klaim yang sah dan dibayar penanggung dan
reasuradur domestik dan internasional serta mendapat dukungan dari Dewan
Asuransi Indoenesia yang sebelumnya berbeda sikap. Juga tentang pertemuan di
Bina Graha ketika Presiden B.J Habibie memberikan dukungan moral yang tinggi
kepada kami untuk bekerja keras membela kepentingan nasabah dan bangsa yang
menderita akibat peristiwa besar tersebut.
Saya bermaksud untuk menulis tentang
peristiwa-peristiwa tersebut pada kesempatan-kesempatan yang akan datang.
Tulisan-tulisan tersebut sekaligus akan menjadi bagian dari materi topik yang
akan saya bawakan dalam ANZIIF Members and
Students Gathering dari The Australian and New Zealand Institute of Insurance
& Finance yang akan diadakan di Jakarta pada 4 April 2017 - The
journey and lessons learnt in my insurance career.
Seperti yang mungkin telah saya
kemukakan sebelumnya dalam blog ini, tulisan-tulisan tentang pengalaman pribadi
akan loncat dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya tanpa mengikuti urutan
kejadian.
Jakarta, 11
Maret 2017
Dr. Junaedy
Ganie
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Wednesday, 8 March 2017
How I got my promotion and started to become an Insurance Expert - Career in Insurance
Dr. Junaedy Ganie
Introduction
This morning on February 28, 2017, Leanne Duong,
Regional Manager of the Australian and New Zealand Institute of Insurance and
Finance from Melbourne asked if I was interested to talk about my insurance career
in a forum planned to be held in the very near future.
The discussion made me realized that my
career in the insurance field had reached 39 years on Saturday, February 25,
2017. Coincidently, it was the day I received the good news that I belong to
the 35 people who passed the selection process of the selection of Phase II of FSA
Board of Commissioners for the 2017-2022period.
Awareness of the anniversary of my insurance
career that passed by without knowing it and a couple of previous events have
prompted me to write an article about the topic that I think will be
interesting and inspiring be known to the public. Coincidentally a few weeks
earlier I had a chat about the past with one of the prominent insurance figures
in Indonesia, Mr. Frans Lamury, ahead BANI arbitration hearing at the
Arbitration Center which was followed by his invitation to the former AIU
Reunion on February 4, 2017. At the reunion selected to talk about my AIU experiences
a topic to share.
This is the English version of the article
I wrote and published earlier in Indonesian Language.
HOW I GOT MY PROMOTION AND STARTED TO BECOME AN INSURANCE EXPERT
After a period of
1year as an insurance agent at AIA (B), from February 25, 1978 to February 24,
1979, I changed profession to be a salaried employee at the same company.
Through a rather complicated and exciting process, I was accepted as Sales
Representative of Employee Benefits under Mrs. Henny Budiman, the manager at
the Department named Group Department. I underwent a process of self-maturation
in term of being independence, acquisition of new insurance skills, sales of different
products and conducted mentoring for two fellow Sales Representatives who
joined later, namely Charlie Mochtan (deceased) and Afiat Djajanegara and another
colleague who did not stay for long.
Being impatience
and highly ambitious made me unsatisfied with my career progress. It encouraged
me, at the age of 24 years, to talk heart to heart with Mrs. Budiman asking
whether I had acquired sufficient skills to become an Assistant Manager or
Sales Supervisor. Had I not met the requirements, I would still want to know
what more I should prepare. It turned out I had to face the reality that I was
considered unqualified to get the promotion I wanted.
While continuing to
improve sales performance, I constantly found ways to get my career promotion.
One year later, after the Group Department relocated to join AIU office, Robert
Teguh (deceased), whom I respected highly for his indepth insurance knowledge
promoted as Vice President Director, the opportunity arose. Bob, for short, was a Production Manager at
AIU, a sister company of AIA. Bob also acted as Engineering Underwriting
Manager primarily for Boiler & Machinery and Contractors All Risks /
Contract Work. Holding the courage that might be considered overly ambitious, I
targeted the position Bob left. 25 years of age, equipped with formal education
of nothing more than having completed freshman level at the Faculty of
Economics, University of Sriwijaya in Palembang, 3-year work experience in my belt,
including 1 year as an insurance agent and only knew Personal Accident and
Employee Benefits Insurance. What shall I do?
AIU Indonesia back
then was headed by Manuel Juarez, also known as Manny, a tall and big red
Indian American. I concluded that I had to shoot to the top and went straight
to Manny to offer myself to replace Bob! When the opportunity arose, Manny was of course
caught in big surprise by my desire and even said: "How can I give the job to you. You are just familiar with
personal accident and employee benefits insurance only and may be a little
motor vehicle insurance and fire insurance for dwelling houses. You know, as
Production Manager, Bob was responsible for sales of all types of insurances including
new products and the ones not widely known such as Professional Indemnity,
Political Risks and Directors & Officers Liability Insurance". His
reaction was anticipated and understandable. The answer did not break my determination
to state the case as to why I deserved that responsibility and that Manny would
never regret building on me. In short, the conversation in Manny’s office lasted
until about 4 hours and yet I had not able to convince him. However, I still
believed I would get the job. Exactly a week later, Manny called me into his
office and said that he was still not sure that I was qualify for the job,
Moreover, he said that holding concurrent position as an Engineering Manager would
make it tricky bearing in mind Bob was an engineer graduated in Australia while
I might have never seen foundation works of a building under construction and would not know what a boiler would look
like.
At that point, I
told Manny that I really wanted the job because it would give me the best access
to all kinds of knowledge and expertise in general insurance. I finally offered
that I would do the same job as a Production Manager while my title would
simply be as an Assistant Manager. To further convince him that I was a fast
learner so that I would be able to pursue the necessary knowledge base in a
short span of time, I told Manny: “Give
the job to me and as an undertaking I will submit a letter of resignation from
the Employee Benefits Department and in return please give me from AIU a new Employment
Letter with a 3-month probation period”. I further said "You will not lose face if I do not
pass the probation because you will only lose a failure” What happened? I got
the job, reported directly to Robert Teguh, Vice President Director of the company.
What a great opportunity to learn directly from the master. Alhamdulillah.
Thereafter, during
the first 3 months, almost every night I went home at after 21:00. At one ocassion, Herman Tuwaidan
(deceased), one of the respected leaders of the Indonesian insurance industry at
the time and former General Manager of AIU, before being replaced by Manny, surprised
to find I was still reading with thick client files spreading on my table at
11.00 at night under the dim lights, "Do
you have cat's eyes"?, he asked. From this process, I gained in depth understanding
of most of the profiles and the type of
coverage and the dynamics of AIU’s corporate clients kept in long row of dozen
of filing cabinets in the office at 10th floor of the unique inverted pyramid shape
like building known as Wisma Hayam Wuruk. The rest, beyond carrying out my routine
tasks, from morning till evening I "interrupted" all
department managers especially Herman Effendi (Fire Manager), Bambang Ambardy
(Casualty & Marine Manager) assisted by Pius Tapoona and Yvonne Lontoh,
Denny Awuy (Automobile Manager) and occasionally with late I.B. Siregar, Claim
Manager assisted by Nannie Dwimarksono and Agus Riyanto. I learned a lot from
them and completed the 3-month probation.
On Boiler &
Machinery insurance, I reported to James Hooper, Regional Manager of AIU
located in Manila before relocated to Melbourne. For Contractors All Risks/Contract
Works, I reported to D. C. Chan, Regional Manager, based in Hong Kong. D. C. later
replaced by Dorian Grey when D. C. received a promotion as a Contract Works Manager
at AIG headquarters in New York. I learned and gained a great deal, especially
from James Hooper and Dorian Grey. Both invested a lot of their valuable time educating
me directly on one to one basis. The business model adopted by AIU of having
only one line underwriting manager for each type of product required me not
only to serve existing clients and direct accounts and agents, I had to deal with
and served inquiries from the demanding and some international insurance
brokers. In fact, when one day I decided to leave AIU to become Underwriting
Manager for Property and Special Risks at Cigna Indonesia when it was called
Afia Indonesia, James Hooper made a special visit from Melbourne to Jakarta. He said. “Your training had not been completed and
let us use the next few days to finish it so that I would be proud of you out
there as my protege”. Thank you James, Dorian. By the way, Regional Manager
of Cigna who approached me from Singapore to offer me a new job knew me from Manny.
Cigna knew me from Manny after he had moved to an insurance broker
in Singapore, a solid evidence that Manny was proud of my accomplishments in AIU.
Episodes with Manny
Juarez is still unfinished. I will write on another occasion about how I received
a scholarship from the AIU to continue my studies at the Faculty of Economics.
Jakarta, 28 February
2017
Dr. Junaedy Ganie
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Sunday, 5 March 2017
Journey to my first professional qualification - Career in Insurance
Journey to my first professional qualification
Dr. Junaedy
Ganie
I am very
colourful in term of the number of professional qualifications under my belt. However,
I have an interesting story to share on how I gained my first qualification.
In general
insurance, I am a Fellow of the Australian & New Zealand Institute of
Insurance & Finance, a Certified Insurance Professional from the same
Institute, a Fellow of the Indonesian Insurance Institute (AAMAI) on honoris
cause basis.
In the life insurance
and financial sector, I am a Chartered Life Underwriter and Chartered Financial
Consultant.
Being an
Arbitrator, I could not resist pursuing professional qualifications in
arbitration to match and support my vast practical experiences. Toward end of
2016, I earned my Fellow BANI Chartered Arbitrator recognition and then passed
the exam from London based Chartered Institute of Arbitrators to earn my Member
of the Chartered Institute of Arbitrators qualification.
However, how did
I earn my first professional qualification? It was with the New Zealand
Institute of Insurance (NZII), well before it merged with the Australian
Institute of Insurance to become what it is today, The Australian & New
Zealand Institute of Insurance & Finance.
I took the
distance learning and tutorial from NZII. The Institute provided once a year
examination held in Jakarta under the supervision of the local examination
centre organized in cooperation with the executives of Asuransi Inda Tamporok,
a New Zealand Insurance Joint Venture in Indonesia. I recall that Arizal was
the first AIINZ designation holder followed by Ketut Swastika, both were respectively
the General Manager and marine manager there, Arizal later became the Managing Director of the
company. They took a few expatriates working in the insurance
business in Indonesia with ACII qualification the like of Bernard Sheriff,
Edward Nugent and a few Indonesians who were either earlier holders of ACII designation
or still taking the courses in UK to supervise the examinations. All exams was on essay basis and result of completed papers/home works counted 30% toward the pass mark.
I sat for the
exam for first time in 1987 when I was working for IBS. I took 3 subjects and passed
all subjects. In the following year, I took 4 subjects and likewise I passed
all. In third year, in 1989, with 5 out of 12 subject left to obtain my AIINZ
professional qualification, I took all 5 and determined to complete all the
subjects and set a record to earn the qualification in 3 years.
The first
examination days went well and I thought I performed well. It turned out that the night before the last day
was the night of the arrival of our second child and first baby boy which was rather
prematurely at Pondok Indah hospital. Nevertheless, I was all set for the exam
and just stayed on at the hospital, with a few hours before the exam, admiring
and looking after our baby boy. At about 1.00 pm, an hour prior the exam to take
place, I arrived at Tugu Pratama’s hall fully prepared for the test only to
find that the room was empty. Deserted. Nobody was there. It was not the age of
mobile phone so I rushed to ask of what happened and learnt that the exam was
held in the morning! I was very disappointed and could not accept it even
though it was nobody’s mistake but mine. I immediately went to the office of
Inda Tamporok and met with Kevin Horrack, a New Zealander who worked there and
asked him to make call to New Zealand to ask for exemption to sit for the exam
under his supervision. Unfortunately, the response was negative and he told me,
“I know who you are but regrettably they
told me they would not make precedence and you would have to take another one
next year”. I, being a hard headed and of a persistent personality, insisted
to him to give me the exam paper and be allowed to sit for the exam and let the
people in Wellington to decide whether or not my paper would be accepted. He
concurred with me.
Unfortunately, when
the assessment was returned some weeks or a few months later, I passed all
except the one I took in the last day. I had got 11 out of 12 subjects
completed. It would be understandable if I did not perform well given the
situation immediately prior to the exam. I would have to understand if the
Institute did not want to allow me to set a precedence of taking it beyond the
set time table. Somehow, I could not accept it and decided not take another
exam the following year and the following year and the following year for 3 years
in a row. Then, I had to face reality when, like or not, under the new
insurance regulation following the enactment of Law No. 2 Year 1992, the government started to made insurance
professional qualification to be mandatory requirement to hold certain technical
positions. I came to point that I had no choice but to take the exam and with
only one subject to pass, NZII exam was the fastest route to meet the local
requirement. I managed to make peace
with myself and sat for the exam and passed and finally earned my Associate of the
Insurance Institute of New Zealand (AIINZ) designation. I can recall that Ketut
Swastika called me to congratulate me for completing the study and said, “It is great that we now have you among our members”. It turned out that during the period of my disappearance,
NZII still had not produced any new graduate after Arizal and Ketut and I happened
to be its third graduate in Indonesia.
Given my standing
in the local market and the benefits it gave me, I felt that it was as good
as it was to me as it was to NZII to have me as one of its members to attract
other Indonesians to study from NZII. The uncertainty whether the government of
Indonesia would recognise the overseas qualification to be in compliance with the
legal requirement was clear with NZII qualification was
recognised and since then more and more students took NZII exams in Indonesia. This
qualification was later converted into Senior Associate of Australian and New
Zealand Institute of Insurance and Finance designation following the merger of
New Zealand Insurance Institute with the Australian Insurance Institute. In
total, it took me 7 years to complete including the 3-year absence without leave
notice while I could have taken only 3 plus 1 year should I be more thoughtful
and be wiser. A lesson learnt.
If we compare with the current practice following the implementation of Recognition of Prior Learning (RPL), it was indeed a different world.
Jakarta, 5 February 2017
Dr. Junaedy Ganie
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Friday, 3 March 2017
Aneka warna kehidupan Agen Asuransi - Career in Insurance
Dr. Junaedy Ganie
Seri: Memorable Experiences in my insurance
career
Pengantar
Sebagaimana telah diungkapkan dalam seri sebelumnya,
permintaan dari suatu lembaga pendidikan di Australia dan rangkaian peristiwa sebelumnya telah
melahirkan semangat yang tinggi kepada saya untuk menulis tentang riwayat hidup
saya. Semoga anda menikmati atau paling tidak melihat manfaat dari ungkapan
saya berikut di bawah ini.
A FULL AND COLOURFUL
LIFE
Pilihan saya memilih ilmu
dibanding uang sebagaimana saya ungkapkan dalam seri sebelumnya membawa saya
pada berbagai konsekuensi yang saya harus tanggung, sebagian tidak saya
antisipasi sebelumnya. Pencapaian dalam memenangkan nasabah secara group besar
seperti President Taxi tanpa saya sadari juga membawa pola pikir saya lebih
tertuju untuk berkonsentrasi pada upaya memperoleh nasabah group saja. Namun,
dengan hanya mengandalkan satu produk asuransi kecelakaan saja, pilihan menjadi
terbatas. Kehidupan agen-agen senior juga tidak memberikan keyakinan kepada
saya tentang masa depan sehingga saya telah memutuskan untuk meningkatkan pengetahuan
ilmu asuransi sementara timbul keinginan untuk menjual group insurance atau Employee
Benefits saja. Saya melihat bahwa
Group Department yang dipimpin oleh Mrs
Henny Budiman di gedung sebelah di perusahaan yang sama merupakan pilihan yang
tepat.
Untuk mendekati langsung Mrs
Budiman saya belum punya nyali. Saya memutuskan untuk melakukannya secara tidak
langsung melalui John Delhaye, akuntan di AIA yang telah mengenal saya dengan
baik. Alhasil, keinginan saya di terima oleh
Mrs Henny Budiman dan saya dapat mulai bekerja pada tanggal 25 Februari 1979,
persis 1 tahun dari awal saya bekerja sebagai agen. Ternyata, Mrs Henny Budiman
harus “membayar” cukup mahal. Captain Shane Miao tidak dapat menerima Group
Department memperkerjakan saya. Karena dianggap telah membajak saya, saya
mendengar dari Capt. Miao bahwa Mrs Budiman harus menandatangani surat
pernyataan untuk tidak akan pernah lagi merekrut orang yang bekerja sebagai
agen AIA(B).
Belajar displin
dan kerjasama tim
Selain
belajar tentang jenis asuransi baru, yaitu Asuransi Jiwa Kelompok, Asuransi Jaminan
Pensiun (Endowment) dan Asuransi
Kesehatan (Group Medical Insurance)
dan menjualnya, saya belajar tentang leadership,
salesmanship dan pengalaman menjual kepada orang-orang yang mengambil
keputusan untuk karyawan-karyawan, bukan untuk diri sendiri lagi, mentoring dan bekerja secara teratur rapi
berurutan. Disana saya juga menyadari saling ketergantungan masing-masing
karyawan terhadap rekan yang lain. Saya masih ingat Wicky Awuy yang bekerja di
bagian Underwriting akan menagih dan
meledek saya, “You are making me
unemployed if you do not bring me more prospects’ data to work on”. Dia bertugas
menghitung premi dan persyaratan penawaran untuk masing-masing prospek. Karyawan-karyawan
administrasi ikut mengejar orang sales
jika mereka menjadi tidak sibuk. Waktu itu saya orang sales representative kedua karena sebelum saya terdapat Johan Pitoy
telah beberapa tahun disana sebelum saya sebelum 3 rekan baru bergabung dan
Johan Pitoy keluar.
Mrs Budiman benar-benar mengelola department dengan rapi dan memberikan kepercayaan dan meletakan banyak harapan pada saya dan Richard Tan, Regional Manager yang datang dari Singapore sekali-sekali, mereka berdua memperkaya wawasan saya. Tapi yang saya hendak berbagi disini adalah tentang beberapa hal lain yang lebih menarik dari sekedar pekerjaan.
Skuter baru
saya
Sebagai
bagian dari paket employment saya,
saya mendapat inventaris sebuah skuter baru berwarna biru abu-abu yang
merupakan warna paling umum dari scooter. Pembeliannya persis ketika datang
model terbaru, yaitu skuter yang mempunyai lampu sen (sign), pertama di Indonesia. Bangga sekali rasanya mengendarai
kendaraan tersebut apalagi jika harus berbelok karena saya punya lampu sen
orang lain belum !
Sebagai
orang yang mengutamakan keselamatan, saya melengkapi diri dengan helm yang memiliki tutupan mata ketika orang-orang
lebih banyak yang tidak peduli dengan helm dan ketika peraturan “helm wajib” belum
terpikirkan, jaket tebal untuk menahan angin, cover depan motor untuk menahan terpaan angin dari depan, jas hujan
panjang. Cukup tempat di skuter menyimpan semuanya.
Suatu
hari, menjelang lampu merah Kuningan dari arah Pancoran saya ragu antara berhenti
atau terus karena lampu mungkin masih kuning. Di tengah perempatan, saya
menyadari adanya polisi di pos nya sehingga saya gugup dan terjatuh sendiri
dari skuter saya. Malunya itu lho. Pak polisi mungkin karena tahu saya sudah
menyadari kesalahan sendiri membiarkan saya berlalu. Ternyata sikut saya
berdarah dan saya memutuskan untuk berobat ke RS Jakarta. Begitulah sejarah
bekas luka di sikut yang sedikit menonjol. Kejadian tersebut sering menjadi bahan
cerita berulang-ulang setiap kali anak-anak kami meminta cerita tentang
bagaimana ayah mereka mendapat bekas luka di sikut.
Skuter
tersebut juga berjasa untuk mengajak jalan-jalan, Hendarwan mantan room mate saya sewaktu di Sydney jika
dia datang ke Jakarta. Bahkan, Ridu, seorang teman sekampung yang kemudian
menjadi walikota Lubuk Linggau 2 masa jabatan, masih bernostalgia belum sebulan
lalu sewaktu berkunjung ke rumah tentang jasa skuter tersebut sewaktu dipinjamnya
membawa calon isteri jalan-jalan di Jakarta atau tentang bagaimana kendaraan
tersebut mogok pada malam hari sepulangnya saya menemani dia mengunjungi seorang
kerabat yang telah menjadi direksi BUMN besar. Masalahnya, kerabat tersebut
tidak bersedia keluar menemui kami dan lalu skuter yang masih baru tersebut
mogok pula di jalan gelap……
Honda Life
Sebagaimana
manusia biasa kita tidak pernah puas. Setelah berbahagia dengn sebuah skuter
baru, timbul tuntutan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Saya mengharapkan
sebuah kendaraan yang dapat melindungi kepada dan badan dari teriknya matahari
dan curahan hujan. Singkat cerita, setelah melalui proses lumayan alot, Mrs
Budiman mengizinkan saya mengambil pinjaman untuk membeli sebuah kendaraan
kecil, Terima kasih, Bu. Honda Life bekas yang memiliki kapasitas 500 cc
terbeli sudah.
Saya punya berbagai cerita menarik
tentang kehidupan dengan Honda Life yang saya beri nama Hoya tersebut yang akan saya tulis pada kesempatan yang lain. Yang pasti, ketika itu saya tidak berani mengendarai Hoya melalui jalan tol Jagorawi karena saya khawatir mobil saya akan terhempas oleh angin kencang dari bis-bis besar yang ngebut di jalur sebelahku.
Financial
Perubahan
dari kehidupan sebagai agen yang banyak uang, perpindahan menjadi karyawan
membawa konsekuensi yang saya harus jalani. Sebagai sales representative saya menerima gaji bulanan sebesar Rp 150.000
dipotong pajak Rp 9.000 sehingga memiliki take
home pay sebesar Rp 141.000.- Adalah merupakan gaji yang tergolong tinggi
karena Roland Mirsjah, underwriter di
PA Department bilang gaji net nya Rp 95.000 padahal dia bekerja dengan
kualifikasi sebagai sarjana muda dan hampir memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Permasalahannya, saya harus
membayar biaya kos termasuk sarapan dan makan malam sebesar Rp 40.000.- per
bulan dan yang paling berat adalah angsuran Honda Life Rp 100.000 sebulan
sementara bonus produksi diterima 3 bulan sekali. Jadi, pada tanggal gajian
saya hanya memiliki sisa uang Rp 1.000, sekedar cukup untuk membeli gado-gado
untuk makan siang. Bagaimana saya menjalani kehidupan di hari-hari selanjutnya?
Dari mana uang untuk makan siang, sabun, odol dan macam-macam lainnya? Ternyata dimana ada keinginan disana ada jalan yang bisa sangat menarik dan
menantang dan memperkaya warna kehidupan dan menimbulkan rasa syukur yang mendalam. Saya akan
menulisnya pada kesempatan yang lain. Nothing
is impossible to a willing heart.
Berpikir keluar
dari Group Department
Sebelum memperoleh kesempatan
untuk menawarkan diri kepada Manny Juarez, karena tidak berhasil mendapat
promosi di Group Department seperti yang telah saya ceritakan dalam episode
sebelumnya, saya mencoba melakukan pendekatan dan negosiasi dengan Asuransi
Nugra Pacific, Asuransi Multi Arta Guna di awal pendiriannya dan bahkan dengan
Asuransi Ikrar Lloyd. Namun karena hal-hal yang akan saya kemukakan di
kesempatan yang akan datang, saya tetap di Group Department.
Namun pemicu yang membuat
keinginan untuk mencari tempat baru memuncak, the straw that broke the camel’s back, adalah tertunda lalu
batalnya rencana training saya di
Singapore. Sehingga saya merasa kesempatan menimba ilmu tertunda.
Jakarta, 3
Maret 2017
Dr. Junaedy
Ganie
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Perjuangan dan terobosan di awal karir sebagai agen asuransi AIA - Career in Insurance
Nothing is impossible to a willing heart
Dr.
Junaedy Ganie
Pengantar - Seri 2: Memorable events in my insurance career.
Tulisan ini terbit pada urutan kedua walaupun sebenarnya urutan pertama dalam karir asuransi saya. Inisiatif penulisan dipicu oleh permintaan dari Leanne Duong, Regional Manager dari The Australian & New Zealand Institute of Insurance & Finance untuk berbicara tentang perjalanan karir asuransi saya sebagai topik materi yang akan saya sampaikan dalam pertemuan anggota pada awal April nanti yang diharapkan inspiratif bagi anggota-anggota yang lain.
Menoleh ke belakang, perjalanan karir saya, baik dalam bidang asuransi maupun bukan, memang penuh warna yang terus berlanjut dan memperkaya pengalaman kehidupan saya sebagai insan ciptaanNya. Suatu proses yang telah dimulai sejak awal karir asuransi sebagaimana yang saya tulis di bawah ini. Semoga bermanfaat dan bersifat inspiratif bagi sebagian pembaca dan lingkunganya.
Menoleh ke belakang, perjalanan karir saya, baik dalam bidang asuransi maupun bukan, memang penuh warna yang terus berlanjut dan memperkaya pengalaman kehidupan saya sebagai insan ciptaanNya. Suatu proses yang telah dimulai sejak awal karir asuransi sebagaimana yang saya tulis di bawah ini. Semoga bermanfaat dan bersifat inspiratif bagi sebagian pembaca dan lingkunganya.
MENJADI AGEN ASURANSI KETIKA ASURANSI MASIH
DIANGGAP TIDAK PENTING
Salah
satu hal yang berpengaruh besar dan memberi warna kepada kehidupan saya
selanjutnya sewaktu saya tinggal di Australia selama sekitar 2 tahun pada
pertengahan tahun 70an adalah lahirnya kekaguman saya terhadap kemajuan bisnis
asuransi dan bagaimana perannya bagi masyarakat. Dengan latar belakang
kehidupan sebelumnya sebagai seorang mahasiswa di Palembang dan pandangan
masyarakat Indonesia pada umumnya ketika itu yang menghindari sosialisasi
dengan agen asuransi sebab takut di “tawari” polis asuransi, pengalaman di
Australia tersebut membuka wawasan baru bagi saya. Rasanya ketika itu senang
sekali melihat gedung-gedung tinggi di Sydney yang ada nama-nama perusahaan
asuransi di atasnya dan yang paling berbekas adalah Royal Insurance yang
berasal dari Inggris.
Tanpa
saya sadari setelah berdiam di Jakarta, iklan lowongan kerja yang paling saya
cari adalah bidang asuransi dan iklan lowongan asuransi yang pertama saya lihat
membawa saya bekerja pada suatu perusahaan baru yang bernama PT Asuransi
Indonesia Amerika Baru (AIAB) yang merupakan joint venture dengan
American International Assurance dari AS, selanjutnya saya singkat AIA(B).
Ternyata AIA(B) merupakan sebuah perusahaan yang baru berdiri yang mencari agen
asuransi. Sebagai seorang yang dari kecil dididik orang tua untuk berjualan dan
bahkan semasa SMA telah diikutkan menjadi mitra kolega-kolega ayah melakukan
jual beli mulai dari buah durian sampai kerbau hidup yang di jual ke kota,
entah bagaimana, saya sangat percaya diri bahwa saya juga akan bisa menjual
asuransi.
AIA(B)
yang hanya memiliki dan menjual produk Asuransi Kecelakan Diri saja. Hal
tersebut membuat saya semakin yakin bahwa produknya akan mudah dipelajari dan
merupakan produk yang dibutuhkan masyarakat. Alhasil saya melalui pelatihan
selama 1 minggu dan siap di kirim ke lapangan untuk berjualan. Apa yang kami
jual? Tidak lebih dari produk asuransi kecelakaan lalu lintas yang harganya Rp
1.000.- per 6 bulan untuk produk yang bernama 202 dan Rp 2.000 untuk 404.
Masing-masing memiliki manfaat santunan kematian sebesar Rp 1,000.000 dan Rp
2.000.000 dengan biaya pengobatan karena kecelakaan sebesar 10% nya. Dengan
modal tersebut, kami para agen pemula digabungkan ke dalam beberapa sales team yang
sudah ada. Masing-masing tim dipimpin oleh agen senior dengan titel
jabatan Sales
Manager. Saya menjadi anggota tim yang dipimpin oleh Imam Sutopo yang biasa
dipanggil Mandor.
Sebagai
agen remunerasi kami adalah komisi, tidak menerima gaji kecuali tunjangan
transportasi jika mencapai target penjualan minimum.
Berjualan di Tanjung Priok dan bertemu
seorang Jenderal Polisi.
Mandor
mengantar saya pada hari pertama ke lapangan dengan skuter nya. Ternyata saya
di antar ke daerah perkantoran di Tanjung Priok, sebuah daerah baru bagi saya.
Setelah melihat dia melakukan presentasi satu kali saya dilepas untuk memulai
langkah yang kemudian menjadi awal yang baik bagi saya. Dengan teknik door to door dan
bergerak dari meja ke meja dari kantor ke kantor dan sales talk yang
diajari selama seminggu tersebut, rasanya saya gagah dan akan mampu menjual.
Captain Shane Miao, seorang pensiunan mariner AS, warga negara Taiwan yang
dikirim mengomandani AIA(B) memang memiliki kharisma dan kemampuan tinggi dalam
memberi motivasi tinggi dan kepercayaan diri kepada para agen.
Setelah
berhasil mengantongi penjualan sebanyak 2 polis 202 dan 1 polis 404 dengan success rate 60%
pada pagi itu, keyakinan diri semakin mantap dan membawa saya mengetok sebuah
pintu kantor yang bernama Samudera Perdana. Belakangan saya ketahui bergerak
dalam bidang trucking
atau pengangkutan
darat Jakarta – Surabaya dan anak perusahaan dari Samudera Indonesia yang
bergerak dalam bidang perkapalan. Belum berhasil menjual di lantai 1 saya naik
ke lantai 2 yang ternyata merupakan lokasi kantor bos besarnya. Entah
bagaimana kejadiannya, sekretaris yang saya temui di atas setelah mendengar
tujuan saya mengatakan bahwa dia belum pernah mengizinkan agen asuransi menemui
bos nya tapi dia akan memberikan saya kesempatan. Mungkin dia kasihan melihat
saya yang kurus dengan raut muka sangat berharap. Di dalam, saya diterima oleh Bapak
Koeswandi yang ternyata setelah melihat kartu namanya adalah seorang Brigadir
Jenderal Polisi yang menjabat sebagai Deputi Operasi Kapolri. Setelah mendengar
presentasi saya yang dengan “teganya” menawarkan nilai pertanggungan asuransi kecelakaan lalu lintas sebesar Rp
1.000.000 dengan alternatif Rp 2.000.000.- kepada seorang perwira tinggi
polisi, Pak Koeswandi menanyakan apa ada produk yang bukan hanya menanggung
kecelakaan lalu lintas saja. Dengan lugu saya menjawab bahwa saya masih harus
melakukan penjualan 202 dan 404 selama 2 minggu baru berhak mengikuti pelatihan
produk lain. Beliau dengan bijak mengatakan silahkan datang lagi nanti setelah
selesai training
produk baru. Saya keluar dengan rasa penuh syukur yang bahkan membuat mata saya
berair tanpa bisa di tahan ketika menulis bagian ini sekarang. Terima kasih Pak
Koeswandi.
Sekembalinya
dari Australia dan memulai bekerja sebagai di AIA(B), saya menumpang tinggal di
rumah kerabat di Kebayoran Baru, yaitu Ibu Siti Bambang Utoyo yang bersuamikan
Major Jenderal (Purn) Bambang Utoyo, yang kemudian menjadi
Letnan Jenderal anumerta, mantan KSAD dan sebelumnya Pangdam Sriwijaya. Saya kira
lingkungan yang baik tersebut yang membuat saya terbiasa membantu melayani
berbagai tokoh nasional seperti Bapak Ali Sadikin, Jend. Polisi Hasan, Bapak
Emil Salim, Bapak Jaksa Agung Sugiharto dan lain-lain untuk berbagai keperluan
dalam berbagai acara pertemuan yang rasanya memang sering dilakukan di rumah
tempat saya menumpang tersebut membuat saya dapat melakukan interaksi yang baik
dan dipercaya oleh Pak Koeswandi.
Hari
itu saya pulang ke kantor AIA(B) yang terletak di Jalan Dr. Sahardjo, Tebet, dengan
5 polis yang laku. Ternyata hari itu saya menjadi Top Producer
urutan ke 2 atau ke 3. Seingat saya urutan pertama adalah Glen Muskita, yang
rasanya tidak aneh jika melihat latar belakangnya dan satu lagi Ichsan Darmadi.
Sore itu, Indradjit Sumarto, Department Manager setelah mengetahui hasil
penjualan saya hari itu menyambut saya dengan mengatakan: Oi, ruponya kau ini
pengen cepat kayo yo” dalam bahasa Palembang karena dia dan orang tuanya juga
pernah tinggal di Palembang.
SAMUDERA PERDANA
Dua minggu kemudian saya mengikuti training lanjutan untuk asuransi kecelakaan diri yang lebih lengkap. Pada hari pertama setelah selesai training, dengan penuh semangat saya berangkat ke Tanjung Priok untuk menemui Pak Koeswandi. Ternyata yang beliau perlukan adalah penutupan asuransi kecelakaan atas semua supir-supir truk Samudera Perdana yang bolak balik Jakarta – Surabaya dengan syarat saya harus menjelaskan langsung kepada supir-supir tersebut dan premi ditanggung sendiri oleh masing-masing supir. Dimana pool truk-truk tersebut? Ternyata di Plumpang yang saat ini rasanya sangat jauh dan sepi. Saya menerima tantangan tersebut. Keesokan harinya pagi-pagi buta saya berhasil sampai di Plumpang, Dengan berdiri diatas meja, saya memulai aksi menawarkan asuransi kepada supir-supir di lingkungan pool kendaaraan mereka dalam cahaya temaram di alam terbuka dengan modal sebuah alat pengeras suara yang disediakan disana. Ternyata, banyak supir yang antusias mendengarkan dan kemudian mengikuti polis asuransi sukarela tersebut dan polis mereka terus berjalan bahkan setelah saya keluar kemudian dari keagenan. Sebuah modal awal yang besar bagi saya memperoleh fixed income setiap bulan dari komisi yang dihasilkan. Namun mengingat nilai premi yang sangat kecil, komisi bulanan juga masih sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan di Jakarta. Apalagi, selain dari premi dari Samudera Perdana, sifat perolehan nasabah baru yang tidak pasti di tengah masyarakat yang masih jauh dari memikirkan kebutuhan asuransi, sebagai agen dari perusahaan asuransi baru, tantangan yang kami hadapi di lapangan sangatlah berat.
MEMBUAT TEROBOSAN BAGI PRESIDEN TAXI
Keberhasilan
menutup asuransi kecelakaan untuk supir Samudera Perdana melahirkan inspirasi
baru bagi saya untuk mencari kesempatan yang lebih besar. Perjalanan bolak
balik ke Tanjung Priok dan Plumpang melalui Jalan By Pass A. Yani melahirkan
ambisi untuk menutup asuransi kecelakaan atas supir-supir President Taxi yang pool armada dan
kantor nya terletak di By Pass tersebut. Saya membayangkan besarnya fixed income saya
nanti jika berhasil menutup asuransi seluruh supir-supir armada taxi terbesar
di Indonesia tersebut.
Saya
memulai dengan berkunjung ke kantor President Taxi untuk melakukan riset
tentang program apa yang telah mereka miliki dan apa kesulitan-kesulitan
mereka. Dalam kunjungan-kunjungan saya kesana, saya berkenalan dengan Andy
Melkan yang merupakan staff administrasi Departemen Asuransi dan Albert
Pitalis, supervisor pada departemen tersebut. Jauh kemudian hari, Andy Melkan
menjadi sahabat akrab saya hingga kini sehingga kami memiliki hubungan seperti saudara
dekat. Dari keduanya saya mengetahui bahwa mereka memiliki beban administrasi
yang berat dalam program asuransi yang ada karena supir-supir selalu berganti
dan bertambah dan jika terlambat dilaporkan ke penanggung, klaim akan ditolak.
Asuransi kecelakan supir-supir President Taxi telah lama ditutup pada Asuransi
Bumi Asih Jaya. Bagaimana caranya mengalahkan Bumi Asih Jaya?
Saya harus menemukan cara mengurangi beban adminstrasi mereka dan menawarkan
program yang lebih kompetitif. Melalui beberapa diskusi dengan Indradjit
Sumarto, Manager dan bos besar di AIA(B) di bawah Capt. Miao, kami menyimpukan
bahwa administrasi penutupan tidak boleh lagi dengan mendaftarkan nama-nama
supir tetapi cukup dengan nomor plat atau nomor polisi taxi saja. Siapapun yang
mengemudi akan dijamin sepanjang memiliki KPP atau Kartu Pengenal Pengemudi.
Hal ini berarti pertanggungan akan terbatas kepada kecelakaan kerja saja (work-related accident)
termasuk selama supir pergi dan pulang kerja dan semua kegiatan terkait dengan
operasional taxi. seperti ganti ban dan berhenti untuk makan siang atau sholat. Entah apakah program yang bernama Astek (kemudian berganti Jamsostek) sudah ada atau belum ketika itu. Dengan konsep tersebut, kami dapat menawarkan premi sekitar
20% - 30% dari yang mereka bayar ke Bumi Asih Jaya. Kekhawatiran Capt, Miao
bahwa program tersebut akan merugikan AIA(B) berhasil kami atasi.
Dengan program yang segitu bagus, siapa yang tidak akan tertarik? Namun, tunggu dulu…. Departemen Asuransi President Taxi dikepalai oleh M. O. Sihombing sebagai Manager Asuransi dan Direktur Operasional nya adalah Ernest Siahaan sedangkan Bumi Asih Jaya dipimpin dan dimiliki oleh Sinaga. Bagaimana mungkin saya dapat mengalahkan koneksi tersebut? Saya khawatir kalau penawaran yang baik tersebut saya serahkan, maka dengan mudahnya diberikan dan dikopi oleh Bumi Asih Jaya seperti cerita telur Columbus.
Saya
harus menemukan cara membuat saya sejajar dengan mereka dalam tingkat koneksi. Pemikiran
yang muncul adalah saya harus mengajak agen lain yang berasal dari suku Batak
untuk menjadi mitra saya. Lebih baik berbagi daripada tidak dapat. Begitu
pemikiran saya dan kebetulan di AIA(B) terdapat seorang agen wanita yang
berasal dari suku Batak, yaitu Netty Herawaty. Dia tidak pernah mempergunakan
nama marganya sehingga saya lupa apa marganya. Saya menawarkan kepada Netty
untuk menjadi mitra saya dan berbagi 50/50 dari pendapatan yang ada dan
tentunya berbagi pekerjaan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, kami maju bertemu
Pak Ernest Siahaan dan Pak Sihombing melakukan presentasi dan akhirnya kami menang! Jika
pada Samudera Perdana saya menutup pada puncaknya sekitar 200 orang supir, sekarang
2.500 orang supir President Taxi dan akan terus bertambah.
Bangga sekali rasanya ketika diundang ke ruang kantor Pak Harry Diah, pemilik dan Presiden Direktur AIA(B) menandatangani polis asuransi untuk President Taxi di depan saya sementara sebelumnya mungkin beliau tidak pernah turun tangan menandatangani sendiri polis asuransi.
MEMILIH ILMU DIBANDING UANG
Baru
sekitar 8 bulan sebagai agen asuransi, berusia 20 tahun saya telah memperoleh
komisi tetap perbulan sekitar Rp 550.000 per bulan ditambah kesempatan
memperoleh klien-klien individu. Pada waktu itu seingat saya kurs USD 1.- adalah
Rp 300 sebelum Indonesia melakukan devaluasi beberapa tahun kemudian menjadi Rp
415. Artinya, pendapatan saya mencapai sekitar sekitar USD 1.800.- per bulan.
Saya juga
memenangkan hati sejumlah nama besar yang ketika itu saya tidak tahu bahwa
mereka orang besar seperti bos besar Dharmala Group, Hendro Santoso Gondokusumo
dan Pak Tohir, tokoh bisnis Indonesia yang anak-anaknya sekarang merupakan
pebinis global. Hal lain yang mengesankan, beberapa nasabah meminta saya mengantar polis ke rumahnya dan menjelaskan isi dan manfaat polis di depan isteri dan anak mereka,
Captain
Miao melihat potensi saya, baik dari salesmanship maupun keilmuan yang kemudian memang terbukti dan mulai berbicara tentang wawasan ilmu asuransi dan
menyarankan saya menabung untuk mengikuti pendidikan Chartered Insurance
Institute (CII) dari London yang katanya dapat diikuti secara distance learning dan akan sangat bermanfaat untuk masa depan saya.
Pemikiran tentang pengembangan ilmu asuransi akhirnya membawa saya pada
suatu kesimpulan bahwa saya akan memiliki kesempatan mengembangkan diri lebih
baik jika saya bekerja sebagai seorang karyawan. Ketika itu kehidupan
rekan-rekan agen senior memang belum menggembirakan seperti sekarang. Itu adalah awal
pemikiran yang membawa saya setelah setahun berprofesi sebagai agen berubah
menjadi karyawan di perusahaan yang sama. Padahal ketika itu gaji seorang
sarjana seingat saya hanya sekitar Rp 100.000 – Rp 150.000.- per bulan apalagi
bagi seorang yang ijazah tertingginya hanya tingkat SLA seperti saya.
Selanjutnya akan saya tulis dalam episode yang lain.
Jakarta,
Jum at, 3 Maret 2017
Dr. Junaedy Ganie
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Wednesday, 1 March 2017
Karir asuransi di AIU Indonesia - Bagaimana saya memperoleh promosi dan mengawali karir sebagai Pakar Asuransi
Seri:
MEMORABLE EVENTS IN MY INSURANCE CAREER
Pengantar
Pagi ini pada 28 Februari 2017, Leanne
Duong, Regional Manager dari Australian & New Zealand Institute of Insurance & Finance dari Melbourne menanyakan apakah saya tertarik untuk memilih topik
tentang perjalanan karir saya di bidang asuransi dalam suatu forum yang direncanakan
akan diadakan dalam waktu dekat. Pembicaraan tersebut tiba-tiba saja menyadarkan
saya bahwa perjalanan karir saya dalam bidang asuransi pada Sabtu 25 Februari
2017 lalu telah mencapai 39 tahun. Pada tanggal tersebut secara kebetulan pula saya
mendapat kabar baik bahwa saya termasuk dalam 35 orang yang lolos dalam proses
seleksi Tahap II dari pemilihan Dewan Komisioner OJK untuk periode 2017 - 2022.
Usulan dan kesadaran akan ulang tahun
karir asuransi saya yang saya lalui tanpa saya sadari pada tanggalnya tersebut dan
beberapa kejadian sebelumnya telah mendorong saya untuk untuk menorehkan
tulisan tentang beberapa hal yang saya anggap akan menarik dan inspiratif
diketahui umum. Kebetulan pula pada beberapa minggu sebelumnya dalam suatu
pembicaraan tentang masa lalu bersama seorang tokoh asuransi Indonesia, Pak
Frans Lamury menjelang sidang arbitrase
di BANI Arbitration Center yang disusul dengan
undangan menghadiri Reuni Mantan AIU pada 4 Februari 2017. Pada acara reuni
tersebut saya sempat menjadikan pengalaman yang saya tulis di bawah ini sebagai
sharing topic yang saya pilih.
HOW I GOT MY
PROMOTION AND STARTED TO BECOME AN INSURANCE EXPERT
Setelah menjalani masa 1
tahun karir sebagai agen asuransi di AIA (B) sejak 25 Februari 1978 sampai 24
Februari 1979, saya berganti profesi menjadi seorang karyawan di perusahaan
yang sama. Melalui proses yang cukup seru saya diterima di perusahaan yang sama
sebagai Sales Representative bidang Employee Benefits di bawah Mrs. Henny Budiman,
yang merupakan Manager pada Departemen yang bernama Group Department. Saya menjalani proses pendewasaan diri mulai dari
kemandirian, ilmu-ilmu asuransi yang baru, menjual produk yang berbeda
sekaligus melakukan mentoring bagi 2
rekan sesama Sales Representative
yang bergabung belakangan, yaitu Charlie Mochtan (almarhum) dan Afiat Djajanegara dan seorang rekan yang tidak
bergabung lama.
Ketidaksabaran dan ambisi
saya yang tinggi ketika itu membuat saya tidak puas dengan perkembangan karir
yang saya capai. Hal tersebut mendorong saya, pada usia 24 tahun, untuk memberanikan
diri berbicara dari hati ke hati dengan Mrs Budiman menanyakan apakah saya
telah mencukupi persyaratan untuk menjadi Assistant
Manager atau Sales Supervisor. Jika
belum memenuhi persyaratan saya hendak mengetahui apa yang masih harus saya
penuhi. Ternyata saya harus menemui kenyataan bahwa saya dianggap belum pantas
untuk mendapat promosi yang saya kehendaki.
Sambil terus meningkatkan kinerja
penjualan, saya terus memikirkan cara untuk mendapatkan promosi karir saya.
Satu tahun kemudian, setelah Group Department
direlokasi bergabung ke kantor AIU, Robert Teguh (almarhum), yang sangat saya
hormati keilmuannya dalam bidang asuransi mendapat promosi sebagai Vice
President Director. Bob, panggilannya, adalah Production Manager di AIU, sister
company dari AIA. Bob juga merangkap jabatan sebagai Engineering Underwriting Manager dengan jenis asuransi utama
menutup pertanggungan terhadap risiko Boiler
& Machinery dan Contractors All
Risks/Contract Work. Dengan keberanian yang mungkin dianggap sebagian besar
terlalu berlebihan, saya menghendaki jabatan yang ditinggalkan Bob. Umur saya
25 tahun, pendidikan formal hanya sampai menyelesaikan tingkat I di Fakultas
Ekonomi, Universitas Sriwijaya di Palembang, pengalaman kerja 3 tahun termasuk
1 tahun sebagai agen asuransi yang hanya menjual Asuransi Kecelakaan (Personal Accident) saja. Bagaimana
caranya?
AIU saat itu dipimpin oleh
Manuel Juarez, orang Amerika keturunan Indian yang tinggi besar. Saya
menyimpulkan bahwa saya harus menembak ke sasaran tertinggi dan mendatangi
Manny, panggilan Manuel Juarez, untuk menawarkan diri saya menggantikan Bob!
Ketika kesempatannya tiba, Manny tentu saya terkejut dengan keinginan saya
tersebut dan bahkan mengatakan: “Bagaimana
mungkin saya bisa memberikan jabatan tersebut kepada kamu. Kamu hanya mengerti
asuransi kecelakaan dan employee benefits saja dan mungkin sedikit tentang asuransi kendaraan
bermotor dan asuransi kebakaran untuk rumah tinggal. Kamu tahu sebagai
Production Manager, Bob bertanggung jawab untuk penjualan semua jenis asuransi
sampai kepada jenis asuransi yang belum banyak dikenal seperti Professional
Indemnity, Political Risks dan Directors
& Officers Liability Insurance”. Reaksi yang wajar dan sudah diduga. Jawaban
tersebut tidak mematahkan semangat saya memberikan argumentasi mengapa saya
pantas menerima tanggung jawab tersebut dan bahwa Manny tidak akan menyesal
memberikannya kepada saya. Singkat kata, pembicaraan di ruangan Manny tersebut
berlangsung sampai sekitar 4 jam dan saya belum berhasil meyakinkannya. Namun,
saya masih yakin I shall get the job.
Persis seminggu kemudian, Manny memanggil saya ke ruangannya dan mengatakan
bahwa dia belum yakin bahwa saya memenuhi persyaratan untuk jabatan tersebut,
Apalagi, katanya, merangkap jabatan sebagai Engineering Manager sementara Bob
memang seorang engineer lulusan
Australia sedangkan saya mungkin belum pernah melihat pekerjaan pembuatan
fondasi gedung dan tidak akan tahu bagaimana bentuk sebuah boiler.
Pada titik itu, saya mengemukakan
kepada Manny bahwa saya benar-benar menghendaki tugas tersebut karena akan
memberikan saya pintu masuk terbaik kepada semua jenis pengetahuan dan keahlian
asuransi umum. Saya kemukakan bahwa saya akan melakukan pekerjaan yang sama
untuk tugas-tugas Production Manager
sementara title saya cukup sebagai Assistant Manager saja. Untuk lebih
meyakinkan dia bahwa saya adalah fast
learner sehingga akan bisa mengejar pengetahuan dasar yang diperlukan dalam
waktu singkat, saya mengatakan kepada Manny: "Berikan pekerjaan itu kepada saya
dan sebagai jaminannya saya akan mengajukan surat pengunduran dari Employee Benefits Department dan memohon
agar AIU memberikan saya Employment
Letter baru dengan masa percobaan 3 bulan". Saya tambahkan “Anda tidak akan kehilangan muka jika saya
tidak lulus masa percobaan karena anda hanya akan kehilangan orang yang tidak
mampu”. Apa yang terjadi? I got the
job and reported directly to Robert Teguh, Vice President Director of the company. A great opportunity to learn from the master. Alhamdulillah.
Selanjutnya, selama 3 bulan
pertama, hampir setiap malam saya pulang malam di atas jam 21.00. Bahkan suatu
malam, Herman Tuwaidan (almarhum), salah satu tokoh asuransi Indonesia pada
waktu itu dan mantan General Manager AIU, sebelum digantikan Manny, kaget menemui saya masih membaca
dengan client files tebal di atas
meja saja pada pukul 11.00 malam di bawah cahaya lampu redup. “Do you have cat’s eyes”? katanya. Dari
proses tersebut, saya membaca dan mengerti sebagian besar profil jenis pertanggungan
dan dinamika klien korporasi AIU yang berada dalam puluhan filing cabinets yang berjejer panjang di kantor yang ketika itu
berada di lantai 10, gedung yang ketika itu dikenal sebagai Wisma Hayam Wuruk yang
bangunannya unik karena seperti piramid terbalik. Selebihnya, dil luar tugas
rutin saya, dari pagi sampai sore saya “mengganggu” semua department managers terutama Herman Effendi (Fire Manager), Bambang Ambardy (Casualty
& Marine Manager) dibantu oleh Pius Tapoona dan Yvonne Lontoh, Denny Awuy (Automobile
Manager) dan sesekali dengan almarhum I.B. Siregar, Claim Manager dibantu oleh Nannie Dwimarksono dan Agus Riyanto. Saya belajar banyak dari mereka dan menyelesaikan 3 bulan masa percobaan saya.
Khusus untuk asuransi Boiler & Machinery saya melapor ke
James Hooper, Regional Manager AIU
ber lokasi di Manila sebelum kemudian lokasinya pindah ke Melbourne. Untuk Contractors All Risks saya melapor ke D.
C. Chan, sebagai Regional Manager
yang berlokasi di Hong Kong. D.C. kemudian diganti oleh Dorian Grey ketika D.C
mendapat promosi sebagai Contract Works Manager AIG di kantor pusat di New
York. Saya belajar banyak sekali terutama dari James Hooper dan Dorian Grey. Keduanya
banyak meluangkan waktu mendidik saya secara langsung on one to one basis. Sangat banyak ilmu yang saya timba dari
keduanya. Bahkan, ketika suatu hari saya memutuskan untuk pindah dari AIU untuk
menjadi Underwriting Manager untuk Property & Special Risks di Cigna
Indonesia yang ketika itu bernama Afia Indonesia, James Hooper mengkhususkan
diri berkunjung ke Jakarta. Dia mengatakan pelatihanmu belum selesai dan mari
kita pergunakan beberapa hari ke depan untuk menamatkannya sehingga saya akan
bangga dengan kamu di luar sana sebagai anak didik saya. Terima kasih James,
Dorian. Omong-omong, Bagaimana Regional Manager
Cigna, seorang Amerika yang seingat saya namanya adalah Bill Smith, datang dari Singapore untuk menawarkan pekerjaan baru kepada saya? Ternyata dia mendapat referensi dari Manny Juarez setelah dia pindah ke sebuah
broker asuransi di Singapore, suatu bukti bahwa Manny bangga dengan hasil
pencapaian saya di AIU.
Episode dengan Manny Juarez
belum selesai. Saya akan menulis pada kesempatan lain tentang bagaimana saya
mendapat beasiswa dari AIU untuk meneruskan kuliah saya di Fakultas Ekonomi.
Jakarta, 28
Februari 2017
Dr. Junaedy
Ganie
Chairman, sole, member of numerous Tribunals at BANI Arbitration Center (Commercial), Ad-hoc including UNCITRAL cases, arbiter at LCIA/The London Court of Int'l Arbitration, LAPS-SJK (Financial). Entrepreneur, Chairman Pertamina Subholding Integrated Marine Logistic Co, Independent Commissioner Allianz Indonesia (General, Life, Pension), Commissioner Axle Asia. Doctor in Business Law (cum laude). Earlier education in economics, Jakarta, post graduate study in business administration at UK based De Montfort, Senior Management Development Program at INSEAD Business School in France. Member of Chartered Institute of Arbitrators, Fellow Chartered BANI Arbitrator, Fellow of Indonesia Institute of Arbitrators, Fellow&Certified Insurance Professional - Australian & New Zealand Institute of Insurance&Finance; Chartered Life Underwriter; Chartered Financial Consultant, Fellow (HC) of Indonesian Insurance Institute/AAMAI. Prior career in Indonesia had been mainly with large US, US Affiliated insurers, brokers, former CEO of BNI Life leading its successful transformation (Sept 2011 - Sept 2014). In the past he held a number of senior posts at Lippo Group.
Subscribe to:
Posts (Atom)